IN MEMORIUM PAK MOHAMMAD MAFTUH BASUNI
IN MEMORIUM PAK MAFTUH BASUNI
Saya mendengar Beliau sakit baru akhir-akhir ini. Sebelumnya memang tidak pernah terdengar beliau sakit hingga harus masuk rumah sakit. Kala beliau dirawat di Rumah Sakit Harapan Kita, saya sempatkan untuk menjenguknya bersama Pak Abdurrahman Mas’ud, sayang waktu itu beliau sudah pulang. Kira-kira saya terlambat satu jam. Beliau pulang dari Rumah Sakit jam 14.00 WIB dan saya datang ke situ jam 15.00 WIB.
Lalu berikutnya saya dengar Beliau berobat ke Malaysia, kurang lebih satu minggu. Akan tetapi karena tidak ada kemajuan yang berarti, maka beliau pulang ke Indonesia dan kemudian dirawat di Rumah Sakit Gatot Subroto. Pada waktu saya menjadi narasumber di Badan Wakaf Indonesia (BWI), Senin, 20/09/2016, saya membicarakan kondisi Beliau dengan Pak Slamet Riyanto dan Pak Junaedi. Dua orang yang menjadi pengurus BWI pusat, anak buah Beliau.
Makanya, hari Selasa, 21/09/2016, jam 16.00 WIB, saya datang ke Rumah Sakit Gatot Subroto sendirian. Sehari sebelumnya Pak Direktur Wakaf, Dr. Suwardi dan beberapa kolega juga datang menjenguknya. Menurut cerita Bu Maftuh, bahwa jam 13.00 WIB Pak SBY, juga datang menjenguknya. Bahkan kemudian saya lihat foto Beliau di WA, Beliau sempat duduk menemani Pak SBY. Nampak sehat.
Pada saat saya menjenguknya, Ibu Maftuh bilang bahwa Bapak sedang diperiksa oleh dokter untuk persiapan ke Jepang. Menurut Beliau bahwa di Jepang ada pemeriksaan dan pengobatan untuk sakit Pak Maftuh. Rupanya memang keluarga sangat menghendaki agar Pak Maftuh segera sehat seperti sedia kala. Makanya sesuai rencana, Beliau akan diterbangkan ke Tokyo hari Kamis malam, 22/09/2016. Sesuai dengan rencana, maka Ibu dan anak-anak juga akan menemaninya ke Tokyo. Semua sudah dipersiapkan termasuk juga pengecekan kesehatan Bapak untuk terbang ke Tokyo yang membutuhkan waktu kira-kira tujuh jam. Rencana itu sudah bulat dan semua sudah siap.
Beliau tidur pada waktu saya masuk ke ruangannya. Beliau nikmat tidurnya meskipun dengan nafas yang agak tersengal. Tiba-tiba beliau terbangun sehingga oleh Ibu saya diminta untuk mendekatinya. Disampaikan oleh ibu kepada Pak Maftuh bahwa saya datang menjenguknya. Saya sangat bergembira sebab beliau masih mengingat saya dan menyapa dengan ucapan “Pak Nur Syam, lama tidak berjumpa”. Setelah itu lalu beliau juga berbicara dengan kerabatnya. Melihat Beliau sakit, maka saya berjanji kepada Ibu akan mendoakannya dengan membacakan Surat Al Fatihah, setelah selesai shalat. Bagi saya Pak Maftuh adalah orang tua dan pimpinan serta teladan kami. Beliaulah yang melantik saya menjadi rector IAIN Sunan Ampel Surabaya, Hari Senin, tanggal 09 Pebruari 2008. Saya dilantik menjadi Rektor IAIN Sunan Ampel untuk periode 2008-2012. Sebuah kebanggaan kala Beliau melantik saya, sebab tentu tidak mudah untuk menjadi Rector IAIN Sunan Ampel kala itu.
Saya memang sudah sering bertemu Pak Maftuh dalam kapasitas Beliau menjadi Menteri Agama dan saya sebagai Pembantu Rektor II IAIN Sunan Ampel. Dan yang saya selalu ingat kala Beliau berkeinginan membenahi penyelenggaraan haji, beliau pernah menyatakan bahwa “akan berjuang mati-matian agar penyelenggaraan ibadah haji tetap berada di bawah Kementerian Agama”.
Begitu kuatnya keinginan Beliau untuk memperbaiki manajemen haji, maka sering kali Beliau dianggap sebagai Menteri Haji daripada Menteri Agama. Beliau memang total betul di dalam upaya memperbaiki penyelenggaraan ibadah haji. Beliau berjuang luar biasa agar penyelenggaraan haji yang selalu mengandung masalah bisa diselesaikan. Makanya, kemudian beliau mencanangkan konsep “first come first serve”. Sebuah konsep yang sangat monumental di tengah carut marut penyelenggaraan ibadah haji. Maklumlah penyelenggaraan ibadah haji dianggap mengandung tindakan koruptif sehingga diperlukan upaya untuk menjernihkannya.
Melalui konsep manajemen haji semacam ini, maka system siskohat yang dijadikan sebagai totok ukur pendaftaran dan pemberangkatan haji menjadi transparan. Siskohat yang sekarang menjadi standarisasi porsi jamaah haji dikembangkan secara lebih memadai pada saat Beliau menjadi Menteri Agama.
Pak Maftuh adalah sosok yang tegas dan berbicara secara to the point. Dia tidak suka berbasa basi apalagi berbicara dengan berpanjang-panjang. Meskipun Beliau bukan sosok militer, tetapi cara berbicara dan berpikirnya menyerupai gaya militer. Terkadang orang bisa segan kala berbicara dengan Beliau. Pola keseharian seperti itu, kiranya dipengaruhi oleh tempat kerja Beliau sebelumnya yaitu sebagai Kepala Rumah Tangga Presiden. Pastilah bahwa di tempat seperti ini, segala sesuatunya harus by procedures.
Menurut saya, beliaulah orang yang meletakkan dasar perubahan manajemen perhajian dimaksud. Melalui tangan beliau penyelenggaraan ibadah haji diperbaharui berdasarkan atas mengalamannya menjadi Duta Desar Indonesia di Arab Saudi yang tentu setiap tahun bergelut dengan persoalam haji. Manajemen transportasi, catering, pemondokan dan sebagainya dibenahi sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan manajerial yang dilalui selama bertahun-tahun mengamati dan mengalami peristiwa haji.
Di masa akhir hidupnya, juga tidak lepas dari dunia pengabdian kepada masyarakat dan Negara. Beliau didaulat menjadi Ketua Badan Wakaf Indonesia. Melalui BWI inilah saya berkesempatan untuk beberapa kali bertemu dengan Beliau. Hal ini tentu terkait dengan jabatan saya di BWI sebagai Ketua Dewan Penasehat. Berat rasanya menjadi Dewan Penasehat, sementara Ketua Eksekutifnya adalah Pak Maftuh. Tetapi hal ini harus dilakukan, sehingga dalam beberapa kali saya sempat bertemu dan berdiskusi tentang BWI.
Ba’da Magrib, Farid telepon saya bahwa Pak Maftuh telah tiada. Dan sejenak kemudian Pak Menteri Agama, Pak Lukman Hakim Saifuddin juga menelpon saya, beliau menyatakan “agar Kementerian Agama mensupport dan melayani kepergian Beliau secara maksimal.” Bergegas saya datang ke Rumah Sakit Gatot Subroto dan menemui keluarganya, Ibu dan putra-putri Beliau.
Saya sampaikan bahwa saya diperintah Pak Menteri Agama agar terlibat di dalam mengurus jenazahnya. Keluarga menyatakan sependapat, sehingga Farid yang juga ikut bersama saya, lalu saya minta untuk menghubungi ambulan yang nanti akan dipakai untuk memulangkan jenazahnya ke Rumah duka. Saya diskusikan berbagai kesiapan untuk memulangkannya dan juga penguburannya.
Pak Iwan dari Setneg juga hadir. Dengan beliau saya diskusikan tentang bagaimana memandikannya, menyolatkannya, menguburkannya dan menempati makam mana sesuai dengan keinginan pak Maftuh. Karena beliau meminta dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, sesuai dengan persyaratan yang memang dimilikinya, maka diputuskan untuk dimakamkan di sana. Sebagai penerima Penghargaan Tertinggi Putra Bangsa, Satya Lencana Adi Pradana, dan juga pernah memperoleh kepangkatan Angkatan Darat, maka Beliau memang berhak untuk disemayamkan di TMP Kalibata.
Saya antarkan jenazahnya dengan Prof. Nasaruddin Umar sampai ke rumahnya. Baru pertama kali juga saya naik ambulan jenazah. Saya tidak tahu apakah Pak Nasar juga melakukannya sebagai pengalaman pertama. Saya merasa bersyukur karena bisa melayani Beliau di saat terakhir kehidupannya. Dan yang juga menggembirakan, karena Pak Lukman Hakim Saifuddin, juga menyampaikan ucapan terima kasih atas upaya saya untuk melayani Pak Maftuh.
Di dalam usianya yang ke 77, Pak Maftuh harus menghadap Tuhan sebagai hambanya. Wajahnya yang teduh di kala meninggal tentu memberikan indikasi bagi kita yang hidup jika Beliau sudah mengikhlaskan untuk kelanjutan kehidupan barunya. Pak Maftuh, selamat jalan, saya yakin Bapak Khusnul Khatimah.
Wallahu a’lam bi al shawab.