• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN

ZAKAT SEBAGAI INSTRUMEN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN
Senin, 7 Nopember 2016, saya memperoleh kesempatan untuk menguji disertasi di IAIN Sultan Thaha Saifuddin, Jambi. Acara menguji disertasi seperti ini tentu mengingatkan saya ketika saya masih aktif mengajar dan menguji di IAIN (kini UIN) Sunan Ampel Surabaya dan juga di perguruan tinggi lainnya.
Saya tulis acara menguji disertasi ini tentu karena menurut saya ada hal yang penting untuk diungkapkan. Misalnya seorang pengujinya adalah Wakil Gubernur Provinsi Jambi (Dr. H. Fachrori Umar, M.Hum), Mantan Pejabat di Pengadilan Tinggi Agama. Beliau sudah dua periode menjadi Wakil Gubernur Provinsi Jambi, yaitu pertama berpasangan dengan Pak Gubernur Hasan Basri Agus (HBA) dan kemudian mendampingi Gubernur Zumi Zola, yang mengalahkan incumbent di dalam pilihan gubernur Provinsi Jambi setahun yang lalu.
Selain itu juga tamu undangan di dalam ujian ini juga bervariasi, misalnya Pak Darmawel (Direktur Hukum di BNN), pejabat Kepolisian Daerah Jambi, pejabat dari Pangdam Jambi, Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Jambi dan segenap jajaran pejabat di Pemda dan jajaran pejabat di Kanwil dan Kankemenag Muara Bungo. Maklum jika yang menjadi tamu atau undangan ujian disertasi ini banyak, sebab Promovendus adalah Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Muara Bungo.
Judul disertasi Pak HM. Umar adalah “Pengelolaan Zakat oleh Badan Amil Zakat Nasional dalam Menunjang Pendidikan di Provinsi Jambi”. Sidang ujian disertasi ini dipimpin oleh Prof. Dr. HM. Muhtar, MPd., mantan Rektor IAIN Sultan Thaha Saifuddin, sahabat saya ketika sama-sama menjadi rector di IAIN. Waktu itu saya menjadi Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Sebagai penguji adalah saya (Prof. Dr. Nur Syam, MSi, Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya, Sekretaris jenderal Kemenag), Dr. Hadri Hasan, MA (Rektor IAIN Sultan Taha Saifuddin Jambi), Prof. Dr. Hasbi Umar, MA. PhD., Prof. Dr. Adrianus Chatib, SS, MHum. (Promotor), Dr. Hidayat, MPd. (Co-Promotor), Dr. Risnita, MPd., dan sekretaris Dr. Lukman Hakim, MPdI.
Sebagai penguji utama, saya diberi kesempatan untuk menjadi penguji pertama. Setelah berbasa-basi dengan mengucapkan selamat, maka saya tanyakan beberapa hal mendasar dalam kaitannya dengan kajian ini. Yaitu: sejauh mana disertasi ini telah memenuhi syarat orisinalitas disertasi, ada berapa banyak buku atau referensi baik itu berupa buku atau jurnal yang memberikan informasi bahwa kajian ini benar-benar orisinal. Lalu pertanyaan berikutnya adalah apa yang menjadi temuan akademis atau temuan teoretik dari disertasi ini. Sebagaimana diketahui bahwa salah satu kekuatan disertasi adalah pada temuan baru baik berupa konsep atau teori di dalam kajian-kajian yang serupa dengan disertasi ini atau di dalam bidang studi terkait. Kemudian, apa sumbangan praktis atau signifikansi praksis yang dihasilkan dari kajian di dalam disertasi ini. Sebagai rumpun ilmu yang applied science, maka harus ada hal-hal baru yang dapat disumbangkan untuk perbaikan atau solusi bagi problem yang sedang dihadapai. Karena temanya terkait dengan program zakat, maka tentu sumbangan praksisnya terletak pada apa yang kira-kira dapat menjadi program unggulan untuk pengelolaan zakat di Jambi.
Selain sebagai penguji utama, Pak Prof. Muhtar sudah menyiapkan scenario lain, yaitu meminta saya untuk memberikan taushiyah bagi doctor baru dan juga segenap audience. Saya sampaikan tiga hal, yaitu: pertama, sekali lagi ucapan selamat atas pengukuhan gelar doctor untuk Pak. HM. Umar. Sekarang Pak Umar sudah menyandang gelar baru, sebagai Doktor di bidang Manajemen Pendidikan. Artinya, bahwa Pak KH. M. Umar sudah menjadi akademisi paripurna, karena sudah menyandang gelar tertinggi dalam dunia akademis. Disertasi yang ditulis juga menjadi disertasi terbaik, sebab disertasi terbaik adalah disertasi yang bisa diselesaikan. Meskipun temanya sangat bagus dan menarik serta orisinal, namun jika disertasi tersebut tidak selesai berarti bukan yang terbaik. Saya pesankan kepada Pak Dr. Umar, bahwa menjadi doctor bukan akhir tetapi awal dari proses pencarian tiada henti terhadap samudra ilmu pengetahuan. Pasca menjadi doctor, maka harus banyak karya akademis lainnya. Baik karya dalam bentuk buku, laporan penelitian, karya tulis di jurnal dan sebagainya.
Kedua, tadi memang sengaja saya tanyakan tentang implikasi teroretik dan implikasi praksis. Pertanyaan tadi terkandung maksud bahwa karya seleval disertasi harus menemukan konsep atau teori baru yang berbeda dengan teori atau konsep yang sudah ada selama ini di dalam bidang ilmu yang dikaji. Jadi harus melahirkan teori baru di bidang manajemen pendidikan. Saya kira belum ada keberanian Pak Dr. Umar untuk melabel temuan empiriknya tersebut dengan label konseptual atau teoretik yang menonjol. Jadi masih ada peluang untuk menuliskan di dalam hasil akhir disertasi yang nanti akan disimpan di perpustakaan IAIN Jambi, sebagai renungan teoretik atau konseptual dimaksud. Harus diingat bahwa disertasi ini merupakan produk pertama di IAIN Jambi, maka harus menjadi contoh tentang disertasi yang akan lahir berikutnya.
Ketiga, tentang rekomendasi atau implikasi praksis. Saya memang sengaja menanyakan hal ini, sebab bagi saya harus ada temuan baru di dalam disertasi ini dalam kaitannya dengan program apa yang ke depan akan menjadi sarana untuk meningkatkan peran Baznas dalam bidang pendidikan. Misalnya dapat dituangkan dalam konsep program yang kurang lebih aplikabel sehingga akan dapat diterapkan di dalam upaya untuk meningkatkan pelaksanaan pengelolaan zakat untuk pendidikan.
Saya kira masih ada peluang untuk melakukan serangkaian perenungan tentang hal ini, terutama di dalam kerangka menjadikan disertasi ini sebagai karya akademis yang ekselen, sehingga kelak akan menjadi bahan referensi bagi siapa saja yang akan melakukan dalam tema-tema yang serupa.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MERAWAT KERUKUNAN MENUAI KEDAMAIAN

MERAWAT KERUKUNAN MENUAI KEDAMAIAN
Pagi ini, Ahad, 6 Nopember 2016, di Kantor Kementerian Agama di Jalan Thamrin diselenggarakan acara Gerak Jalan yang diinisiasi oleh Parisadha Buddha Dharma Niciren Soshu Indonesia (PBD-NSI) di bawah kepemimpinan Maha Pandita Utama, Suhadi Sanjaya. Acara ini diikuti oleh Majelis-Majelis Agama lainnya, seperti Kristen, Islam, Hindu, Katolik dan juga pejabat Kemenag serta para peserta dari berbagai kalangan.
Acara ini diikuti kira-kira dua ribu orang dan kebanyakan adalah para pemeluk agama Buddha. Gerak jalan ini juga dimeriahkan dengan Drum Band, tarian Nusantara dan juga lainnya. Semuanya menyatu di dalam kegiatan gerak jalan yang mengusung tema “Merawat Kerukunan Umat Beragama”. Acara ini juga sekaligus untuk memperingati Hari Kelahiran Parisadha Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia yang ke 52.
Satu hal yang saya catat bahwa acara seperti ini sesungguhnya bisa menjadi medium untuk saling bertemu di antara tokoh-tokoh agama. Hadir misalnya Ibu Hartati Murdaya, Ketua Umum Walubi, Wakil Sekretaris PBNU, Imam Pituduh, dan segenap Jajaran Majelis Agama Budha, serta dari PGI, KWI dan sebagainya. Baik sebelum dan sesudah acara gerak jalan, semua melingkar untuk duduk di kursi masing-masing dan membicarakan banyak hal terkait dengan kerukunan beragama.
Yang saya rasa menjadi surprise adalah kehadiran Pak Menteri Agama, Bapak Lukman Hakim Saifuddin, sebab sebelumnya beliau menginformasikan tidak bisa hadir karena kecapekan setelah mengawal Demontrasi “anti Ahok” sehari sebelumnya. Sebagai tambahan informasi, bahwa Pak Menteri sampai jam 2.00 dini hari baru pulang ke rumah. Pada jam 20.00 Beliau bersama Pak Jenderal Wiranto menyempatkan diri untuk melakukan monitoring di lokasi kerusuhan pasca demontrasi damai tersebut.
Saya tentu merasa paling plong dengan kehadiran Pak Menteri Agama, sebab tugas saya untuk mewakili Beliau tidak berlaku dan yang paling bahagia tentu adalah penyelenggara Gerak Jelan, Pak Suhadi dan seluruh jajarannya bahkan juga umat beragama. Mereka merasa bergembira dengan kehadiran Pak Menag. Perhatian Pak Menag saya kira bisa menjadi contoh tentang bagaimana pejabat harus memberikan peluang lebih besar untuk bertemu dengan rakyatnya.
Di dalam sambutannya, Pak menteri menyampaikan hal yang menurut saya sangat mendasar. Beliau nyatakan bahwa: “jangan jadikan agama sebagai wahana untuk menilai orang lain dan meminta orang lain untuk sama dan menghormatinya, akan tetapi lebih baik kita jadikan agama sebagai wahana untuk menjadi pedoman untuk menghormati dan menghargai orang lain”. Lebih lanjut Beliau menyatakan “Mari jadikan agama sebagai sarana untuk saling memahami yang lain dan bukan agama untuk meminta orang lain sama dengan kita.”
Jika prinsip ini yang dipakai, maka kerukunan pasti akan dapat dijalankan dengan baik. Kita jangan menuntut orang lain menghargai dan mengormati diri kita, tetapi kita lupa untuk menghormati dan menghargai orang lain. Orang lain pasti tidak akan menghormati dan menghargai kita, jika kita tidak menghormati dan menghargai orang lain.
Di dalam pidatonya, Beliau juga menyatakan: “Kerukunan umat beragama sudah merupakan bagian tidak terpisahkan dari bangsa ini. Kita sebagai bangsa yang besar, maka pluralitas dan multikulturalitas tentu merupakan sesuatu yang sangat niscaya. Perbedaan merupakan ciri umum dari bangsa yang besar seperti bangsa Indonesia. Jika kita ingin tetap menjadi bangsa yang besar, maka salah satu syaratnya adalah menghargai perbedaan dan merekatkan persatuan berbasis pada perbedaan-perbedaan tersebut.”
Selanjutnya, Pak Menteri juga menyatakan bahwa agar gerak jalan kerukunan ini ditradisikan sebagai sarana untuk saling bertemu antara satu penganut agama dengan lainnya. Agar para tokoh agama bisa bersama-sama berjalan dan bergandengan tangan, sehingga kerukunan umat beragama juga akan terjaga.
Sekali lagi Pak Menteri mengapresiasi terhadap penyelenggaraan acara Gerak Jalan dalam rangka memperingati Hari Kelahiran Parishada Buddha Dharma Niciren Syosyu Indonesia yang ke 52. Mari kita perkuat jati diri bangsa Indonesia dengan kerukunan yang sudah mentradisi di kalangan masyarakat Indonesia.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MERUMUSKAN PERENCANAAN BERBASIS TANGGUNG JAWAB

MERUMUSKAN PERENCANAAN BERBASIS TANGGUNG JAWAB
Hari Sabtu, 5 Nopember 2016, saya mendapatkan kesempatan untuk menjadi nara sumber pada acara yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha. Semestinya semalam saya akan menjadi nara sumber dan sekaligus membuka secara resmi acara ini. Akan tetapi karena terjadi demonstrasi di seputar jalan menuju ke Hotel Aston Marina, maka saya diminta untuk memberikan materi pada siang harinya.
Acara ini diselenggarakan terkait dengan telah selesainya Pagu Anggaran Kemenag untuk tahun 2017, sehingga seluruh unit Eselon I sudah melakukan telaah RKAKL yang sekanjutnya akan menjadi rujukan untuk melakukan serangkaian kegiatan pada tahun 2017. Di Hotel Aston Marina, kelihatannya banyak acara yang diselenggarakan oleh Unit Eselon I Pusat Kemenag, seperti Ditjen Bimbingan Masyarakat Islam dan Ditjen Pendidikan Islam.
Sebagai nara sumber, maka saya didampingi oleh Direktur Pembinaan dan Pendidikan Agama Buddha, Pak Supriyadi. Acara ini dihadiri oleh seluruh Pembimas Buddha se Indonesia, selain juga beberapa pejabat lain yang terkait dengan perencanaan program dan kegiatan pada Ditjen Bimas Buddha.
Sebagai nara sumber, saya menyampaikan beberapa hal yang sangat urgen terkait dengan perencanaan program dan kegiatan. Pertama, saya meminta seluruh pembimas Agama Buddha memastikan bahwa kegiatan yang dirumuskan di dalam perencanaan dapat dilaksanakan. Di dalam RKAKL, kita tidak sedang bermimpi tentang sesuatu yang akan dicapai di masa depan yang jauh, akan tetapi sesuatu yang pasti dalam setahun berlangsung. RKAKL berisi tentang prioritas program dan kegiatan yang menjadi tanggung jawab masing-masing Kementerian/Lembaga.
RKAKL harus memastikan bahwa perencanaan yang dirumuskan tersebut merupakan serangkaian program dan kegiatan yang bersumber dari kebutuhan masyarakat yang menjadi sasaran layanan Kemenag, khususnya Ditjen Buddha. Di sinilah makna mengapa kita harus memastikan bahwa kegiatan yang dirancang itu bisa dilakukan untuk kepentingan masyarakat.
Saya mengharapkan kepada para pembimas agar dapat merumuskan program dan kegiatan yang benar-benar relevan dengan kebutuhan rakyat, sehingga masyarakat merasakan kehadiran Negara melalui kementerian/lembaga pemerintah. Agar diupayakan bahwa setiap uang yang dibelanjakan untuk kegiatan tersebut memiliki dampak yang lebih nyata di tengah kehidupan masyarakat.
Kedua, agar dipastikan bahwa serapan anggaran di setiap unit memberikan gambaran realitas serapan yang optimal. Meskipun serapan bukanlah ukuran tentang kekuatan kinerja kelembagaan, akan tetapi selama ini masih terdapat pemikiran bahwa serapan yang tinggi dapat menggambarkan tingginya tingkat kinerja tersebut. Saya juga berpandangan bahwa seharusnya ada korelasi antara tingginya serapan anggaran dengan tingginya kinerja dan kehebatan impact bagi masyarakat luas.
Memang berdasarkan Evaluasi Kinerja untuk Semester III bisa diketahui bahwa tidak ada korelasi sgnifikan antara serapan anggaran dengan capaian kinerja Unit Eselon I. Serapan kita masih rendah sementara capaian kinerja relative tinggi. Tentu bukan kesalahan jika hal ini terjadi, sebab memang kenyataan empirisnya membenarkan bahwa seluruh program dan kegiatan sampai semester III dapat dlaksanakan secara memadai.
Ketiga, agar dapat dipastikan bahwa setiap program dan kegiatan dapat dipertanggungjawabkan secara memadai. Jangan sampai terjadi ketidakpatuhan pada regulasi apalagi dengan sengaja melakukan penyimpangan. Berdasarkan temuan BPK bahwa tingkat kepatuhan pada regulasi dari seluruh Unit Eselon I masih perlu ditingkatkan. Jika kita menginginkan kembalinya Opini WTP, maka hal yang harus dibenahi adalah tentang kepatuhan pada regulasi ini. Jangan sampai ketidakpatuhan kita pada regulasi bisa menjadi pengganjal terhadap Opini WTP dari BPK.
Seharusnya seluruh program juga harus bisa diukur apa pengaruhnya terhadap masyarakat kita. Pelayanan yang kita berikan harus memiliki dampak positif bagi kehidupan masyarakat agama-agama. Harus diingat bahwa tugas dan fungsi Kemenag adalah memberikan pelayanan kepada umat beragama. Makanya, kepuasan di dalam pelayanan agama-agama menjadi tolok ukur keberhasilannya.
Semestinya setiap rupiah yang kita keluarkan untuk program dam kegiatan itu harus bisa dipertanggungjawabkan secara administrative dan juga berdampak positif bagi masyarakat. Makanya, janganlah membikin kegiatan dalam jumlah ribuan, sehingga akan sangat sulit diukur hasilnya. Impactnya menjadi tidak jelas dan bisa-bisa mubadzir.
Di saat diberikan kesematan Tanya jawab, maka ada sebanyak enam penanya dari peserta dan jika disarikan maka sesungguhnya intinya satu saja, yaitu keinginan mereka agar SDM ASN di Pembimas Agama Buddha dapat ditambah. Sudah sekian lama tidak ada rekruitmen CPNS di Pembimas Buddha. Bahkan ada banyak Pembimas Buddha yang tidak memiliki staf. Maka harapannya agar ke depan diperhatikan mengenai SDM Agama Buddha ini. Saya nyatakan bahwa dewasa ini selalu saja untuk rekrutmen CPNS diprioritaskan untuk guru dan dosen. Oleh karena saya meminta agar Ditjen Bimas Buddha memiliki peta kebutuhan tentang ASN baik di pusat maupun di daerah. Dari sini akan kita lakukan negosiasi dengan Kementerian PAN dan RB. Dalam waktu dekat, maka yang bisa dilakukan adalah mengisi kebutuhan dengan jabatan Non-PNS. Makanya juga harus dipastikan anaggaran untuk belanja pegawai di kalangan ditjen Bimas Buddha untuk kepentingan ini.
Terkait dengan hal ini, maka saya meminta agar di dalam perumusan RKAKL pada Ditjen Bimas Buddha ini bisa mempertimbangkan “kepastian” sasaran, kebutuhan, dan capaian kinerjanya, sehingga apa yang kita lakukan tersebut dirasakan manfaatnya oleh rakyat.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PERAN ORGANISASI WANITA ISLAM DALAM PEMBANGUNAN

PERAN ORGANISASI WANITA ISLAM DALAM PEMBANGUNAN
Kala di Jakarta terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh organisasi Islam, maka saya ditugaskan Pak Menteri Agama, untuk membuka acara Muktamar Wanita Islam ke 11 yang diselenggarakan di Gedung Merdeka, yang dahulu dikenal sebagai Gedung Asia Afrika. Acara ini dilaksanakan pada tanggal 4 Nopember 2016.
Acara yang sangat penting ini dihadiri oleh Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat, Bapak Deddy Mizwar, Ibu Deddy Mizwar, saya (Prof. Dr. Nur Syam, MSi), Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Barat, Pak Bukhori, para Pimpinan Pusat Wanita Islam, Ketua Umum PP Wanita Islam, Dr. Ir. Hj. Atifah Thaha, MSc., Ketua Majleis PP Wanita Islam, Ibu Hj. Subariyah Husni Thamrin, dan jajaran Pimpinan PP Wanita Islam dan pimpinan Wilayah Wanita Islam seluruh Indonesia. Jumlah peserta Mu’tamar sebanyak kurang lebih 800 orang.
Sebagaimana biasanya di dalam acara yang dihadiri oleh actor atau actris, maka bintang acaranya tentu Wakil Gubernur Provinsi Jawa Barat, Pak Deddy Mizwar. Saya nyatakan di dalam pidato saya, bahwa nanti Ibu-Ibu pasti semuanya ingin foto dengan Pak Deddy. Dan ternyata betul, begitu saya selesai menabuh gong sebagai pertanda pembukaan acara ini secara resmi, maka peserta mau’tamar menyerbu Pak Deddy Mizwar untuk foto bersama. Jadilah acara riuh rendah untuk selfi dengan Pak Deddy yang memang juga menyediakan diri untuk foto bareng.
Pesona Pak Deddy memang luar biasa. Tentu karena pengaruh sinetron yang dibintanginya, sehingga semua peserta mu’tamar berebut untuk foro bersama. Sebagai bintang film dan sinetron yang senior dan professional, maka dilayaninya para peserta mu’tamar untuk foto bersama, dan bahkan tidak jarang beliau yang memfotonya sendiri.
Saya hadir mewakili Pak Menteri, sebab beliau diminta untuk tidak keluar kota atau harus tetap berada di Jakarta berkaitan dengan demonstrasi yang dilakukan untuk menuntut Pak Ahok diadili di dalam dugaan “penghinaan” terhadap kitab Suci Al Qur’an. Beliau meminta saya jam 16.00 WIB kemarin. Sesungguhnya sesuai jadwal Beliau akan hadir sendiri untuk membuka acara ini, tetapi perintah untuk meninggalkan Jakarta tentu harus dipatuhi. Jadilah saya yang harus ke Bandung. Karena berangkatnya pukul 4.15 pagi, maka jalanan sangat lancar. Persis dua jam saya sudah sampai di Bandung. Jadi sempat juga untuk sarapan pagi dengan menu Sate Gule di pinggiran jalan di Bandung. Nikmat juga pagi-pagi makan sate gule sapi.
Saya sampaikan bahan pidato Pak Menteri apa adanya. Tidak saya tambahi dan juga tidak saya kurangi. Saya nyatakan bahwa sebagai orang yang mewakili Pak Menteri, maka seluruh bahan pidato Beliau akan saya baca kecuali titik dan koma. Saya harus menjadi pembaca yang baik. Saya nyatakan bahwa saya akan bacakan seluruh gagasan dan pesan Pak Menteri di dalam kerangka pembukaan acara Mu’tamar Wanita Islam ke 11 ini.
Jika disarikan, maka pidato pak Menteri tersebut mengandung tiga hal penting, yaitu: Pertama, ucapan selamat dan apresiasi atas terselenggaranya acara Mu’tamar Wanita Islam, apalagi acaranya dibuka di Gedung Merdeka yang sangat bersejarah. Semua orang Indonesia akan mengenang Gedung Merdeka ini sebagai gedung dicetuskannya semangat persatuan Bangsa Asia Afrika yang digagas oleh Presdien Soekarno dan dilaksanakan di kota Bandung ini. Wanita Islam telah mengabdikan dirinya untuk kepentingan masyarakat Indonesia dalam waktu yang sangat panjang, yaitu semenjak tahun 1962 sampai sekarang. Sudah selama 54 tahun Wanita Islam mengabdi kepada bangsa dan Negara dan khususnya kepada umat Islam.
Wanita Islam didirikan pada tanggal 29 April 1962 atau bertepatan dengan tanggal 22 Dzulqaidah 1382 Hijriyah. Organisasi ini berhasil didirikan atas prakarsa Ibu Hj. Zaenab Damiri, Ibu Aisyah Hilal, Ibu Hj. Gitoatmojo, Ibu Sunaryo Mangunpranoto, Ibu AR Baswedan, Ibu RABS Sjamsurijal, Ibu SR Pujotomo dan sebagainya.
Sebagai organisasi dengan asas Islam, maka Wanita Islam bertujuan untuk membangun kehidupan keagamaan, sosial dan ekonomi. Wanita Islam sudah menyumbangkan banyak hal bagi keberagamaan masyarakat Indonesia hingga dewasa ini. Oleh karena itu, tentu sangat pantas jika pada kesempatan ini, kami mengucapkan selamat bermu’tamar dan semoga sukses.
Kedua, mu’tamar ini tentu untuk menandai tentang bagaimana kiprah Wanita Islam di dalam pembangunan bangsa, khususnya umat Islam. Mu’tamar selalu memiliki tiga agenda penting, yaitu memilih pemimpin baru, mengevaluasi program yang sudah dilakukan dan merancang program berikutnya. Sesuai dengan tema mu’tamar yaitu “Menuju Kepemimpinan Muslimah yang Istiqamah dan Profesional” , maka diharapkan bahwa Wanita Islam akan dapat menjadi organisasi keagamaan yang akan mampu menyiapkan generasi pemimpin Indonesia masa depan.
Wanita Islam memiliki khittah perjuangan “Panca Dharma”, yaitu: 1) Mengabdi Kepada Allah SWT merupakan tujuan hidup untuk mencapai keridlaannya: aqidah Islam, Syariah Islam dan akhlak Islam. 2) Menciptakan keselarasan hidup antara duniawi dan ukhrawi. 3) meningkatkan kualitas pribadi wanita untuk berperan di berbagai bidang sesuai harkat dan martabatnya. 4) melaksanakan tugas wanita sebagai pendidik putra bangsa. 5) berpartisipasi di dalam masyatakat secara aktif sebagai anggota masyarakat.
Melalui lima dharma ini, Wanita Islam ke depan diharapkan akan dapat memberikan kontribusinya terutama sebagaimana yang tertuang di dalam tema Mu’tamar, yaitu ingin mencetak generasi pemimpin bangsa yang Islami dan professional. Tidak hanya memiliki semangat keislaman yang tinggi tetapi juga profesional di dalam bidangnya.
Ketiga, kita harus menyadari bahwa tantangan bangsa Indonesia tentu akan semakin besar dan kompleks. Makanya, organisasi keagamaan seperti Wanita Islam tentu akan memiliki peran strategis untuk melahirkan pemimpin-pemimpin bangsa dalam levelnya masing-masing. Wanita Islam akan menjadi pegiat untuk menghasilkan pimpinan keluarga, pimpinan organisasi Islam, pimpinan masyarakat dan sebagainya.
Oleh karena itu kami berharap semoga melalui Mu’tamar Wanita Islam kali ini akan dapat merumuskan program strategis di dalam kerangka untuk pembangunan bangsa yaitu terciptanya “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur”.
Wallahu a’lam bi al shawab.

ALUMNI STITMA DAN AGEN NU

ALUMNI STITMA DAN AGEN NU
Hari Rabu yang lalu, 2/11/2016, saya mendapatkan kesempatan untuk menghadiri acara yang digelar oleh Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Makhdum Ibrahim (STITMA) Tuban. Saya selalu ingin datang pada acara-acara di Tuban tentu karena saya bisa datang ke rumah saya dan bertemu dengan Ibuku. Meskipun hanya sebentar, tetapi cukup rasanya saya bisa mencium tangannya dan kedua pipinya.
Saya senang melihat Ibu saya masih sehat di usinya yang mulai senja. Kira-kira 75 tahun. Meskipun demikian, beliau masih tampak sehat dan bugar. Tentu dalam kadar kebugaran orang tua. Jadi dengan menghadiri acara di Tuban berarti bisa dua pulau terlampaui. Bisa memberikan pencerahan kepada para wisudawan dan juga bisa pulang ke rumah. Selain bisa bertemu Ibu juga bisa menziarahi makam Bapak saya. Sebagai satu-satunya anak lelaki, saya merasa berkewajiban untuk merawat makam Bapak dengan cara menziarahinya.
Saya datang di kala acara sudah dimulai. Maklum saya dari Jakarta langsung ke Tuban. Acara sambutan-sambutan sudah dimulai. Sebagaimana biasa acara di Perguruan Tinggi NU pasti banyak sambutannya. Ada sambutan wakil wisudawan, sambutan Ketua STITMA, Ketua PCNU Tuban, Sambutan Bupati lalu sambutan saya dan terakhir orasi ilmiah oleh Prof. Dr. Masykuri Bakri, MAg., Rektor Universitas Islam Malang (UNISMA).
Acara ini memang cukup special dilihat dari yang hadir. Seperti Rois Syuriah PCNU Tuban, Kyai Chalilurrahman (Guru Saya), Kyai Abdurahman, Katib Syuriah PCNU Tuban, Bupati Tuban, KH. Fatchul Huda, Ketua DPRD Tuban, Wiyadi, SAg, MM., Ketua PCNU Tuban, Kyai Mustain, Kadiknas Tuban, Kapolres Tuban, Dandim Tuban, para pengurus Anak Cabang NU se Kabupaten Tuban, para wali dan orang tua wisudawan, serta wisudawan dan wisudawati.
Tentu saya menyadari bahwa saya tidak bisa memberikan taushiyah secara panjang lebar mengingat bahwa yang memberikan sambutan pasti banyak. Itulah sebabnya, saya hanya sampaikan hal-hal yang saya anggap mendasar. Ada tiga hal yang saya sampaikan, yaitu: pertama, ucapan selamat atas penganugerahan gelar sarjana strata satu setelah yang bersangkutan menyelesaikan pendidikan kurang lebih empat tahun. Dengan pencapaian gelar sarjana ini berarti bahwa para wisudawan telah menjadi bagian penting dari masyarakat Indonesia terpelajar yang kelak tentu akan memimpin bangsa ini dalam berbagai levelnya.
Kedua, saya berpandangan bahwa para alumni STITMA adalah calon-calon pemimpin NU di masa yang akan datang. Para generasi tua, seperti Pak Mustain, Kyai Chalil, Kyai Fathul Huda dan sebagainya tentu ada masanya lengser dari jabatan public, maka yang diharapkan menggantikannya adalah para wisudawan dan wisudawati sekarang ini. 20 sampai 30 tahun ke depan, maka saudaralah yang akan menjadi pimpinan NU di Tuban, bahkan juga di Jawa Timur dan Nasional. Oleh karena itu, harapan saya hendaknya saudara tetap berada di dalam kerangka untuk menegaskan bahwa NU tidak akan pernah berubah sebagai Islam Ahlu Sunnah Wal Jamaah yang selalu berada di dalam koridor Islam Rahmatan lil alamin.
Petuah para leluhur kita dan yang harus selalu kita ingat, Kyai Sahal Mahfudz (almarhum) yang menyatakan bahwa secara organisasi NU telah final di dalam memandang Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan sebagai consensus bangsa Indonesia. Tidak perlu diperdebatkan keberadaannya dan yang perlu adalah dipertahankan dan diamalkan.
Semakin banyak orang Tuban yang menjadi sarjana, maka akan bisa mendongkrak terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Tuban. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Pak Bupati bahwa IPM Tuban itu rendah sehingga berpengaruh terhadap kualitas pekerjaannya, pendapatannya, dan kesejahteraannya. Makanya, agar IPM Tuban bisa baik, maka kualitas pendidikan harus diperhatikan.
Madrasah-madrasah kita harus diperkuat kualitasnya. Untuk itu, saya memohon kepada Pak Bupati agar membantu terhadap kemajuan pendidikan madrasah tersebut. Sebagai ilustrasi saja, di Indonesia itu terdaoat sebanyak 91.000 lebih madrasah yang rusak ringan, sedang dan berat, sementara itu kekuatan Kemenag untuk membantu rehabilitasinya hanya sebanyak 500 madrasah. Jadi berapa tahun untuk menyelesaikan kerusakan ruang kelas di madrasah tersebut.
Sebagai pengambil kebijakan anggaran, maka Ketua DPRD yang alumni STITMA pasti bisa bekerja sama dengan Pak Bupati di dalam penganggaran yang memberikan kontribusi kemajuan bagi pendidikan madrasah. Saya sungguh menitipkan kepada jajaran pimpinan daerah Kabupaten Tuban untuk bersama kami meningkatkan kualitas pendidikan madrasah sebagai instrument untuk peningkatan IPM di Tuban.
Ketiga, Orang Tuban itu memiliki dua kebanggaan sekaligus, yaitu sifat keberanian yang diwariskan oleh Kanjeng Eyang Ronggolawe dan juga sifat spiritualitas yang diwariskan oleh Kanjeng Eyang Sunan Bonang. Saya kira tidak banyak orang yang memiliki dua kebanggan sekaligus ini. Makanya, mari kita ikuti dua sifat dan tindakan hebat dari leluhur kita itu. Mari kita menjadi pemberani seperti Kanjeng Eyang Ronggolawe untuk melakukan amar ma’ruf nahi mungkar, dan juga menjadi ahli pendakwah spiritual yang hebat sebagaimana teladan Kanjeng Eyang Sunan Bonang. Kebanggaan ini tentu tidak ada artinya kalau kita tidak berkontribusi dalam kapasitas kita masing-masing.
Jadi saya kira kita semua perlu menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain atau masyarakat, senyampang kita diberikan kekuatan dan kekuasan oleh Allah dalam profesi dan jabatan yang kita sandang. Saya yakin Allah akan meridlai upaya perbaikan yang kita lakukan.
Wallahu a’lam bi al shawab.