• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

INDEKS KEBAHAGIAAN ORANG INDONESIA

INDEKS KEBAHAGIAAN ORANG INDONESIA
Pagi ini, 04/02/2018, saya membaca tentang Indeks Kebahagiaan orang Indonesia yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Yang menarik bahwa Indeks Kebahagiaan tertinggi diraih oleh orang Maluku Utara dan yang terendah ialah Orang Papua. Saya tentu memohon maaf kepada para pembaca sebab saya tidak menyajikan data utuh dan juga tidak membandingkan dengan data sebelumnya mengenai indeks kebahagiaan tersebut.
Saya hanya ingin menggambarkan bahwa kebahagiaan itu sesuatu yang merupakan kumpulan atau akumulasi antara kesejahteraan yang di dalam banyak hal didekati dengan pendekatan ekonomi, misalnya pendapatan dan pengeluaran lalu ditambahkan dengan keterlibatan emosi, perasaan dan hati. Kebahagiaan bukanlah sekedar dilihat dari pendekatan ekonomi yang bercorak kurang lebih, akan tetapi didekati dengan keterpenuhan atau ketercukupan paduan antara kesejahteraan ditambah dengan suasana hati dan perasaan. Makanya kebahagiaan—dalam konteks survey BPS—lalu bisa saja bersifat juga kurang lebih. Maksudnya ada saat bahagia dan ada pula saat yang kurang dan tidak bahagia.
Saya ingin menyatakan bahwa hasil survey atau riset tentang kebahagiaan hanya menggambarkan dimensi sosial dan selebihnya tidak menggambarkan saat di mana kebahagiaan sesungguhnya sedang singgah di dalam diri kita. Dengan kata lain, bahwa hasil survey atau hasil analisis tentang data kebahagiaan hanyalah menggambarkan dimensi luar saja dari kebahagiaan tersebut. Kebahagiaan itu sangat individual, dan tergantung bagaimana makna kebahagiaan tersebut bagi orang per orang.
Saya pernah melakukan kritik terhadap indicator BPS sebagai penentu atau ukuran kebahagiaan. Di dalam tulisan di Blog saya –tentu saya lupa tahun berapa—saya pernah kemukakan bahwa dengan ukuran yang sangat reduktif maka tidak akan bisa menemukan hakikat kebahagiaan tersebut. Ukuran kebahagiaan kala itu adalah dengan indicator pendidikan, pekerjaan, pendapatan, pengeluaran, jumlah anak, lingkungan fisik, lingkungan sosial, kehidupan keluarga, dan lainnya, namun tidak menyertakan dimensi religiositas, spiritualitas, dan indicator-indikator emosionalitas, pernyataan perasaan, hati dan nuansa batiniah lainnya.
Jika menggunakan ukuran fisikal seperti itu, maka yang terjaring hanyalah “kebahagiaan semu” atau “pseudo happiness”. Pasti tidak didapatkan hasil hakikat kebahagiaan yang sebenarnya. Dan memang tugas BPS adalah memberikan gambaran tentang angka-angka yang secara umum atau data-data agregat yang secara mendasar hanya akan menjelaskan tentang tingkat kebahagiaan dan bukan hakikat kebahagiaan.
Sekali lagi dalam perspektif agama, kebahagiaan itu adalah ketercukupan secara fisikal dalam pemenuhan kebutuhan dan kepastian spiritual dan religious mengenai ketiadaan tekanan dalam kehidupan dan kepasrahan menghadapi kehidupan, kecukupan rasa syukur dan merasakan mendapat kerahmatan dan kerahiman Tuhan. Begitu kompleksnya indikator untuk menggambarkan tentang kebahagiaan tersebut. Jadi saya ingin menggambarkan bahwa data agregat boleh saja untuk mengukur tingkat kebahagiaan dan sesungguhnya ialah kesejahteraan dan kemudian dijadikan sebagai standart untuk merumuskan kebijakan dalam pembangunan bangsa.
Sesungguhnya kebahagiaan adalah persoalan individu. Sangat personal. Orang bisa saja menganggap dengan harta yang melimpah, maka kebahagiaan itu sudah datang menjelang. Dengan kekuasaan yang luar biasa juga bisa dianggap oleh orang lain telah mendapatkan kebahagiaan. Namun demikian, ternyata tidaklah pasti. Harta yang banyak, kekuasaan yang besar terkadang justru menjadi beban, misalnya dalam contoh sederhana ialah keinginan untuk mempertahankannya. Maka lalu di mana kebahagiaan itu? Harta dan kekuasaan ternyata juga belum tentu membahagiakan.
Orang yang secara ekonomi sangat sederhana, hanya cukup untuk makan sehari-hari dengan rumah yang sederhana juga, tetapi rumah sendiri, bahkan terkadang merasakan kebahagiaan. Jadi merasa cukup atas segala sesuatu yang menjadi haknya adalah tanda-tanda kebahagiaan. Jadi, orang yang merasa cukup dengan karunia Tuhan hari ini adalah orang yang “mendekati” kebahagiaan.
Menjadi bahagia tentu lalu bisa dikaitkan dengan perasaan menerima, pasrah dan syukur atas semua karunia Tuhan. Dengan demikian, kebahagiaan sungguh tidak bisa diukur dengan harta, kekuasaan, kehebatan dan prestasi yang luar biasa. Akan tetapi diukur oleh perasaan diri sendiri di dalam menghadapi kehidupan itu.
Dengan demikian, selama di dalam hati kita masih terdapat keinginan yang harus dicapai dan keinginan tersebut makin jauh dari indikasi keberhasilan, maka di saat itu dipastikan kebahagiaan terasa tidak akan secepatnya datang kepada kita.
Lalu bagaimana kita menghadapinya. Maka jawabannya, menerima dan pasrah atas takdir Tuhan lalu bersyukur atas semua yang ditakdirkan untuk kita. Jika kita bisa seperti itu, maka sesungguhnya kebahagiaan itu sudah akan menjemput kehidupan kita.
Wallahu a’lam bi al shawab.

MEMPERTAHANKAN OPINI WTP BAGI KEMENAG

MEMPERTAHANKAN OPINI WTP BAGI KEMENAG
Dalam minggu ini, ada dua acara penting diselenggarakan oleh Kemenag dalam kaitannya dengan persiapan penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Agama (LKKA) tahun 2017. Acara ini dipandang penting sebab semua ASN Kemenag tentu berharap bahwa kita harus mempertahankan opini WTP sebagai bagian dari marwah Kemenag. Bahkan sudah dibakukan suatu pernyataan “WTP Harga Mati”.
Setelah kita mengumpulkan para Kakanwil Kemenag yang akan menjadi sample pemeriksaan BPK, maka hari Jum’at, 19 Januari 2018 kita mengumpulkan para Rektor seluruh Indonesia, yang juga akan menjadi sampel di dalam pemeriksanaan BPK. Kita berharap bahwa dengan persiapan yang lebih baik, maka kemenag akan menorehkan prestasi yang baik, opini WTP dari BPK.
Di antara Rektor PTKN yang hadir ialah Rektor UIN Lampung, Prof. Moh. Mukri, Rektor UIN Jogyakarta, Prof. Yudian, Rektor UIN Semarang, Prof. Muhibbin, Rektor UIN Sumatera Utara, Prof. Saidurrahman, Rektor UIN Banten, Prof. Fauzul Iman, Rektor UIN Bandung, Prof. Mahmud, Rektor UIN Mataram, Prof. Mutawalli, Rektor UIN Surabaya diwakili oleh Warek II, Dr. Zumratul Mukaffa, dan lainnya juga diwakili oleh Kabiro atau Warek II.
Acara ini dibuka oleh Pak Agusli Kabag Aklab Biro Keuangan dan BMN Kemenag dan juga dihadiri oleh Kepala Biro Keuangan dan BMN Kemenag, Pak Ali Irfan. Di dalam kesempatan ini, saya diminta untuk memberikan pengarahan dan penjelasan mengenai perlunya persiapan yang lebih baik menghadapi pemeriksaan BPK sebab hal ini merupakan pertaruhan yang luar biasa. Sekali lagi “WTP Harga Mati”.
Secara umum, sebenarnya kita sudah mempersiapkan perangkat untuk menyusun LKKA agar lebih baik atau sekurang-kurangnya sama dengan capaian tahun lalu, misalnya pengangkatan Duta Akrual Kemenag. Di dalam kesempatan ini, saya sampaikan tiga hal, yaitu: pertama, ungkapan rasa terima kasih saya kepada para Rektor yang hadir apalagi didampingi oleh pejabat Kepala Biro atau Warek II. Acara ini sangat penting dan saya memang berharap para Rektor datang agar bisa secara langsung mendapatkan pembekalan terkait dengan upaya untuk mempertahankan WTP dan khususnya menghadapi pemeriksaan BPK yang kali ini tentu lebih ketat. Mempertahankan WTP itu jauh lebih berat ketimbang untuk meraihnya, sebab harus terdapat capaian LKKA yang lebih baik dibandingkan dengan capaian WTP di masa lalu. Saya terus terang merasakan tekanan yang lebih kuat sekarang ini untuk mempertahankan WTP, sebab hal ini merupakan pertaruhan marwah Kemenag. Kita harus berhasil untuk mempertahankan WTP itu dan semua harus bekerja keras untuk mencapainya. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Presiden RI, Bapak Joko Widodo, di dalam acara penyerahan DIPA di Istana Bogor, bahwa mencapai WTP itu bukan prestasi tetapi kewajiban.
Kedua, untuk mempertahankan WTP maka ada empat ukuran yang sudah sering saya sampaikan, yaitu: 1) Kesesuaian antara Laporan Operasional (LO) dengan Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Tahun lalu kita bisa menekan angka kesesuaian ini dengan sangat baik dan bisa mengantarkan Kemenag memperoleh WTP. Sebagaimana kita ketahui bahwa kita gagal untuk mempertahankan WTP DPP tahun 2015 dan menjadi WDP disebabkan oleh kenyataan kita tidak bisa menekan kesesuaian LO dan LRA ini. 2) Ketercukupan penyajian, ialah bahwa semua bentuk transaksi keuangan dapat disajikan dengan wajar, artinya pertanggungjawabannya benar-benar tidak ada kekurangan. Semuanya menggambarkan bahwa pertanggungjawaban keuangan sudah diyakini oleh BPK tidak ada kesalahan sedikitpun. 3) angka kerugian Negara juga bisa diselesaikan dengan baik. Di dalam konteks ini, maka harus terdapat kepatuhan yang sangat tinggi, sehingga semua indikasi kerugian Negara telah berhasil diselesaikan dengan memadai dan 4) SPI juga sudah berjalan sesuai dengan regulasi dan implementasinya.
Di dalam konteks penyusunan LKKA kita juga masih menghadapi PAGU Minus yang tahun ini juga harus diselesaikan dengan baik. Berdasarkan pengalaman kita tahun lalu, kita juga bisa menekan PAGU Minus sampai titik aman. Oleh karena itu, tentu kita sangat berharap agar dua masalah di dalam penyusunan LKKA, yaitu: PAGU minus dan kesesuaian LO dan LRA bisa diselesaikan dalam waktu yang terbatas ini.
Ketiga, kehadiran para rector ini merupakan indikasi akan keterlibatan dan tanggungjawab rector untuk menyelesaikan masalah yang terakit dengan LKKA. Oleh karena itu saya memohon dengan sangat agar para rector harus terlibat secara teknis agar memahami hal-hal ini. Jika selama ini para rector selalu memikirkan perubahan-perubahan besar dan konsep-konsep besar, maka sudah saatnya para rector juga memahami terhadap detil persoalan, termasuk persoalan laporan keuangan.
Sungguh menjadi harapan kita semua agar penyusunan LKKA tahun 2017 berjalan sesuai dengan jadwal dan kemudian memperoleh opini WTP sebagaimana yang kita harapkan semua.
Wallahu a’lam bi al shawab.

HARI AMAL BHAKTI KEMENTERIAN AGAMA KE 72

HARI AMAL BHAKTI KEMENTERIAN AGAMA KE 72
Rangkaian panjang peringatan Hari Amal Bhakti Kementerian Agama ke 72 usai sudah. Hari Jum’at, 19 Januari 2018 merupakan acara penutupan peringatan HAB tersebut. Acara di dalam HAB memang sangatlah banyak. Ada kegiatan pertandingan olah raga, seperti futsal, bulutangkis, bola volley, tarik tambang dan sebagainya. Lalu juga terdapat perlombaan seni, seperti lomba MC, dirigen Lagu Indonesia Raya, Kemenag Idol dan sebagainya.
Selain itu juga terdapat kegiatan dzikir bersama untuk negeri yang dihadiri oleh AA Gym atau KH. Abdullah Gymnastiar dari Pesantren Darut Tauhid, pengajian untuk bangsa yang diberikan oleh Cak Nun atau KH. Emha Ainun Najib dari Jogyakarta dan sekaligus juga pementasan Kyai Kanjeng. Selain itu juga terdapat kegiatan jalan kerukunan dan senam massal yang diikuti oleh segenap pejabat dan pelaksana Kemenag dari pusat, DKI, Banten, Jawa Barat dan lainnya.
Acara demi acara berjalan dengan lancar dan mengasyikkan. Saya merasakan bahwa aura acara HAB ke 72 ini sangat semarak dibandingkan dengan acara HAB serupa pada tahun sebelumnya. Tentu berkat kerja keras dari seluruh panitia pelaksana dan juga dengan kebersamaan yang sangat tinggi. Makanya, pantaslah jika kita semua mengapresiasinya. Yang tidak kalah juga support dari Asosiasi Perbankan Syariah yang memberikan donasi yang cukup untuk penyelenggaraan acara-acara ini. Makanya, secara khusus saya sampaikan ucapan terima kasih tidak terhingga kepada semua pihak yang membantu terhadap terselenggaranya acara ini dengan semarak dan khidmat.
Di tengah hujan gerimis sebelumnya, saya menduga bahwa acara penutupan HAB ke 72 ini akan kurang semarak. Dalam pikiran saya bahwa dengan suasana sedikit hujan yang terjadi, maka orang akan enggan untuk mengikuti senam massal itu. Apalagi Pak Menteri, Pak Lukman Hakim Saifuddin, juga sedang berada di luar negeri. Beliau menghadiri acara Konferensi Internasional tentang Palestina di Mesir. Ternyata dugaan saya salah. Lapangan Kementerian Agama ternyata penuh sesak dengan peserta. Dari kalangan dalam –kemenag pusat—dan juga dari DKI, Jabar dan Banten. Sungguh pemandangan yang indah melihat semaraknya acara senam massal yang diikuti oleh segenap karyawan Kemenag ini.
Acara penutupan dimulai dengan laporan Ketua Panitia, Dr. Rahmat Mulyana Sapdi, Sesbalitbangdiklat. Di dalam sambutannya dinyatakan rasa syukur atas keberhasilan penyelenggaraan acara HAB ke 72. Beliau nyatakan ucapan terima kasih atas semua upaya dan bantuan yang diberikan oleh semua pihak. Disampaikan juga seluruh kegiatan yang diselenggarakan pada acara ini. Dan yang menarik, katanya bahwa “panitia tidak punya hutang kepada siapapun di dalam penyelenggaraan acara ini.”
Di dalam sambutan yang saya sampaikan, saya nyatakan tiga hal, yaitu: pertama, bersyukur kepada Allah atas semua karunianya sehingga kita bisa menyelenggarakan acara HAB ke 72 dengan semarak dan membahagiakan. Saya sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang membantu terhadap pelaksanaan HAB dengan sebaik-baiknya. Kepada Asosiasi Perbankan Syariah dan juga Bank Konvensional yang membantu acara sehingga seluruh acara terselenggara dengan baik, maka atas nama Kementerian Agama saya ucapkan terima kasih. Demikian pula kepada segenap pengisi acara, seperti Cak Inun dengan Kyai Kanjengnya, AA Gym dan segenap pembaca Ratib Hadad, dan seluruh panita dan peserta sangat layak saya mengucapkan terima kasih. Sungguh bahwa HAB kita kali ini adalah yang tersemarak selama ini.
Kedua, Tema HAB kita kali ini adalah “Tebarkan Kedamaian”. Sesuai dengan tema ini maka kita berharap agar semua ASN Kemenag dapat menjadi agen bagi penyebaran kedamaian. Sebagaimana yang sering kita dengar dari Pak Menteri, bahwa ASN Kemenag haruslah menjadi agen-agen perdamaian dan selalu menjaga terhadap moderasi agama. Hakikatnya semua agama memiliki pesan agar selalu menjaga perdamaian. Tidak ada ajaran agama yang di dalamnya untuk saling membunuh dan memerangi. Semua berpesan bahwa perdamaian merupakan tujuan akhir bagi hadirnya agama di tengah-tengah kita semua.
Jika semua di antara kita memahami agama sebagaimana pesan substansial agama-agama itu, maka akan terjadi perdamaian dan ujung akhirnya ialah harmoni dan kerukunan umat beragama. Jika kaum agamanya semua rukun, maka ke depan akan terjadi kerukunan nasional bahkan kerukunan antar bangsa yang akhirnya akan menghasilkan kesejahteraan dan kebahagiaan. Sungguh kita semua mendambakan agar perdamaian menjadi instrument bagi terselenggaranya kehidupan yang baik.
Ketiga, Di tengah tahun politik ini juga para ASN kita minta agar tidak terjebak pada politik praktis. Jangan sampai ada di antara kita yang terlibat secara langsung dengan pilkada maupun pemilu, baik legislative maupun eksekutif. Jangan ada di antara kita yang hadir di dalam deklarasi calon bupati, gubernur, maupun calon anggota DPR/DPD bahkan calon Presiden/Wakil Presiden. Semua diharapkan focus pada pekerjaannya. Sebagaimana pesan Pak Menteri agar kita bekerja dengan baik dan juga pesan Pak Presiden agar kita focus kepada program dan kegiatan pemerintah. Jangan ada yang terlibat di dalam politik praktis.
HAB ke 72 usai sudah dan tugas kita berikutnya ialah membayar lunas kepercayaan Negara terhadap anggaran Kemenag. Yang harus dilakukan berikutnya ialah bagaimana agar anggaran yang merupakan hak rakyat tersebut dapat digunakan secara optimal untuk kesejahteraan rakyat.
Wallahu a’lam bi al shawab.

CAK NUN DAN HARI AMAL BHAKTI KE 72

CAK NUN DAN HARI AMAL BHAKTI KE 72
Saya tentu senang dengan kehadiran Kyai Emha Ainun Najib atau biasa dipanggil dengan sebutan Cak Nun, pada tanggal 11 Januari 2018 sebagai bagian dari rangkaian peringatan Hari Amal Bhakti Kementerian Agama ke 72. Apalagi Cak Nun hadir dengan paket lengkap. Isteri Beliau, Ibu Novia Kolopaking dan Group Kyai Kanjeng juga datang.
Acara ini diselenggarakan di Lapangan Kementerian Agama, Jl. Lapangan Banteng 3-4 Jakarta Pusat. Untuk menyelenggarakan acara ini tentu harus dipasang tenda yang kuat. Maklum bahwa sekarang musim hujan dan terkadang turunnya hujan itu dalam waktu yang tidak terduga. Untung Pak Arif Harsono dari PT Samator Grup menyumbangkan tenda yang sangat bagus dan sangat representative untuk menggelar acara yang prestisius tersebut.
Hadir pada acara ini ialah Menteri Agama, Pak Lukman Hakim Saifuddin, para pejabat eselon I Kemenag, para pejabat eselon II pusat dan daerah, dan masyarakat penggemar Cak Nun. Selain itu juga hadir para pejabat dari Kemenag DKI dan aparatnya, dari Jawa Barat dan juga Banten. Selain itu juga hadir para Kakanwil dan Rektor serta Ketua PTKN se Indonesia. Dan yang menggembirakan juga hadirnya para tokoh agama dari Majelis-Majelis Agama di Indonesia. Sungguh acara yang komplit pada malam tasyakuran tersebut.
Saya mengenal Cak Nun tentu sudah sangat lama. Pada tahun 2008 saya sering bersama Beliau di dalam acara Bang-Bang Wetan yang selalu diselenggarakan di Balai Pemuda Surabaya. Saya juga membantu Beliau untuk memberikan ceramah tentang banyak hal. Saya tentu masih ingat bagaimana para pemuja Cak Nun selalu hadir pada acara-acara Maiyahan di Surabaya. Hanya saja saya tidak bisa terus mengikuti acara Beliau sebab terkendala oleh waktu.
Maklum, Cak Nun menyelenggarakan acaranya itu sampai larut malam. Bisa sampai jam 2 dini hari. Dan anehnya, semua penggemarnya tidak beringsut dari tempat duduknya. Semua dengan tekun menyimak pandangan-pandangannya. Nyaris semuanya mengikuti dengan cermat ceramahnya. Karena pagi hari saya harus datang ke kantor di IAIN Sunan Ampel (kini menjadi UIN Sunan Ampel), maka kemudian saya tidak terus mengikuti acara Beliau.
Saya juga tentu ingat bagaimana saya mengundang Beliau di IAIN Sunan Ampel dalam acara yang sama. Waktu itu menjelang pemilihan Rektor IAIN Sunan Ampel. Saya masih ingat pesan Beliau agar saya mengembangkan IAIN Sunan Ampel menjadi perguruan tinggi yang terpandang. Sebagaimana biasa acara ini juga dihadiri oleh para penggemarnya, para dosen dan mahasiswa IAIN Sunan Ampel.
Saya didaulat oleh panita HAB untuk memberikan sambutan, makanya saya sampaikan tiga hal penting, yaitu: pertama, ucapan terima kasih atas kehadiran Pak Menteri Agama beserta Ibu Willy Tresna Lukman Hakim, para pejabat di lingkungan Kemenag, para ASN dan juga para pecinta acara Cak Nun. Juga saya sampaikan ucapa terima kasih atas dukungan semua pihak dan para tokoh agama. Hadir bersama kita Pak Suhadi Senjaya, Pak Arif Harsono, Pak Piyandi, dan sejumlah tokoh agama lainnya. Juga pimpinan Asosiasi Perbankan Syariah dan Bank Konven dan seluruh hadirin. Semuanya berkontribusi atas terselenggaranya acara HAB dengan baik. Secara khusus ucapan terima kasih saya sampaikan kepada Cak Nun dengan timnya. Acara ini terselenggara berkat upaya Pak Menteri yang sangat mengharap Cak Nun datang di acara ini. Maklum seharusnya acara ini diselenggarakan pada tanggal 5 Januari yang lalu, akan tetapi karena bertepatan dengan acara lain yang tidak bisa ditinggalkan oleh Cak Nun, maka kita bersyukur acara terselanggara hari ini.
Kedua, Cak Nun atau nama lengkapnya ialah KH Emha Ainun Najib ini adalah kyai dan sekaligus budayawan. Beliau adalah kyai yang kritis dalam menyikapi banyak hal. Tidak terkecuali juga mengkritisi terhadap pemerintah. Itulah sebabnya Cak Nun dikenal di Jawa Timur bahkan juga di Nusantara sebagai Kyai Mbeling. Konsep Mbeling itu tidak sama dengan nakal. Jika nakal itu sebuah kebodohan dan mengandung kesalahan, maka Mbeling itu memiliki dimensi kecerdasan, religiositas dan bahkan spiritualitas. Sebuah ungkapan yang tidak berlebihan saya kira. Beliau memang memiliki kemampuan untuk mengekspresikan pikirannya baik dalam tulisan maupun lesan dengan sangat baik.
Saya tentu bergembira bahwa Beliau masih mengingat saya dan mengkritik saya tentang catatan Kyai Mbeling tersebut. Katanya, “tidak ada istilah mbeling berkaitan dengan spiritualitas. Itu Hanya Pak Sekjen takut sama saya saja”. Acara ini juga gayeng karena Pak Menteri memberikan sambutan dalam cara berpuisi. Dengan judul “Wajah-Wajah” beliau memberikan gambaran tentang multi wajah manusia sesuai dengan konteksnya.
Selain memberikan ceramah, Cak Nun juga memberikan kesempatan kepada Bu Novia untuk menyanyi dan juga grup Kyai Kanjeng untuk menyanyi dan memberikan hiburan dalam parodi-parodi Jawa. Saya kira acara ini cukup lengkap sebab selain menghibur dengan alunan music religious juga ada taushiyah keagamaan.
Saya sungguh merasakan betapa waktu yang cukup panjang tanpa terasa usai sudah. Jam sudah menunjukkan pukul 23.20 menit, dan acara pun ditutup dengan menyanyikan lagu-lagu daerah dari seluruh Indonesia. Kecintaan kita terhadap Indonesia dengan kebudayaannya dan keberagamannya begitu kelihatan di dalam acara tasyakuran HAB ke 72 ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PROF. DR. NUR SYAM: PENGHARGAAN 30 TAHUN PENGABDIAN KEPADA NEGARA

PROF. DR. NUR SYAM: PENGHARGAAN 30 TAHUN PENGABDIAN KEPADA NEGARA
Ada yang istimewa di dalam puncak peringatan Hari Amal Bhakti (HAB) Kementerian Agama RI ke 72, yaitu penerimaan lencana Karya Satya, 10 tahun, 20 tahun dan 30 tahun. Meskipun pemberian atau penghargaan Lencana Karya Satya tersebut setiap tahun diberikan tetapi tetap saja menarik untuk dicermati karena hal itu menggambarkan prestasi seorang ASN.
Saya bersyukur karena saya menerima Penghargaan Lencana Karya Satya 30 Tahun Pengabdian kepada Negara. Saya tentu merasa bergembira bahwa di akhir masa jabatan saya sebagai pejabat structural ini saya memperoleh penghargaan dari Pemerintah Republik Indonesia yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
Sebelumnya saya juga memperoleh penghargaan Lencana Karya Satya 20 tahun pada waktu saya menjabat sebagai Rektor IAIN Sunan Ampel, tahun 2010. Suatu penghargaan yang bagi saya juga bermakna sebagai seorang Pegawai Negeri Sipil yang dianggap memiliki ketercukupan persyaratan untuk memperoleh penghargaan dari Pemerintah RI.
Bersama saya untuk memperoleh penghargaan Karya Satya tersebut adalah sejumlah pegawai negeri di Kemenag yang memperoleh penghargaan Karya Satya 10 dan 20 tahun. Di antara yang memperoleh penghargaan Karya Satya 20 tahun tersebut ialah Prof. Muhammadiyah Amin Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Caliadi, SH, MH., Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Buddha, Prof. Dr. Nizar, MAg., Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah dan lainnya.
Penyerahan Lencana Karya Satya dilakukan oleh Menteri Agama, Bapak Lukman Hakim Saifuddin didampingi oleh Inspektur Jenderal Kemenag, Prof. Dr. HM. Nurkholis Setiawan dan Kepala Biro Umum, Syafrizal. Pemberian penghargaan dilakukan secara simbolik tentu terkait dengan waktu yang terbatas untuk pelaksanaan upacara. Saya menjadi penerima utama penghargaan ini dan disematkan penghargaannya langsung oleh Pak Menag. Saya tentu saja mengucapkan terima kasih kepada Pak Menag atas pemberian penghargaan itu. Bukan sekedar ucapan terima kasih, tetapi juga merupakan bentuk rasa tasyakkur atas nikmat yang diberikan oleh Allah atas diri saya.
Tentu saja ada kriteria yang umum maupun yang khusus untuk seseorang bisa menerima penghargaan tersebut. Ukuran utamanya ialah masa pengabdian seseorang yang sudah mencapai batas waktu yang mencukupi. Saya mendapatkan penghargaan Lencana Karya Satya XXX tahun sebab saya sudah mengabdi lebih dari 30 tahun. Tepatnya saya diangkat sebagai PNS tahun 1986, jadi sudah mengabdi selama 31 tahun, 9 bulan. Suatu waktu pengabdian yang cukup lama.
Lalu yang juga menjadi ukuran lain ialah kesetiaan kepada negara dan bangsa. Yang memperoleh penghargaan tentu saja ialah orang yang terus menerus menggelorakan semangat mempertahankan 4 (empat) pilar consensus kebangsaan. Dalam konteks ini saya telah merasa menjadi salah satu PNS yang terus menulis dan menyemangati para generasi muda agar terus mencintai Pancasila dan menjadikannya sebagai dasar dan pandangan hidup bangsa. Saya telah menulis ratusan tulisan tentang ketidaksetujuan saya dengan gerakan radikalisme, ekstrimisme,i kekerasan sosial, intoleransi dan sebagainya.
Yang tidak kalah penting tentu ialah semangat bekerja dan kedisiplinan. Saya nyaris tidak pernah izin cuti selama ini. Selama 31 tahun lebih saya tidak memanfaatkan izin cuti tahunan untuk istirahat bekerja. Saya terus bersemangat bekerja untuk kepentingan kementerian yang yang telah mempercayai saya untuk bekerja di dalamnya. Tentu masih ada kriteria lainnya yang menjadi tolok ukur pemberian Lencana Karya Satya ini. Namun “ala kulli hal” saya sungguh merasakan kelegaan dan kebahagiaan terpilih sebagai penerima Lencana Karya Satya XXX tahun dengan Lencana berwarna emas yang mengagumkan.
Di dalam sambutannya, Menteri Agama, menyatakan bahwa: “Kita harus mensyukuri perjalanan panjang Kementerian Agama yang memasuki usia 72 tahun. Tentu bukan usia yang muda lagi. Kementerian Agama sudah memasuki usia yang dewasa. Usia yang matang. Usia yang harus direnungkan terkait dengan sumbangannya bagi masyarakat nusa dan bangsa.”
Lebih lanjut beliau menyatakan: “Peringatan Hari Amal Bhakti Kementerian Agama jatuh pada tanggal 3 Januari, sebab Kementerian Agama memang lahir pada tanggal 3 Januari 1946, genap 72 tahun yang lalu. Kementerian Agama merupakan Kementerian yang pertama lahir dari rahim Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Kementerian yang memiliki fungsi untuk pengembangan kehidupan umat beragama. Kementerian ini menyandang kata agama, makanya harus dijadikan agama itu sebagai perekat dan pendamai bagi semuanya. Agama harus dijalankan sesuai dengan substansinya. Meskipun agama itu bermacam-macam namanya, tetapi hakikatnya atau substansinya ialah untuk membangun keharmonisan, keselamatan, keadilan dan kebersamaan. Tidak ada agama yang mengajarkan tentang konflik dan kekerasan.”
Juga dinyatakannya: “itulah sebabnya untuk HAB yang ke 72 ini sengaja dipilih slogan tebarkan kedamaian, sebab inti ajaran agama ialah kedamaian itu sendiri. Kita semua berharap untuk dapat menjadi agen-agen perdamaian. Di setiap diri ASN harus menjadi agen-agen perdamaian untuk bangsa dan negara kita.”
Kiranya, HAB ke 72 ini memiliki makna penting, tidak hanya karena saya mendapatkan Lencana Karya Satya, akan tetapi karena HAB ini memang lebih serempak dan meriah dibandingkan dengan HAB tahun sebelumnya. Kita semua menjadi saksi bahwa Kementerian Agama merupakan ladang perjuangan bagi kita semua untuk menegakkan kedamaian di Bumi Nusantara.
Wallahu a’lam bi al shawab.