• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KE ROMA: MEMBANGUN MODERASI AGAMA (4)

KE ROMA: MEMBANGUN MODERASI AGAMA (4)
Acara pembukaan Dialog Antar Agama Masyarakat Indonesia di Eropa diselenggarakan tepat waktu, yaitu pukul 17.00 Waktu Italia, 30/06/2018. Acara ini dipimpin oleh Bapak Markus Solo, orang Nusa Tenggara Timur (NTT) yang telah lama mengabdi di Keuskupan Takhta Suci Vatican. Acara dimulai dengan menyanyikan Lagu Indonesia Raya yang dilakukan bersama-sama.
Acara dibuka oleh Duta Besar untuk Takhta Suci Vatican, Bapak Antonius Agus Sriyono, yang hadir bersama Ibu Agus Sriyono. Di dalam kesempatan ini beliau menyatakan bahwa tujuan Dialog Antar Agama Masyarakat Indonesia di Eropa ialah untuk saling memahami tentang hubungan antar agama di Indonesia. Oleh karena itu, hadir di forum ini para narasumber yang terdiri dari berbagai agama. Dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu. Mereka ini akan berdiskusi dengan kita semua agar pemahaman tentang hubungan antar agama itu menjadi semakin baik. Tentu yang diharapkan ialah agar dialog itu tidak hanya bercorak elitis saja, dialog dengan sesama tokoh agama saja, akan tetapi dialog antar umat beragama. Beliau juga mengapresiasi terhadap kehadiran para pemuda di dalam acara ini. Para pemudalah yang ke depan akan menjadi tulang punggung bagi kehidupan beragama yang damai, tenteram, rukun dan harmonis.
Giliran berikutnya yang menjadi narasumber ialah Ibu Dewi Sawitri Wahab, Staf Ahli Menteri Luar Negeri Bidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia di Luar Negeri. Di dalam pemaparannya, dinyatakan bahwa program Dialog Antar Agama Masyarakat Indonesia di Eropa ini tentu sangat tepat dan strategis. Program ini sangat relevan dengan kebijakan pemerintah untuk terus menerus menggerakkan dialog antar umat beragama. Dan hal ini sejalan dengan program untuk membangun beragama yang Moderat, misalnya Islam wasathiyah untuk mewujudkan Islam rahmatan lil alamin. Kita sudah berhasil untuk melakukan Konsultasi Tingkat Tinggi Tokoh-tokoh Agama se Dunia, dan juga trilateral meeting antara Indonesia, Pakistan dan Afghanistan. Kita berharap agar Afghanistan segera dapat menyelesaikan urusan internalnya, sehingga bisa tercapai perdamaian yang diharapkan.
Lalu, perlu untuk menggerakkan masyarakat Indonesia di luar negeri, khususnya di Eropa. Para diaspora ini diharapkan juga terlibat di dalam upaya untuk membangun kehidupan beragama yang moderat, anti kekerasan dan membangun kedamaian. Yang tidak kalah menarik bahwa Indonesia sudah menjadi Anggota Tidak tetap Dewan Keamanan Persatuan Bangsa-Bangsa (DK-PBB). Maka keinginan pemerintah ialah keterlibatan kita semua untuk memerangi radikalisme, ekstrimisme dan terorisme di tingkat global. Indonesia harus berperan aktif untuk menjaga perdamaian.
Kemudian, juga diharapkan agar para diaspora terlibat di dalam menjaga keharmonisan antar agama dan antar bangsa terutama terkait dengan tahun politik tahun 2019. Dinamika politik akan meningkat di saat itu, dan para diaspora harus menjadi mediator untuk membangun kedamaian dan keharmonisan di antara kita semua. Oleh karena itu diharapkan agar meeting ini akan menghasilkan rekomendasi yang bermanfaat bagi masyarakar dan bangsa Indonesia. Tujuan kita semua ialah menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Sebagai pembicara ketiga, maka saya sampaikan beberapa hal. Pertama ialah ucapan terima kasih kepada semua yang terlibat di dalam acara penting ini, khususnya Pak Dubes RI di Vatican yang menjadi host dalam acara Dialog Antar Agama Masyarakat Indonesia di Eropa. Kita bersykur sebab acara ini disemangati oleh dialog dan persahabatan untuk menukar gagasan, pikiran dan ide-ide dalam melangsungkan kerukunan umat beragama.
Kedua, dialog ini tentu dimaksudkan sebagai wahana untuk mempromosikan nilai-nilai harmonis antar umat beragama dan antar bangsa. Kita sangat menyadari bahwa perdamaian antar umat beragama dan bahkan juga perdamaian antar bangsa hanya akan dapat dibangun melalui prinsip persaudaraan, keadilan, persamaan dalam satu kesatuan yang utuh. Melalui semangat kebersamaan dalam menghadapi tantangan umat beragama dalam bentuk gangguan harmoni dan kerukunan, maka kita harus menguatkan komitmen untuk menangani hal tersebut secara bersama-sama.
Ketiga, sekarang sedang berkembang gerakan transnasional, yang sayangnya mengambil jalur yang tidak tepat, yaitu gerakan radikalisme dan ekstrimisme bahkan terorisme. Gerakan ini akan sangat mengganggu terhadap kerukunan dan harmoni antarumat beragama. Kita tidak bisa memungkiri bahwa gerakan ini berkembang di Indonesia dan memperoleh respon yang cukup signifikan dari sebagian kecil masyarakat Indonesia. Oleh karena itu kita harus mengembangkan paradigm humanis di dalam beragama. Yaitu sikap beragama yang moderat dengan indikasi beragama yang santun dan seimbang, santun dalam menjalankan agamanya dan dalam interaksi sosial. Seimbang di dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, individual dan sosial, serta dalam berhubungan dengan Tuhan, manusia dan lingkungan alam. Mereka yang moderat diharapkan tidak mudah terhasud, mudah marah, suka menuduh atau memaksa. Agama harus dijadikan sebagai modal sosial untuk membangun kehidupan yang rukun, harmoni dan damai.
Keempat, kita perlu melakukan Gerakan Moderasi Agama. Yaitu membangun kehidupan beragama yang mengayuh di antara dua ekstrimisme, kiri dan kanan. Yang kiri, yang sangat liberal dan yang kanan yang sangat radikal harus dikembalikan ke tengah menjadi moderat. Pemerintah di dalam hal ini Kementerian Agama telah mengembangkan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di seluruh Indonesia. Sebuah forum yang dapat dijadikan sebagai tempat untuk saling berdialog dalam kerangka membangun kerukunan dan keharmonisan dalam beragama. Jika kita menghadapi konflik antar umat beragama, maka forum ini yang diharapkan dapat menjadi tempat untuk saling bertukar pikiran untuk menyelesaikannya. Makanya pemerintah memberikan dukungan secara optimal terhadap berbagai forum dialog antar umat beragama maupun intern umat beragama untuk membangun kebersamaan dalam membina keharmonisan dan kerukunan beragama. Sungguh diperlukan langkah-langkah kultural untuk membangun perdamaian antar warga bangsa, antar masyarakat dan juga bahkan antar bangsa. Indonesia sungguh bisa menjadi contoh yang baik dalam membangun kerukunan umat beragama.
Kita semua yakin bahwa kerukunan umat beragama akan tetap bisa dijadikan sebagai modal dasar di dalam membangun masyarakat Indonesia yang semakin sejahtera di masa depan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

KE ROMA: PENGALAMAN MENJEJAKKAN KAKI DI ITALIA (3)

KE ROMA: PENGALAMAN MENJEJAKKAN KAKI ITALIA (3)
Saya datang di Bandar Udara Roma pada pukul 10,00 Waktu Italia atau pukul 15.00 WIB. Perbedaan antara Waktu Indonesia Bagian Barat (WIB) dengan Roma Italia kira-kira 5 (lima) jam. Perjalanan yang cukup panjang jika dihitung dari Jakarta, kira-kira selama 13 jam. Tentu terhitung dengan jam transit di Bandar Udara Turki.
Meskipun badan capai, tetapi hati tentu senang, sebab ini merupakan perjalanan pertama saya ke Italia. Negeri spaghetti, negeri mode dan negeri sepak bola. Siapa yang tidak kenal dengan mode-mode dari Italia, makanan spaghetti dan juga pemain-pemain sepak bola dan klub-klubnya. Saya pernah mengidolakan AC Milan ketika trio Belanda, Ruud Gullit, Marco van Basten dan Frank Rijkard bermain bersama di AC Milan dan klub ini menjuarai berbagai event internasional, termasuk juara Piala Champion, lalu Piala Toyota melawan juara Piala Libertadores dari zona Amerika Latin. Sayangnya saya lupa nama klub dari Amerika Latin tersebut.
Saya bersyukur sebab dijemput oleh Staf Kedutaan, Pak Rusli, orang Sunda yang sudah 32 tahun bekerja di Italia, sebagai staf kedutaan Besar RI di Vatican. Berkat Beliau maka urusan di bandara menjadi lebih mudah. Kala pemeriksaan paspor, maka ada sedikit masalah, sebab kami ditanyai tentang surat undangan dari Kedutaan Besar RI di Vatican. Padahal kami berempat tidak membawa undangan tersebut. Untunglah dengan keberadaan Pak Rusli, maka bisa dijelaskan secara lebih detil mengenai kunjungan saya dan kawan-kawan.
Ripanya Pak Dubes, Pak Agus Sriyono, yang orang Solo itu, juga menjemput saya dan kawan-kawan. Kami sangat bergembira bisa bertemu dengan Beliau di Roma setelah beberapa bulan yang lalu Beliau bertamu ke ruang saya di Sekretariat Jenderal Kemenag. Tanpa basa-basi maka saya mengucapkan terima kasih atas undangannya untuk mengikuti acara Dialog Umat Beragama yang diselenggarakan di Vatican. Dengan mobil dinasnya, saya diantar oleh sopirnya untuk menuju ke tempat penginapan di Villa Aurelia, Accomadation and Meeting Roma.
Sepanjang jalan saya mengamati terhadap sekitar jalan yang kami lewati. Pepohonan yang menghijau, jalanan yang mulus dan mobil yang tidak terlalu sesak di jalanan tentu menjadikan perjalanan di Roma, dari bandara ke wisma, menjadi lebih cepat. Kira-kira 45 menit kami sampai di hotel. Kami harus menunggu lama di lobby sebab Pak Fery Meldy dan Pak A’la ternyata belum sampai di hotel. Kami bertemu dengan Pak Haryanto, orang Malang yang sudah 53 tahun lebih berada di sini. Semenjak usia 19 tahun beliau menetap di Vatican. Seluruh anaknya lahir di sini dan kemudian menikah dengan orang Italia.
Sekarang di Italia lagi musim panas. Kira-kira 28 derajat. Jadi termasuk cuaca yang cukup panas. Itulah sebabnya ketika berada di sini, rasanya seperti berada di Indonesia, sebab udaranya yang panas dan juga tanaman yang menghijau dan lebat. Dari pesawat juga bisa dilihat bagaimana tanaman yang menghijau dan juga yang baru saja dipanen. Kelihatan dengan jelas tetumbuhan di wilayah yang dilewati oleh pesawat terbang.
Saat makan siang, saya bertemu dengan Pak Wisnu Tenaya, dari Agama Hindu, Prof. Philip Widjaja dari Buddha dan staf Pak Fery Meldy di PKUB. Saya dengan Pak Philip sudah sangat lama berteman. Tentu saat saya menjadi rector IAIN Sunan Ampel, kini menjadi UIN Sunan Ampel. Beliau adalah aktivis Forum Kerukunan Umat Beragama. Kami juga pernah bertemu dengan Pak Wisnu Tenaya, saat kami sama-sama menjadi nara sumber di dalam acara Seminar Nasional di Institut Agama Hindu Dharma Negeri (IHDN). Tema seminar kala itu ialah tentang “membangun kerukunan umat beragama dalam menghadapi gerakan radikalisme”. Sebuah tema yang saya kira ada hubungannya dengan tema meeting di Vatican ini.
Kami berbincang tentang agama-agama di Indonesia dan bagaimana kerukunan beragama menjadi tema yang menarik untuk diperbincangkan. Sambil makan “nasi khas Italia” yang saya rasa sangat berbeda dengan nasi khas Indonesia, dan masakan daging sapi, saya kira makanan Italia ini enak juga. Nasinya memang sudah diberi bumbu sehingga terasa lebih asin. Dengan campuran sambal khas Italia dan merica yang sudah dimasak, maka terasa lezat juga makanan special ini.
Kami sempatkan istirahat sebentar setelah makan siang, sebab jam 17.00 waktu Italia, acara pembukaan Pertemuan Dialog Antar Agama akan dimulai. Hari ini adalah acara pembukaan, yang akan diisi dengan beberapa sambutan. Yaitu dari Kementerian Agama, yang akan saya sampaikan, lalu dari Kementerian Luar Negeri dan juga dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP). Menurut Pak Dubes, bahwa semua peserta dari 22 negara di Eropa sudah datang. Termasuk yang akan hadir juga Prof. Dien Syamsudin, Staf Khusus Presiden untuk Dialog Kerukunan Antar Umat Beragama dan Peradaban, yang sesuai rencana akan memberikan sambutan juga pada acara ini.
Meeting tentang Dialog Antar Agama ini tentu sangat penting di dalam kerangka untuk menyamakan wawasan dan pemahaman tentang relasi agama-agama di Indonesia. Acara ini sekaligus juga sebagai ajang untuk memberikan informasi secara langsung kepada warga Indonesia yang berada di Eropa tentang apa yang sesungguhnya terjadi di Indonesia.
Jika selama ini mereka hanya mendengarkan berita-berita di televisi dan media sosial lainnya, maka melalui pertemuan ini tentu mereka akan mendapatkan informasi dari para tokoh agama tentang relasi agama-agama di Indonesia. Kita berharap melalui forum ini akan melahirkan visi dan missi Indonesia ke depan yang lebih damai, harmonis dan berkesejahteraan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

KE ROMA: PERJALANAN PANJANG (2)

KE ROMA: PERJALANAN PANJANG (2)
Seingat saya, perjalanan panjang yang pernah saya lakukan di dunia ini ialah ke Amerika Serikat, Canada, lalu Maroko, Belanda dan yang berikutnya ialah ke Roma, Italia. Perjalanan panjang ini karena harus melewati Turki. Bertepatan pesawat yang mengangkut saya dan kawan-kawan ialah Turkish Airlines.
Saya transit di bandara Turki, Attaturk Havalimani Airport, yang sangat luas. Sebagaimana yang saya tulis sebelumnya, bahwa bandara ini sangat luas dan bersih. Gerai-gerainya juga sangat banyak, dengan penjualan barang-barang bermerek. Banyak merek terkenal di sini. Produk-produk Eropa dan Amerika terpajang dengan sempurna. Jam tangan berbagai merek terkenal seperti Rolex, Dior, Mount Blank, dan sebagainya terpajang di sini. Demikian pula assesories berbagai merek juga didapati di tempat ini. Tidak kalah adalah merek-merek parfume terkenal di dunia, seperti Michele Korr, Dior, Gucci, Estee Lauder, Bruberry dan sebagainya. Semuanya menggambarkan bahwa bandara ini memang bandara internasional yang dihiasi dengan produk-produk internasional terkenal.
Saya berangkat ke Roma sekitar jam 12.00 WIB atau pukul 8.00 Waktu Turki. Cukup lama saya transit di sini sebab memang penerbangan paling cepat ke Roma ialah pada jam tersebut. Rasanya saya makan melulu di dalam perjalanan ini. Semalam kira-kira pukul 23,00 WIB saya makan besar dengan daging dan sajian makan pembuka buah-buahan dan sayuran. Lalu sesampai di Bandara Turki, saya makan lagi dengan menu roti-roti khas Turki. Lezat juga rasanya. Ditambah dengan teh khas Turki. Kira-kira teh hitam atau black tea. Saya nikmati semuanya untuk menjaga kebugaran. Saya sudah membayangkan bahwa perbedaan jam akan menjadi kendala saya yang utama. Maklum jam tidur saya itu konvensional. Tidur pada saatnya dan bangun pada saatnya. Saya iri jika melihat orang dengan jam-jam yang berubah-ubah tanpa kendala sedikitpun untuk memejamkan mata.
Pagi ini, di pesawat Turki saya makan pagi dengan menu Grilled Flat Pastry Stuffed with Cheese, tomato and green pepper. Tentu dengan tambahan hot chocolate. Minuman coklat dulu menjadi kesukaan saya. Nyaris dua atau tiga hari sekali saya ke Starbuck untuk menu coklat ini. Tetapi sekarang sudah saya kurangi. Minuman yang mengandung gula dan coklat sudah harus dikurangi. Factor usia tidak memungkinkan lagi saya minum dengan standart gula yang tinggi. Selain itu juga masih ada menu tambahan: Cheese and Tomato Omelette, sautéed mushrooms. Tetapi perut sudah tidak sanggup lagi. Saya nyatakan: I am sorry, my stomach was full. Jika saya mengingat pernyataan ini, saya menjadi teringat akan cucu saya Vica, yang cas cis cus dengan bahasa Inggris, dan setiap selesai makan lalu dia menyatakan: “daddy, my stomach is full”. Maklum dia memanggil saya dengan panggilan kesayangannya, Daddy.
Perjalanan ke Roma kira-kira selama 3 jam. Sebagaimana biasa jika saya tidak bisa tidur, maka saya menulis saja. Waktu selama itu tentu sangat berharga bagi saya untuk menuliskan sesuatu yang saya anggap penting. Di mana ada kesempatan di situ saya menulis. Verba valent scripta manen. Saya tentu terkesan dengan layanan para awak pesawat yang sangat cekatan. Pramugari yang berasal dari Turki ini bekerja dengan cepat, jalannya cepat dan melayani dengan cepat. Ramah dan mengesankan.
Saya kira secara budaya, orang-orang Turki seperti orang-orang barat yang melakukan sesuatu dengan cepat. Mungkin di antara pengaruh yang dihasilkan oleh Kemal Pasha Attaturk bagi bangsa Turki ialah ingin menyamai tradisi orang Barat yang baik. Terlepas dari kontroversi keagamaan yang dilakukan pada zamannya, namun saya kira warisannya tentang Turki ialah bisa menjadi bagian dari dunia barat yang maju.
Turki sudah mengalami kemajuan yang nyaris sama dengan negara-negara barat. Dalam bidang ekonomi dan teknologi, Turki sudah memiliki kemajuan yang tinggi. Demikian pula dalam bidang budaya dan olahraga. Sepak bola Turki sudah semaju beberapa negara di Barat. Kompetisinya sangat baik dan juga beberapa kali bisa terlibat di dalam perhelatan Piala Dunia. Bahkan pernah masuk semi final. Pemain sepak bola, Hakan Sukur, adalah nama yang sangat terkenal du dunia sepak bola dunia. Club Sepak bola seperti Fanerbache, Besiktas dan sebagainya juga sering menghiasi halaman sport pada media internasional.
Jika di zaman Kemal Pasha Attaturk dikembangkan sekularisasi yang demikian hebat, sebuah upaya untuk memisahkan agama dan dunia atau agama dan politik, maka era sekarang terjadi kebalikannya. Turki menjadi negara dengan pengembangan Islam yang sangat kuat. Salah satu pesantren yang berkembang dan memiliki cabang di seluruh dunia ialah Pesantren Sulaimaniyah. Di Indonesia, pesantren ini memiliki peran yang penting di dalam program tahfidz al Qur’an. Alumninya bisa melanjutkan studinya di Turki dengan beasiswa penuh dari yayasan ini.
Saya pernah mengunjungi Pesantren Sulaimaniyah di Istambul dan juga di Jakarta. Pesantren modern dengan bidang studi al Qur’an. Setiap tahun ada sebanyak 50 remaja Indonesia yang dibiayai oleh pesantren ini untuk studi lanjutan di Istambul. Dan yang menjadi kekuatannya ialah seseorang bisa menghafal al Qur’an 30 Juz hanya dalam waktu 5,5 bulan. Paling lama dua tahun.
Sayang bahwa kerja sama ini agak terhambat semenjak terjadi kudeta terhadap pemerintahan Erdogan. Meskipun tidak dilarang, akan tetapi pesantren ini sedikit mengalami hambatan untuk pengembangan. Kita berharap program yang sangat baik, berupa tahfidz al Qur’an tidak dikaitkan dengan masalah politik, sebab saya tahu tujuannya tentu sangat mulya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

KE ROMA: MENGHADIRI DIALOG UMAT BERAGAMA (1)

KE ROMA: MENGHADIRI DIALOG UMAT BERAGAMA (1)
Sebenarnya saya memiliki agenda penting menjelang keberangkatan saya ke Roma, 29/06/2018, untuk mengikuti acara temu tokoh agama, yaitu acara Diskusi di Rumah Dinas Menteri Agama, di Widya Candra dengan narasumber Prof. Dr. Azyumardi Azra, dan diikuti oleh segenap Rektor dan Ketua PTKIN se Indonesia. dan juga acara walimat al arusy di Banten, acaranya Prof. Dr. Fauzul Iman, untuk menikahkan putranya. Bahkan sebenarnya saya didaulat untuk mewakili keluarga.
Makanya, saya me-WA beliau atas acara di Vatican yang harus saya hadiri. Acara ini semula dijadwalkan untuk dihadiri oleh Pak Lukman Hakim Saifuddin, Menteri Agama, tetapi karena berbenturan waktunya, dan acara di Vatican tidak mungkin digeser, maka saya yang menghadiri acara di Vatican ini. Dalam kondisi seperti ini, selalu saya nyatakan: “tidak ada akar, rotanpun jadi”.
Acara ini tentu sangat penting bagi Kemenag, sebab kerukunan umat beragama merupakan program utama di Kemenag. Acara dialog umat beragama ini diselenggarakan oleh Duta Besar Indonesia di Vatican, Antonius Agus Sriyono. Acara ini mengundang sebanyak 45 peserta dari 22 negara-negara di Eropa dan diikuti oleh masyarakat Indonesia di Eropa tersebut. Dari Indonesia, yang hadir ialah tokoh-tokoh agama, Prof. Philip Wijaya dari Buddha, Prof. Henriette, dari Kristen, Romo Sunarko, dari Katolik, Pak Wisnu Tenaya, dari Hindu, akademisi, Prof. Dr. Abdul A’la, Fery Meldy, PhD., Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kemenag, dan Chuzaemi, Staf pada Sekretariat Jenderal Kemenag. Dan hadir juga perwakilan dari Kemenlu, BPIP dan Staf Khusus Presiden untuk dialog antar agama dan peradaban.
Saya berangkat bersama Prof. A’la, Pak Fery dan Jemi dengan pesawat Turkey Airline. Berangkat pukul 21.00 WIB dan sampai di Turki jam 04.00 waktu Turki atau jam 06.00 WIB. Saya bersyukur karena bisa menikmati perjalanan ini dengan tidur yang cukup. Sebagaimana yang sering saya nyatakan bahwa problem utama saya ialah masalah tidur ini. pesawat Turki ini sangat baik dengan pelayanan yang juga memuaskan. Crew pesawat dengan sigap melayani kita. bahkan ketika mau dibantu untuk memasang kasur tidur di pesawat, maka dinyatakannya: “ini tugas saya, biarkan saya memasangnya”. Tentu saja hanya saya ucapkan: “thanks you very much”.
Setahun yang lalu, saya pernah menjejakkan kaki di bandara ini. Saya juga sempat mampir di Turkey Airline Lounge, yang bersih. Loungenya sangat luas dan tertata dengan baik. Dengan penataan meja dan kursi yang baik dan berkualitas, tentu kita bisa sekedar beristirahat untuk menghilangkan rasa lelah. Bukan saya bertujuan untuk membandingkan dengan Lounge Garuda Indonesia untuk kelas bisnis dan Premium GFF, tetapi saya kira untuk ukuran bandara internasional, kondisi lounge Turkey Airline masih di atas milik kita itu. Saya kira juga tidak ada perubahan yang signifikan tentang bandara ini. masih seperti tahun yang lalu, kira-kira.
Saya tentu merasa bersyukur bisa transit di Bandara Internasional Turkey untuk kali ini. Sekurang-kurangnya untuk memanggil kembali ingatan tentang Turki setahun yang lalu. Kunjungan tahun lalu itu sangat singkat. Hanya tiga hari. Semalam di pesawat ke Turki, semalam di Turki dan semalam lagi perjalanan ke Indonesia. tetapi saya masih sempat untuk berkunjung ke Universitas Marmara, Ke Pesantren Sulaimaniyah, ke Konsulat Jenderal RI di Istambul dan juga berwisata ke tempat-tempat bersejarah di Turki. Tidak membutuhkan waktu lama untuk sekedar menikmati dunia luar negeri.
Kepergian saya tentu diharapkan memiliki makna penting. Sebab saya harus membuka acara dialog umat beragama di Vatican dan juga mendengarkan paparan dan diskusi dengan tokoh-tokoh agama dari Indonesia dan para mukimin di Eropa yang tertarik dengan issu keagamaan dan kebangsaan. Selain itu juga akan bertemu dengan Para pastur di Vatican dan juga dengan pemerintah Italia.
Issu keagamaan memang menjadi area yang sangat dinamis. Sebab kerukunan umat beragama itu ibarat sebuah orchestra yang mestinya bisa menghasilkan pemaduan suara yang harmonis, tetapi ketika ada kesalahan memainkannya pastilah keharmonisan suara itu akan hilang. Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat mengedepankan kerukunan umat beragama. Indonesia adalah contoh yang kongkrit bagaimana pemerintah, organisasi keagamaan dan masyarakat beragama menjunjungnya dengan sangat tinggi.
Dengan menghadirkan seluruh perwakilan masyarakat Indonesia dari 22 negara di Vatican, untuk saling berdialog dan membangun kesepahaman, maka diharapkan akan semakin kuat jalinan harmoni dan kerukunan umat beragama tersebut terjadi. Tahun 2019 adalah tahun pilihan Persiden dan Wakil Presiden, maka pertemuan ini diharapkan akan menjadi sarana bagi kita semua, terutama masyarakat Indonesia di luar negeri, untuk membangun kebersamaan dimaksud.
Kita berharap bahwa tujuan itu akan dapat dicapai dan kita semua berkontribusi untuk tujuan membangun Indonesia dengan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

PILKADA 2018: KETERLIBATAN ORGANISASI KEAGAMAAN (3)

PILKADA 2018: KETERLIBATAN ORGANISASI KEAGAMAAN (3)
Sebagaimana diketahui bahwa di Indonesia sudah tidak mengenal konsepsi politik aliran. Makanya di dalam pilkada kali ini betapapun menggambarkan bahwa antara partai politik yang satu dengan lainnya kiranya menggunakan basis kepentingan. Namun demikian, yang lebih dilihat oleh partai ialah aksesibilitas calon berdasarkan polling lembaga survey yang dilakukan jauh sebelum pilkada berlangsung.
Secara sepintas saya ingin menggambarkan pilkada Jawa Timur, meskipun saya tidak mengikuti secara utuh dan mendalam. Saya mengenal dengan baik kedua tokoh calon gubernur Jawa Timur. Saifullah Yusuf atau Gus Ipul adalah kawan “cengengesan”di dalam acara yang terselenggara. Beliau sangat saya sukai jika berpidato, karena humor-humor segarnya. Pasti membuat orang merasa senang dengan pidatonya.
Sedangkan Bu Khofifah Indar Parawansa juga sangat saya kenal semenjak lama. Pada waktu beliau menjadi Menteri Sosial, maka sering saya bertemu. Saya masih sering mengingat ucapannya jika bertemu saya: “Bagaimana Prof”. Saya tahu Beliau adalah pekerja keras, dan saya juga ingat ungkapan salah satu Dirjennya, yang menyatakan tentang ucapan Bu Khofifah: “wah jam 22.00 kok mata saya makin bening”. Beliau sering menyelenggarakan rapat malam hari.
Saya tahu betul bagaimana Gus Ipul sudah menjalani jabatan Wakil Gubernur Jawa Timur dalam dua periode. Beliau menjadikan mobil dinasnya itu sebagai kantornya, sebab beliau selalu berkeliling dari satu tempat ke tempat lainnya dan dari pesantren ke pesantren lainnya. Makanya nama beliau sangat dikenal di kalangan masyarakat. Oleh karena itu beliau memiliki keyakinan tinggi untuk memenangkan pertarungan dalam pilkada ini. Hanya saja ada sedikit masalah di kala memasuki masa-masa injury time, sebab wakil gubernur yang akan mendampinginya, Pak Azwar Anas, Bupati Banyuwangi yang sarat prestasi itu tiba-tiba mengundurkan diri dari pencalonannya. Disebabkan oleh kampanye hitam, maka Beliau terpaksa mengambil keputusan mengundurkan diri dari pencalonannya. Maka beliau diganti oleh Bu Puti, keponakan Bu Megawati untuk mendampingi Gus Ipul. Pengunduran diri yang tiba-tiba tersebut tentu mengagetkan banyak pihak, dan pemilihan Bu Puti, anggota DPR RI juga tentu mengangetkan banyak pihak. Makanya, sungguh saya melihat Gus Ipul lalu “sepertinya” harus menanggung sendiri akseptabilitas sebagai calon gubernur, sebab Bu Puti tentu tidak dikenal oleh masyarakat Jawa Timur.
Sementara itu, Bu Khofifah memperoleh tandem yang sangat baik. Muda, cerdas dan berpendidikan sangat baik. Bupati Trenggalek, Emil Dardak dipilih untuk mendampinginya. Bu Khofifah yang sudah ketiga kalinya mengikuti perhelatan pilkada, tentu juga diuntungkan oleh “perasaan massa” pendukungnya di dalam dua kali perhelatan, yang dianggap sebagai orang yang “terdholimi”. Makanya, kita melihat dukungan yang luar biasa dari para pendukungnya untuk memenangkannya dalam perhelatan pilkada ketiga yang diikutinya.
Pilkada jawa Timur ini memang sungguh-sungguh menaikkan tensi politik karena keterlibatan para pimpinan pesantren dan organisasi sosial keagamaan, terutama NU. Tentu saja tidak sepanas Pilkada DKI tahun lalu, sebab pertarungannya masih berbasis pada “wilayah” NU saja. Tidak melibatkan antar agama atau bahkan antar organisasi keagamaan. Sejauh yang saya ketahui hanyalah pertarungan antar kyai dan pesantren dalam memenangkan calon yang diinginkannya.
Memang ada berbagai fatwa tentang “kewajiban ijtimaiyah” dalam memilih calon gubernur. Ada fatwa untuk memilih Bu Khofifah sebagai kewajiban yang diangkat oleh seorang kyai dari Situbondo, dan demikian pula untuk Gus Ipul meskipun hanya bersifat himbauan. Pilkada Jawa Timur memang telah membelah NU dan Pesantren. Secara riil, bahwa NU structural mendukung Gus Ipul, tetapi juga terdapat pengurus NU struktural mendukung Bu Khofifah. Secara umum, pesantren juga terbelah, misalnya Tebuireng, dengan Gus Sholah mendukung Bu Khofifah, sementara Lirboyo mendukung Gus Ipul, dan masih banyak lagi berbagai pertarungan yang terjadi.
Nyaris dua tahun NU dan Pesantren di Jawa Timur berpesta politik. Saling mendukung dan saling berebut kepentingan politik. Muaranya tentu hanya satu ialah memenangkan calon pilihannya. Disebabkan oleh artikulasi kepentingan yang sedemikian kuat ini, maka ketika di Surabaya terjadi “bom bunuh diri” maka suara NU nyaris tidak terdengar kuat. Memang ada berbagai pernyataan tentang penolakan dan pengutukan terhadap hal ini, tetapi hingar bingar politik jauh lebih perkasa.
Saya kira, NU memang memiliki romantisme politik yang luar biasa. Ketertarikan NU pada urusan politik memang telah menyejarah. Makanya jika sampai hari ini banyak warga NU yang tertarik kepada dunia politik praktis tentu bukanlah hal yang aneh. Hal itu sesuatu yang wajar saja. Oleh karena itu di saat pilkada Jawa Timur 2018 ini juga melibatkan tokoh-tokoh NU dan jajarannya tentu juga merupakan tindakan yang sangat wajar.
Hanya saja, pilkada sudah usai. Maka NU perlu kembali kepada habitatnya, yaitu Jam’iyah keagamaan yang memanggul fungsi menyebarkan agama yang wasathiyah. Masjid-masjid agar kembali diisi dengan dakwah yang berkonotasi Islam rahmatan lil alamin, masyarakat juga harus terus menerus diingatkan agar menjaga kedamaian dan persatuan. NU harus segera kembali menata jamaahnya dan masyarakat pada umumnya agar tidak tertarik kepada ideology yang menyesatkan untuk mendirikan khilafah dan daulat Islamiyah.
NU mesti harus berada di dalam kawasan untuk menjaga Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kebinekaan sebagai bagian dari tugas agama atau kewajiban ijtimaiyah, yang harus terus menerus dikumandangkan.
Wallahu a’lam bi al shawab.