• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

GENERASI MILENIAL DALAM TANTANGAN ZAMAN

GENERASI MILENIAL DALAM TANTANGAN ZAMAN
Sebenarnya sudah sangat lama, Pak Ketua STAIN Sorong, Dr. Hamzah, MAg., meminta saya untuk mengisi acara Studium General di Kampusnya. Sayang karena waktu yang padat sehingga saya belum bisa memenuhinya. Hari ini, 11 Oktober 2018, Saya mendapatkan kesempatan untuk menghadiri acara yang sangat ditunggu oleh civitas akademika STAIN Sorong dimaksud.
Hadir pada acara ini, selain Pak Ketua ialah Pak Umar, Wakil ketua III STAIN Sorong, Direktur Pascasarjana STAIN Sorong, Asisten III Kabupaten Sorong, wakil FKUB, Kakankemenang Kabupaten Sorong dan Kota Sorong, mitra kerja STAIN Sorong (Bank Mandiri Syariah) dan juga segenap dosen dan mahasiswa STAIN Sorong. Saya merasa sangat senang bertemu dengan para dosen, pimpinan daerah dan juga para mahasiswa yang tentu saja para mahasiswa tersebut menjadi harapan masyarakat Indonesia di masa yang akan datang.
Saya sampaikan beberapa hal penting dan mendasar pada kuliah umum ini, yaitu: Pertama: PTKIN kita ini harus mentransfer dan mendidik anak muda kita untuk memahami betapa pentingnya religious harmony. Kita tahu bahwa filsafat hidup masyarakat Indonesia ialah bagaimana membangun harmoni, rukun dan selamat. Tidak ada sedikitpun di antara kita yang tidak menginginkan kerukunan, keharmonisan dan keselamatan. Bayangkan bagaimana kita hidup di Iraq dan Syria yang terus dilanda perang saudara. Tidak ada keamanan, tiidak ada perdamaian, tidak ada keselamatan. Maka menjadi orang Indonesia adalah suatu keberuntungan. Untung kita menjadi orang Indonesia, kalau kita menjadi orang Iraq dan Syria maka kita buntung. Hargailah kerukunan dan keharmonisan bangsa ini. Tidak ada suatu bangsa dengan pluralitas dan multikulturalitas seperti bangsa Indonesia. Kita ini bangsa yang besar yang memiliki kemampuan untuk menjaga keharmonisan dan kerukunan dimaksud.
Kedua, tantangan kita yang tidak kalah keras ialah semakin menguatnya gerakan Ideologi trans-nasional. Gerakan ini kebanyakan menyasar kepada anak-anak muda. Mereka adalah anak-anak muda yang tidak mengalami sejarah perjuangan kebangsaan kita. Mereka di dalam banyak hal dipengaruhi dengan ide-ide gerakan kenegaraan berbasis agama. Dan juga perlu saya sampaikan bahwa gerakan seperti ini tidak hanya ada dalam satu agama saja, akan tetapi juga ada pada agama-agama lainnya. Oleh karena itu, anak-anak muda harus kita bentengi dengan agama yang moderat, agama yang wasathiyah atau agama yang rahmatan lil alamin. Agar mereka diajarkan beragama yang tidak bercorak intoleran terhadap kelompok lain, tidak mengajarkan kebencian kepada kelompok lain dan juga tidak mengajarkan prejudice terhadap kelompok lain. Mereka harus mendapatkan pembelajaran agama yang benar sesuai dengan agama yang diajarkan oleh para agamawan kita yang mengembangkan pemahaman, sikap dan tindakan agama yang moderat atau jalan tengah. Jangan pernah anak-anak muda kita terkecoh dengan propaganda untuk mendirikan negara lain yang berbeda dengan negara Indonesia kita ini.
Ketiga, janganlah kita mencoba untuk melakukan eksperimentasi tentang bentuk baru atau ideology baru di negeri yang aman dan damai, yang rukun dan harmoni seperti di Indonesia ini. Jangan pertaruhkan Indonesia sebagai negara besar dengan perilaku yang tidak jelas dan masa depan negara yang juga tidak jelas. Coba kita renungkan kalau kita dalam perjalanan dengan pesawat terbang dari Jakarta ke Papua, maka lama perjalanan itu nyaris lima jam. Maka perjalanan itu sama dengan perjalanan dari Jakarta ke Guangzhou di Cina. Luar biasa negera kita seperti membentang dari Jakarta ke daratan Cina. Mari kita berpikir yang jernih agar kita bisa merasakan betapa Indonesia merupakan negara yang memiliki kapasitas untuk menjadi semakin baik berkat kita berketetapan menjaga Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebinekaan.
Keempat, yang juga menjadi tantangan kita adalah teknologi informasi yang sangat dahsyat terutama di era Industri 4.0. Kita sedang menghadapi tantangan zaman yang luar biasa. Melalui artifisial intelligent, maka kita dihadapkan pada semakin sempitnya peluang kerja karena semakin banyak pekerjaan yang ditangani oleh robot atau mesin pekerja. Robot itu memiliki kemampuan bekerja cermat, kuat, dan teliti. Makanya, manusia harus mengembangkan pola pendidikan baru yang berbeda ke depan dengan robot-robot itu. Yaitu mengajarkan tentang nilai, keyakinan, berpikir kritis dan inovatif, kerja sama dan peduli sesama. Saya kira kita telah mengembangkan pendidikan dengan basis seperti ini hanya saja perlu diperkuat cakupan dan kedalamannya, sehingga akan dihasilkan alumni yang mumpuni dengan berbagai talentanya.
Oleh karena itu, saya kira diperlukan sentra-sentra baru di dalam program pendidikan, seperti sentra pendidikan berbasis harmoni sosial, sentra pendidikan berbasis literasi media, sentra pendidikan yang berbasis kearifan lokal dan sebagainya. Saya kira para dosen perlu mendiskusikan hal ini dan juga bekerja sama dengan institusi lain agar ke depan program pendidikan kita akan lebih berdaya guna,
Wallahu a’lam bi al shawab.

PERAN PTKIN DALAM MEMBANGUN HARMONI SOSIAL DI ERA MILENIAL

PERAN PTKIN DALAM MEMBANGUN HARMONI SOSIAL
DI ERA MILENIAL

Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi
Guru Besar Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya
Makalah disampaikan dalam diskusi STAIN Sorong (11/10/2018)

Pengantar
Sesungguhnya manusia memang diciptakan dalam segregasi yang relative stabil. Semenjak semula manusia memiliki kecenderungan untuk berkelompok dalam suatu ikatan yang mereka ciptakan sendiri. Manusia memiliki kebutuhan sosial yaitu untuk saling berkelompok dan bersatu untuk menjaga kepentingan mereka ini. makanya, sejarah kemanusiaan seseungguhnya diwarnai oleh kehidupan berkelompok baik yang bercorak menetap maupun yang nomaden.
Fungsi kelompok bagi manusia sebenarnya memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1) Fungsi untuk mengembangkan keturunan. Sebagaimana diketahui bahwa manusia membutuhkan pengembangan keturunanya sebagai pemenuhan kebutuhan biologis. Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk mengembangkan keturunan yang akan menyambung tali kehidupannya.
2) Fungsi menjaga keamanan dalam kehidupan. Dengan kehidupan berkelompok, maka mereka akan memiliki katahanan yang lebih baik, apakah untuk menaggulangi serangan binatang atau kelompok lain. Sejarah pertarungan atau konflik antar kelompok sesungguhnya dipicu oleh saling keinginan untuk menguasai dan bertahan.
3) Fungsi pembagian kerja. Sebagaimana diketahui semenjak manusia mengenal kehiduan berkelompok, maka kemudian muncul pembagian kerja berdasarkan seksualitas. Misalnya lelaki berperan untuk mencari makanan, berburu dan melindungi keluarga atau kelompoknya, sementara itu para perempuan berperan untuk menjaga keturunan, memasak dan menjaga rumah.
4) Pengembangan fungsi kelompok ialah lelaki berperan di ruang publik dan perempuan berperan di ruang domestik. Pembagian seperti ini muncul di saat kehidupan modern sudah mulai merambah di dalam kehidupan masyarakat.
5) Fungsi enkulturasi, artinya bahwa di dalam kehidupan berkelompok tersebut terdapat proses transformasi budaya dari para orang tua kepada yang lebih muda. Proses ini dilakukan dengan pemberian contoh secara langsung kepada mereka yang dijadikan sebagai sasaran proses enkulturasi.

Harmoni Sosial sebagai tujuan kehidupan sosial
Ada beberapa proposisi yang kiranya bisa dijadikan sebagai bahan “renungan” bagi bangsa ini di tengah perubahan sosial dan desakan isme-isme dunia yang berebut pengaruh bagi sebuah bangsa. Di antara proposisi tersebut ialah:
Pertama, Kerukunan, harmoni dan slamet adalah falsafah kehidupan bangsa Indonesia. Siapapun yang merasa sebagai bangsa Indonesia dipastikan akan beranggapan dan memandang bahwa membangun kerukunan dan harmoni serta menciptakan kehidupan yang penuh keselamatan adalah tujuan kehidupan yang paling asasi. Seharusnya, prinsip hidup seperti ini harus menjadi tujuan yang sangat mendasar.
Saya kira, tidak ada suatu bangsa di dunia ini yang tidak mendambakan akan keselamatan. Negara-negara di Timur Tengah yang terus menerus dibombardir dengan peperangan, sesungguhnya di dalam batinnya yang paling mendalam ialah menginginkan kerukunan dan keselamatan. Bangsa Palestina yang terus diperangi oleh Israel dengan berbagai cara juga selalu mendambakan keselamatan tersebut.
Kedua, Kita memiliki visi dan misi yang hebat sebagai bangsa. Di dalam konteks ini, maka kita menjadi teringat dengan empat pokok pikiran di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang saya kira merupakan tujuan mulia di dalam bernegara. Para founding fathers negeri ini sungguh memiliki visi luar biasa yang rasanya seperti memperoleh ilham untuk merumuskannya. Empat pokok pikiran tersebut meliputi: keinginan negara untuk melindungi warga negaranya, keinginan untuk menyejahterakan masyarakatnya, keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan keinginan untuk menjaga ketertiban dunia yang abadi berdasarkan atas prinsip-prinsip keadilan, ekualitas dan kesejahteraan.
Sungguh rumusan visi ke-Indonesia-an yang sangat luar biasa dan semestinya memproleh apresiasi yang sedemikian besar. Yang terjadi di beberapa elemen bagsa ini, justru ingin menggantinya dengan ideologi lain yang belum tentu menghasilkan perbaikan bagi bangsa ini. Alih-alih membahagiakan masyarakat bangsa, yang terjadi justru pertentangan dan konflik sosial yang bisa memecah belah kesatuan dan persatuan bangsa.
Ketiga, sebuah negara yang hebat bukan sebuah negara yang tidak pernah mengalami problem berat dalam bentuk konflik yang hebat. Tetapi salah satu kehebatan itu ialah karena kita bangkit kembali untuk tegak dan menegaskan bahwa kesatuan dan persatuan bangsa adalah segala-galanya. Kita pernah konflik dengan komunisme tahun 1948 dan 1965 yang semuanya berakhir dengan happy ending dalam konteks kita memenangkan kesatuan dan persatuan bangsa berbasis pada dasar Ideologi Pancasila. Meskipun terdapat varian dalam memahami Pancasila sebagai dasar dan filsafat bangsa Indonesia, akan tetapi ternyata bahwa bangsa Indonesia bisa memenangkan pertarungan tersebut dan hingga kini dan bahkan yang akan datang akan tetap lestari bangsa ini dengan empat pilar consensus kebangsaannya. Menegakkan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebhinekaan.
Keempat, kita memiliki tantangan yang luar biasa dewasa ini. ada tantangan ideologi trans-nasional yang terus menggerus pemahaman bangsa ini untuk bergeser. Gerakan ideologi trans-nasional telah menggerogoti anak-anak muda kita untuk membenarkannya dan menolak terhadap Pancasila sebagai common platform penting yang menyatukan bangsa ini. Mereka mempercayai terhadap apa yang dibacanya dan didoktrinkan kepadanya tentang kebenaran ideologi baru tersebut. Setelah medan pertempuran di Irak dan Syria nyaris selesai, maka mereka lalu menyebar dengan mengancam dengan terror bom di berbagai tempat. Di Eropa, Amerika, di Asia dan juga di Indonesia.
Kelima, tantangan teknologi informasi yang semakin nyata. Tidak bisa dipungkiri bahwa kita akan menghadapi masa depan artificial intelligent yang sangat dahsyat. Robot atau mesin-mesin pintar ini akan menjadi tantangan manusia yang berat. Bisa dibayangkan bahwa tahun 2030 akan terdapat 800 juta pekerjaan yang akan ditangani oleh robot-robot pintar ini. Oleh karenanya, meskipun kita di wilayah Indonesia Timur, maka tidak boleh kita anggap bahwa kita tidak berurusan dengan dunia artificial intelligent. Semua masyarakat dunia akan terkena imbas pengaruh artificial intelligent secara nyata.

Bagaimana dengan PTKIN?
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh PTKIN—khususnya STAIN Sorong—dalam rangka untuk menjemput masa depan, yaitu:
Pertama, agar menjadi lembaga pendidikan berkualitas. Sesuai dengan RPJMN 2019-2024, maka visi pendidikan di Indonesia ialah pendidikan berkualitas selain Indonesia tanpa kemiskinan, Indonesia tanpa kelaparan dan Indonesia sehat. Artinya, semua lembaga pendidikan harus mengembangkan lembaga pendidikannya untuk menjadi berkualitas. Untuk ini, maka akreditasi harus diperkuat, dosen harus berpendidikan terbaik, karya dosen harus outstanding, mahasiswa harus memiliki kemampuan soft skilled yang memadai serta memiliki distingsi yang unggul.
Kedua, harus memiliki center of religious harmony, di Papua, saya kira problem kita adalah tentang disharmoni di antara pemeluk agama. Masih terdapat carut marut tentang kerukunan umat beragama. Makanya, PTKIN harus mampu menjadi pusat bagi terciptanya religious harmony dimaksud. Kita semua tahu bahwa kita memiliki kearifan lokal, misalnya satu tungku tiga batu, atau kitorang basudara. Maka, hal ini harus terus menerus digelorakan untuk membangun harmoni dan kerukunan.
Ketiga, agar STAIN Sorong menyiapkan satu program pembelajaran tentang literasi media untuk memberikan kesepahaman bagi para mahasiswa tentang pentingnya pengetahuan tentang media teknologi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat yang sedang berubah dewasa ini. Jangan sampai kita ketinggalan dengan negara lain dalam hal kesiapaan kita menghadapi era milenial yang ditandai dengan kemampuan literasi teknologi informasi.
Keempat, mari kita diskusikan apa yang kiranya bisa menjadi center of excellence dari STAIN Sorong yang pusat keunggulan tersebut berasal dari keinginan masyarakat dan kita semua berbasis pada kearifan lokal yang mendasar ditempat ini. saya kira kita akan bisa menemukannya,
wallahu’alm bi al shawab.

THE POWER OF SOFT SKILLED

THE POWER OF SOFT SKILLED
Di era industry 4.0 yang sekarang sedang memasuki eranya, maka salah satu yang dianggap penting untuk menyongsong era tersebut ialah dengan mengembangkan kemampuan yang disebut sebagai soft skilled. Kemampuan ini diperlukan sebagai jawaban atas semakin menguatnya artificial intelligent (AI) yang ke depan akan menjadi pesaing manusia.
Soft skilled dapat diartikan sebagai kemampuan yang bersumber dari kecerdasan multi talenta. Maksudnya tidak hanya berbasis pada kecerdasan rational, akan tetapi juga kecerdasan emosional, sosial dan bahkan kecerdasan spiritual. Jika kecerdasan rational akan mengantarkan kepada kemampuan hard skilled dan profesionalitas, maka soft skilled mengantarkan kepada kecerdasan yang lebih kompleks dibalik kecerdasan atau hard skilled dan profesionalitas. Ia berada dibalik semua itu.
Saya ingin menggambarkan kemampuan apa saja yang bisa mengantarkan kepada kecerdasan atau soft skilled tersebut, yaitu:
Pertama, the power of thinking. Kemampuan berpikir tentu bersumber dari kecerdasan intelektual yang dimiliki oleh manusia secara variatif. Ada kaitannya dengan Intellectual Quotion (IQ). Bahkan ada yang beranggapan perlunya blue sky thinking atau pemikiran yang melambung seperti awan, berbasis pada ide-ide yang highly ideas performance. Di dalam konteks ini, maka kekuatan pemikiran ialah menghasilkan pemikiran-pemikiran yang out of the box atau lateral thinking. Misalnya ide cemerlang tentang aplikasi Go-Jek, Go-Pay, Go-Food, Bukalapak, Shahnaz shop, Amazon.com., Alibaba.com dan sebagainya yang bisa melakukan dekonstruksi atas kemapanan perusahaan-perusahaan pertaksian, mall, dan sebagainya. Yang dibutuhkan ialah berpikir kritis untuk menghasilkan inovasi dengan memanfaatkan talenta yang dimilikinya.
Kedua, the power of communications, yaitu di dunia millennial ini, maka yang bisa mengangkat posisi seorang individu ke dalam jenjang pergaulan luas ialah kemampuan berkomunikasi. Kemampuan komunikasi jangan hanya diartikan sebagai kemampuan berbahasa asing, akan tetapi sesungguhnya ialah kemampuan untuk memahami siapa lawan komunikasinya. Jika kita akan melakukan komunikasi untuk kemampuan negosiasi, maka harus diketahui siapa sesungguhnya orang yang akan kita ajak untuk berkomunikasi. Pelajari back ground pendidikannya, keluarganya, hobbinya, kemampuannya dalam bernegosiasi, karakternya dan sebagainya. Pelajari secara mendalam agar kita bisa menyeimbangkan posisi dan kemampuan kita dengan lawan komunikasi kita. jangan biarkan pertemuan penting hilang begitu saja. Sebagai seorang negosiator atau human relations atau public relations, maka mutlak diperlukan kemampuan komunikasi.
Ketiga, the power of informations. Kita sedang berada di era peluberan informasi. Artinya lalu lintas berita itu sangat dominan. Dalam hal ini maka kita harus mampu untuk memanfaatkan informasi untuk memperkaya gagasan, ide atau tindakan-tindakan kita. Kita harus memilih infomasi yang membuat kita semakin arif tetapi jitu dalam mengambil keputusan. Setiap informasi yang datang kepada kita harus kita analisis dengan cermat agar kita tidak salah meresponnya. Pilihlah informasi yang membuat kita semakin wise dan smart. Saya akhir-akhir ini senang membaca majalah SWA, sebab ada banyak inspirasi tentang dunia talenta yang terekspose menjadi praksis berwirausaha dan sebagainya.
Keempat, the power of team work. Kita hidup di era semakin terdiferensianya kemampuan, visi pekerjaan, jenis-jenis layanan dan sebagainya. Kita hidup di era organisme sosial yang sangat menantang. Di tengah kehidupan ini tidak ada orang yang bisa menyelesaikan pekerjaan atau misinya seorang diri. Semua harus dilakukan dengan kerja team yang solid. Makanya, sebagaimana Jack Ma menyatakan bahwa team work adalah kekuatan kita untuk menghadapi masa depan yang sarat dengan tantangan. Sebagaimana Islam juga mengajarkan agar kita saling tolong menolong –ta’awun—agar kita bisa menyelesaikan tantangan kehidupan dengan lebih realistis dan sukses.
Kelima, the power of friendship. Kita diciptakan oleh Tuhan, Allah swt., sebagai makhluk dengan kehidupan berkelompok. Tidak ada manusia yang bisa hidup sendiri. Semuanya memiliki kebutuhan sosial, yaitu kebutuhan untuk bersahabat, berekspressi dan mengembangkan rasa dan tindakan persahabatan tersebut sebagai manifestasi kemanusiaan kita. Jangan pernah berpikir bahwa kita adalah orang yang paling hebat sendiri, paling jempolan sendiri, sebab setiap manusia memiliki talenta dan keunggulan untuk saling melengkapi. Stephen Hawking adalah manusia cerdas tetapi memiliki kecacatan nyaris sempurna. Beliau hanya bisa menciptakan tiga kata dalam satu menit. Hal ini semua dibantu oleh mesin yang membuatnya bisa bekerja cerdas. Makanya Stephen Hawking membutuhkan orang lain untuk menemukan teori “asal-usul alam semesta” yang sangat luar biasa. Jadi, berpikirlah cerdas, bahwa persahabatan merupakan kunci sukses di dalam kehidupan ini.
Kemampuan soft skilled tidak hanya persoalan bakat atau talenta, akan tetapi sesuatu yang bisa dipelajari. Dia tidak hanya given tetapi juga achievement. Makanya, kita harus meraihnya di saat waktu masih ada dan tersedia untuk kita semua.
Wallahu a’lam bi al shawab.

ANTARA JABATAN, PEKERJAAN DAN TANGGUNJAWAB

ANTARA JABATAN, PEKERJAAN DAN TANGGUNJAWAB
Saya diminta oleh UIN Sunan Ampel Surabaya yang bekerja sama dengan Biro Keuangan dan BMN untuk memberikan masukan dalam kerangka Focus Group Discussion (FGD), tentang pengelolaan keuangan dan BMN pada Kementerian Agama (04/09/2018). Bagi saya tentu tidak asing berbicara tentang pengelolaan keuangan, sebab selama ini memang saya terlibat banyak di dalam mengelola keuangan dalam kapasitas jabatan yang saya lakukan.
Acara ini dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Prof. Dr. Abu Azam al Hady, Kepala Biro UIN Sunan Ampel, Drs. Rijal Faqih, dan Kabag Aklab, Agusli Ilyas dan para wakil dekan bidang administrasi dan juga sekretaris lembaga dan pusat pada UIN Sunan Ampel Surabaya. Sebagaimana biasa, maka saya sampaikan tiga hal mendasar terkait dengan pengelolaan keuangan dan BMN. Saya tidak focus pada persoalan ini saja, sebab saya kira Pak Agusli akan memberikan penjelasan lebih rinci terkait dengan pengelolaan keuangan dan BMN.
Pertama, serapan anggaran sebagai indicator umum kinerja ASN atau K/L. Untuk kepentingan ini, maka diharapkan agar para pejabat memahami betul bahwa kita memerlukan serapan tinggi untuk menandai bahwa kita telah bekerja secara optimal. Jangan sampai uang rakyat yang dititipkan negara kepada kita itu tidak kita dayagunakan secara maksimal untuk kepentingan rakyat. Anggaran negara adalah uang amanah rakyat dan harus kembali kepada rakyat. Apapun kerjanya, maka serapan adalah ukurannya. Selama ini banyak PTKIN yang serapannya rendah, oleh karena itu melalui forum ini, maka diharapkan dapat membangun kesadaran untuk menata ulang besaran serapan anggaran dimaksud.
Selama ini rekayasa yang dilakukan untuk memperkuat serapan ialah dengan membuat matriks yang di dalamnya terdapat upaya untuk percepatan serapan anggaran. Matriks ini sangat penting untuk memastikan mana program atau kegiatan yang sudah dilakukan, mana yang sedang dilakukan dan mana yang akan dilakukan serta mana yang tidak bisa dilkaukan. Semua harus teruji dengan kepastian, sehingga kita bisa membuat prediksi serapan kita itu maksimal.
Kedua, harus memastikan bahwa Laporan Keuangan Kementerian Agama (LKKA) bernilai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Dengan demikian, serapan anggaran yang baik saja tidak cukup kecuali bahwa laporan keuangan tersebut memenuhi syarat sebagai laporan keuangan yang wajar. Makanya, semua harus berusaha secara optimal agar setiap pengeluaran keuangan harus dibarengi dengan pertanggungjawaban yang baik. Jangan sampai terjadi kecurangan, kesalahan dan kesengajaan untuk melakukan hal yang tidak terpuji di dalam pengelolaan keuangan.
Ketiga, kita semua diangkat menjadi pejabat, maka jangan hanya diambil pejabatanya, tetapi tidak diambil pekerjaannya, juga tidak diambil tanggungjawabnya dan tidak diambil penyelesaian masalahnya. Semua harus diambil sebagai konsekuensi pejabat public. Kita bertanggungjawab tidak hanya kepada masyarakat, tetapi juga kepada negara dan Tuhan yang Maha Esa. Makanya, tugas pejabat itu sangat berat sebab dia harus menanggung berbagai masalah dan penyelesaian masalahnya. Itulah sebabnya sekali lagi juga kita harus memiliki peta masalah dan bagaimana rumusan penyelesaiannya. Janganlah kita menjadi pejabat namun tidak tahu arah mana yang akan kita tempuh. Janganlah menjadi kemudi kapal di tengah laut sementara kita tidak tahu arah mana untuk sampai ke tepi luat sebagai tujuan perjalanan.
Kita sudah menandatangani pakta integritas, kita sudah berkomitmen untuk bekerja secara optimal, maka menjadi tugas kita untuk terus membangun kinerja yang baik dan optimal. Ada orang yang menjadi pejabat tetapi hanya diambil jabatannya saja, tetapi tidak mengambil pekerjaan, masalah, penyelesaian masalah dan tanggungjawabnya. Jika ini yang terjadi maka kita menunggu kapan kemunduruan lembaga atau kementerian yang kita bekerja di dalamnya.
Jabatan bukan hanya gengsi sosial yang dengannya status seseorang akan meningkat. Tetapi jabatan merupakan tanggungjawab ganda yang harus diemban dengan optimal. Makanya, kinerja dan tanggungjawab menjadi tolok ukur penting untuk menilai apakah pejabat yang bersangkutan berhasil atau tidak di dalam jabatannya. Di sinilah sebabnya setiap pemimpin ingin meninggalkan legacy yang dianggap sebagai monument keberhasilannya. Meskipun demikian, saya termasuk yang kurang sependapat jika seorang pemimpin hanya mengejar legacy dengan cara bongkar pasang program yang sudah mapan. Jadi, pertimbangkan bahwa keberhasilan bukan satu-satunya diukur dengan monument.
Kita ini dipercaya oleh Tuhan untuk mengemban tugas sebagai aparat sipil negara (ASN), kita dipercaya oleh negara untuk mengelola anggaran, kita dipercaya masyarakat bahwa program dan kegiatan itu pasti akan sampai ke tangan mereka, maka marilah kita berusaha untuk mendekati amanah ganda tersebut sambil berharap agar yang kita kerjakan itu akan bernilai ibadah.
Wallahu a’lam bi al shawab.

TRADISI MEMPERINGATI HARI KESAKTIAN PANCASILA

TRADISI MEMPERINGATI HARI KESAKTIAN PANCASILA
Di masa lalu ada yang mempertanyakan bagaimana Pancasila yang hanya gambar yang terdiri dari lima sila dengan ungkapan-ungkapan yang umum dan standart bisa dinyatakan memiliki kesaktian?. Dengan menyatakan bahwa Pancasila memiliki kesaktian, maka berarti sudah terdapat “kemusyrikan” secara sirri, dan seharusnya tidak ada orang muslim yang menyatakan bahwa Pancasila Sakti.
Saya ingin memberikan gambaran yang berupa jawaban atas statemen ini dalam kerangka untuk memberikan klarifikasi terhadap keberagamaan yang rasanya semakin tekstual saja tanpa mengindahkan nuansa keagamaan yang lebih manusiawi dan menyejukkan. Saya selalu menggunakan cara pandang kecerdasan sosial dan spiritual sekaligus. Dengan cara menggunakan kecerdasan-kecerdasan ini, maka rasanya kita tidak akan jatuh ke dalam penilaian hitam putih dalam menghadapi setiap tradisi termasuk tradisi upacara bendera untuk memperingati Hari Kesaktian Pancasila.
Tradisi memperingati Hari Kesaktian Pancasila merupakan tradisi kebangsaan dan kenegaraan, artinya di sana terdapat intelligensi sosial yang mendasari kegiatan orang untuk menyatakan bahwa Pancasila memiliki kesaktian. Pancasila sakti merupakan ungkapan simbolik untuk menandai bahwa ada suatu saat di mana kebersamaan dan kemenyatuan warga negara Indonesia menjadi taruhan dalam ujian yang dahsyat, dengan tujuan untuk mengganti dasar negara tersebut dengan ideology lain, komunisme. Dan yang menarik bahwa semua elemen bangsa menyatakan “menolak” dengan melakukan tindakan “melawan” atas kedhaliman dimaksud.
Menyatakan Pancasila Sakti bukan berarti bahwa ada yang sakti selain Allah atau yang kuat selain Allah. Sama sekali tidak bisa disepadankan antara Allah sang Maha Khalik dengan Pancasila yang hanya merupakan gagasan kebersamaan untuk membentuk negara bangsa. Pancasila Sakti merupakan pernyataan simbolik bahwa perjuangan untuk menegakkan Pancasila sebagai ideology bangsa akan terus hidup dan bertahan sampai kapanpun. Jika ada individu atau sekelompok individu yang mempermasalahkannya dan bahkan akan menggantinya, maka dengan kekuatan kebersamaan yang disimbolisasikan dengan Pancasila itu akan bergerak bersama.
Sebagai ungkapan simbolik, maka sudahlah lazim, jika kata “kuat”, “perkasa”, “digdaya”, “sakti” itu dilekatkan pada hal-hal yang dapat dijadikan sebagai symbol kebersamaan. Misalnya, di dalam cerita pewayangan, yang melambangkan tentang senjata Kuntawijayadhanu yang memiliki kekuatan atau kesaktian luar biasa dan dimiliki oleh Adipati Karna. Senjata ini hanya dapat ditandingi oleh Senjata Pasopati milik Raden Arjuna yang akhirnya dapat mengakhiri kehidupan Adipati Karna di Padang Kurusetra. Sementara itu, senjata Kuntawijayadhanu dapat menghabisi Raden Gatutkaca karena intervensi Kala Bendana, paman Gatutkaca sendiri.
Jadi kata-kata yang dilabelkan kepada benda, atau consensus, atau pernyataan sebenarnya tidak bisa dinilai sebagai pemadanan terhadap Tuhan dengan segala atribut dan kekuasaannya.
Beberapa saat yang lalu ada seorang akademisi di PTKIN, yang menyatakan bahwa menghormat bendera itu mengarah kepada kemusyrikan. Baginya, tidak pantas warna merah putih itu dihormati. Mungkin baginya, bendera hanyalah kain berwarna yang tidak pantas dan tidak berhak untuk dihormati atau dianggap sebagai memiliki kekuatan. Ungkapan seperti ini tentu berangkat dari pemikiran tekstual tentang benda, warna dan segala hal yang tampak di luar. Di dalam dunia lambang atau symbol, bahwa benda atau apapun merupakan benda atau ungkapan yang mengnadung makna “kesakralan”. Sakral dalam konteks bukan untuk disembah tetapi dihargai sebagai lambang kebersamaan dan kesatuan. Jadi, yang dilihat seharusnya adalah apa yang ada dibalik benda, warna, ungkapan atau ucapan itu sehingga akan lebih komplit untuk membacanya.
Saya kira semua orang yang menghormat bendera, menganggap sakti Pancasila dan juga menganggap orang yang memiliki “kelebihan” misalnya dalam kepemimpinan, tentu bukan menyamakan hal tersebut dengan Tuhan, akan tetapi sebagai bentuk penghormatan kepada apa yang ita anggap “sacral” tersebut. Dalam dunia simbolik, bahwa ada sesuatu yang memiliki keunikan sendiri dan relevansinya sendiri bagi kehidupan individu maupun masyarakat.
Dengan demikian, menyebut hari Kesaktian Pancasila, sesungguhnya harus dipahami dari dimensi inteligensi sosial, yaitu keinginan untuk secara bersama-sama mempertahankan ideology negara, sebagai pengikat kesatuan dan persatuan bangsa dan merupakan ekspressi kebangsaan. Kemudian dari sisi inteligensi spiritual, bahwa menjadikan Pancasila sebagai ideology dan dasar negara adalah design Allah swt untuk bangsa Indonesia. Saya tetap berkeyakinan bahwa tidak ada di dalam dunia ini yang tidak sesuai dengan takdir Tuhan. Sebuah bentuk final dari takdir yang bisa diupayakan atau takdir yang muallaq, yang sangat tergantung kepada bagaimana Tuhan merespon keinginan kuat bangsa ini.
Sungguh tidak ada sedikitpun untuk menjadikan Hari Kesaktian Pancasila itu sebagai penentangan terhadap Allah swt dalam bentuk perilaku musyrik karena menganggap benda memiliki kekuatan atau di dalam konsep antropologis disebut dinamisme, sebab di dalam menjalankan upacara itu yang muncul bukan menyembah Pancasila akan tetapi menjadikannya sebagai lambang kebersamaan atau menjawab kebutuhan social intelligent, yang kita tentu butuh negara, bangsa dengan keharmonisan, kerukunan dan keselamatan. Selain itu juga keinginan untuk memenuhi spiritual intelligent, bahwa Allah telah mentakdirkan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang besar yang selalu bisa memenangkan pertarungan di saat-saat yang kritis.
Marilah kita maknai Ritual Hari Kesaktian Pancasila sebagai hari bersyukur nasional atas keberhasilan bangsa ini untuk terus mempertahankan lambang kebersamaan tersebut dalam konteks pertarungan isme-isme yang terus berkembang di era sekarang.
Wallahu a’lam bi al shawab.