Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ANTARA JABATAN, PEKERJAAN DAN TANGGUNJAWAB

ANTARA JABATAN, PEKERJAAN DAN TANGGUNJAWAB
Saya diminta oleh UIN Sunan Ampel Surabaya yang bekerja sama dengan Biro Keuangan dan BMN untuk memberikan masukan dalam kerangka Focus Group Discussion (FGD), tentang pengelolaan keuangan dan BMN pada Kementerian Agama (04/09/2018). Bagi saya tentu tidak asing berbicara tentang pengelolaan keuangan, sebab selama ini memang saya terlibat banyak di dalam mengelola keuangan dalam kapasitas jabatan yang saya lakukan.
Acara ini dihadiri oleh Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Prof. Dr. Abu Azam al Hady, Kepala Biro UIN Sunan Ampel, Drs. Rijal Faqih, dan Kabag Aklab, Agusli Ilyas dan para wakil dekan bidang administrasi dan juga sekretaris lembaga dan pusat pada UIN Sunan Ampel Surabaya. Sebagaimana biasa, maka saya sampaikan tiga hal mendasar terkait dengan pengelolaan keuangan dan BMN. Saya tidak focus pada persoalan ini saja, sebab saya kira Pak Agusli akan memberikan penjelasan lebih rinci terkait dengan pengelolaan keuangan dan BMN.
Pertama, serapan anggaran sebagai indicator umum kinerja ASN atau K/L. Untuk kepentingan ini, maka diharapkan agar para pejabat memahami betul bahwa kita memerlukan serapan tinggi untuk menandai bahwa kita telah bekerja secara optimal. Jangan sampai uang rakyat yang dititipkan negara kepada kita itu tidak kita dayagunakan secara maksimal untuk kepentingan rakyat. Anggaran negara adalah uang amanah rakyat dan harus kembali kepada rakyat. Apapun kerjanya, maka serapan adalah ukurannya. Selama ini banyak PTKIN yang serapannya rendah, oleh karena itu melalui forum ini, maka diharapkan dapat membangun kesadaran untuk menata ulang besaran serapan anggaran dimaksud.
Selama ini rekayasa yang dilakukan untuk memperkuat serapan ialah dengan membuat matriks yang di dalamnya terdapat upaya untuk percepatan serapan anggaran. Matriks ini sangat penting untuk memastikan mana program atau kegiatan yang sudah dilakukan, mana yang sedang dilakukan dan mana yang akan dilakukan serta mana yang tidak bisa dilkaukan. Semua harus teruji dengan kepastian, sehingga kita bisa membuat prediksi serapan kita itu maksimal.
Kedua, harus memastikan bahwa Laporan Keuangan Kementerian Agama (LKKA) bernilai Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Dengan demikian, serapan anggaran yang baik saja tidak cukup kecuali bahwa laporan keuangan tersebut memenuhi syarat sebagai laporan keuangan yang wajar. Makanya, semua harus berusaha secara optimal agar setiap pengeluaran keuangan harus dibarengi dengan pertanggungjawaban yang baik. Jangan sampai terjadi kecurangan, kesalahan dan kesengajaan untuk melakukan hal yang tidak terpuji di dalam pengelolaan keuangan.
Ketiga, kita semua diangkat menjadi pejabat, maka jangan hanya diambil pejabatanya, tetapi tidak diambil pekerjaannya, juga tidak diambil tanggungjawabnya dan tidak diambil penyelesaian masalahnya. Semua harus diambil sebagai konsekuensi pejabat public. Kita bertanggungjawab tidak hanya kepada masyarakat, tetapi juga kepada negara dan Tuhan yang Maha Esa. Makanya, tugas pejabat itu sangat berat sebab dia harus menanggung berbagai masalah dan penyelesaian masalahnya. Itulah sebabnya sekali lagi juga kita harus memiliki peta masalah dan bagaimana rumusan penyelesaiannya. Janganlah kita menjadi pejabat namun tidak tahu arah mana yang akan kita tempuh. Janganlah menjadi kemudi kapal di tengah laut sementara kita tidak tahu arah mana untuk sampai ke tepi luat sebagai tujuan perjalanan.
Kita sudah menandatangani pakta integritas, kita sudah berkomitmen untuk bekerja secara optimal, maka menjadi tugas kita untuk terus membangun kinerja yang baik dan optimal. Ada orang yang menjadi pejabat tetapi hanya diambil jabatannya saja, tetapi tidak mengambil pekerjaan, masalah, penyelesaian masalah dan tanggungjawabnya. Jika ini yang terjadi maka kita menunggu kapan kemunduruan lembaga atau kementerian yang kita bekerja di dalamnya.
Jabatan bukan hanya gengsi sosial yang dengannya status seseorang akan meningkat. Tetapi jabatan merupakan tanggungjawab ganda yang harus diemban dengan optimal. Makanya, kinerja dan tanggungjawab menjadi tolok ukur penting untuk menilai apakah pejabat yang bersangkutan berhasil atau tidak di dalam jabatannya. Di sinilah sebabnya setiap pemimpin ingin meninggalkan legacy yang dianggap sebagai monument keberhasilannya. Meskipun demikian, saya termasuk yang kurang sependapat jika seorang pemimpin hanya mengejar legacy dengan cara bongkar pasang program yang sudah mapan. Jadi, pertimbangkan bahwa keberhasilan bukan satu-satunya diukur dengan monument.
Kita ini dipercaya oleh Tuhan untuk mengemban tugas sebagai aparat sipil negara (ASN), kita dipercaya oleh negara untuk mengelola anggaran, kita dipercaya masyarakat bahwa program dan kegiatan itu pasti akan sampai ke tangan mereka, maka marilah kita berusaha untuk mendekati amanah ganda tersebut sambil berharap agar yang kita kerjakan itu akan bernilai ibadah.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..