Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PERAN PTKIN DALAM MEMBANGUN HARMONI SOSIAL DI ERA MILENIAL

PERAN PTKIN DALAM MEMBANGUN HARMONI SOSIAL
DI ERA MILENIAL

Prof. Dr. H. Nur Syam, MSi
Guru Besar Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya
Makalah disampaikan dalam diskusi STAIN Sorong (11/10/2018)

Pengantar
Sesungguhnya manusia memang diciptakan dalam segregasi yang relative stabil. Semenjak semula manusia memiliki kecenderungan untuk berkelompok dalam suatu ikatan yang mereka ciptakan sendiri. Manusia memiliki kebutuhan sosial yaitu untuk saling berkelompok dan bersatu untuk menjaga kepentingan mereka ini. makanya, sejarah kemanusiaan seseungguhnya diwarnai oleh kehidupan berkelompok baik yang bercorak menetap maupun yang nomaden.
Fungsi kelompok bagi manusia sebenarnya memiliki beberapa fungsi, yaitu:
1) Fungsi untuk mengembangkan keturunan. Sebagaimana diketahui bahwa manusia membutuhkan pengembangan keturunanya sebagai pemenuhan kebutuhan biologis. Setiap manusia memiliki kecenderungan untuk mengembangkan keturunan yang akan menyambung tali kehidupannya.
2) Fungsi menjaga keamanan dalam kehidupan. Dengan kehidupan berkelompok, maka mereka akan memiliki katahanan yang lebih baik, apakah untuk menaggulangi serangan binatang atau kelompok lain. Sejarah pertarungan atau konflik antar kelompok sesungguhnya dipicu oleh saling keinginan untuk menguasai dan bertahan.
3) Fungsi pembagian kerja. Sebagaimana diketahui semenjak manusia mengenal kehiduan berkelompok, maka kemudian muncul pembagian kerja berdasarkan seksualitas. Misalnya lelaki berperan untuk mencari makanan, berburu dan melindungi keluarga atau kelompoknya, sementara itu para perempuan berperan untuk menjaga keturunan, memasak dan menjaga rumah.
4) Pengembangan fungsi kelompok ialah lelaki berperan di ruang publik dan perempuan berperan di ruang domestik. Pembagian seperti ini muncul di saat kehidupan modern sudah mulai merambah di dalam kehidupan masyarakat.
5) Fungsi enkulturasi, artinya bahwa di dalam kehidupan berkelompok tersebut terdapat proses transformasi budaya dari para orang tua kepada yang lebih muda. Proses ini dilakukan dengan pemberian contoh secara langsung kepada mereka yang dijadikan sebagai sasaran proses enkulturasi.

Harmoni Sosial sebagai tujuan kehidupan sosial
Ada beberapa proposisi yang kiranya bisa dijadikan sebagai bahan “renungan” bagi bangsa ini di tengah perubahan sosial dan desakan isme-isme dunia yang berebut pengaruh bagi sebuah bangsa. Di antara proposisi tersebut ialah:
Pertama, Kerukunan, harmoni dan slamet adalah falsafah kehidupan bangsa Indonesia. Siapapun yang merasa sebagai bangsa Indonesia dipastikan akan beranggapan dan memandang bahwa membangun kerukunan dan harmoni serta menciptakan kehidupan yang penuh keselamatan adalah tujuan kehidupan yang paling asasi. Seharusnya, prinsip hidup seperti ini harus menjadi tujuan yang sangat mendasar.
Saya kira, tidak ada suatu bangsa di dunia ini yang tidak mendambakan akan keselamatan. Negara-negara di Timur Tengah yang terus menerus dibombardir dengan peperangan, sesungguhnya di dalam batinnya yang paling mendalam ialah menginginkan kerukunan dan keselamatan. Bangsa Palestina yang terus diperangi oleh Israel dengan berbagai cara juga selalu mendambakan keselamatan tersebut.
Kedua, Kita memiliki visi dan misi yang hebat sebagai bangsa. Di dalam konteks ini, maka kita menjadi teringat dengan empat pokok pikiran di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang saya kira merupakan tujuan mulia di dalam bernegara. Para founding fathers negeri ini sungguh memiliki visi luar biasa yang rasanya seperti memperoleh ilham untuk merumuskannya. Empat pokok pikiran tersebut meliputi: keinginan negara untuk melindungi warga negaranya, keinginan untuk menyejahterakan masyarakatnya, keinginan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan keinginan untuk menjaga ketertiban dunia yang abadi berdasarkan atas prinsip-prinsip keadilan, ekualitas dan kesejahteraan.
Sungguh rumusan visi ke-Indonesia-an yang sangat luar biasa dan semestinya memproleh apresiasi yang sedemikian besar. Yang terjadi di beberapa elemen bagsa ini, justru ingin menggantinya dengan ideologi lain yang belum tentu menghasilkan perbaikan bagi bangsa ini. Alih-alih membahagiakan masyarakat bangsa, yang terjadi justru pertentangan dan konflik sosial yang bisa memecah belah kesatuan dan persatuan bangsa.
Ketiga, sebuah negara yang hebat bukan sebuah negara yang tidak pernah mengalami problem berat dalam bentuk konflik yang hebat. Tetapi salah satu kehebatan itu ialah karena kita bangkit kembali untuk tegak dan menegaskan bahwa kesatuan dan persatuan bangsa adalah segala-galanya. Kita pernah konflik dengan komunisme tahun 1948 dan 1965 yang semuanya berakhir dengan happy ending dalam konteks kita memenangkan kesatuan dan persatuan bangsa berbasis pada dasar Ideologi Pancasila. Meskipun terdapat varian dalam memahami Pancasila sebagai dasar dan filsafat bangsa Indonesia, akan tetapi ternyata bahwa bangsa Indonesia bisa memenangkan pertarungan tersebut dan hingga kini dan bahkan yang akan datang akan tetap lestari bangsa ini dengan empat pilar consensus kebangsaannya. Menegakkan Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Kebhinekaan.
Keempat, kita memiliki tantangan yang luar biasa dewasa ini. ada tantangan ideologi trans-nasional yang terus menggerus pemahaman bangsa ini untuk bergeser. Gerakan ideologi trans-nasional telah menggerogoti anak-anak muda kita untuk membenarkannya dan menolak terhadap Pancasila sebagai common platform penting yang menyatukan bangsa ini. Mereka mempercayai terhadap apa yang dibacanya dan didoktrinkan kepadanya tentang kebenaran ideologi baru tersebut. Setelah medan pertempuran di Irak dan Syria nyaris selesai, maka mereka lalu menyebar dengan mengancam dengan terror bom di berbagai tempat. Di Eropa, Amerika, di Asia dan juga di Indonesia.
Kelima, tantangan teknologi informasi yang semakin nyata. Tidak bisa dipungkiri bahwa kita akan menghadapi masa depan artificial intelligent yang sangat dahsyat. Robot atau mesin-mesin pintar ini akan menjadi tantangan manusia yang berat. Bisa dibayangkan bahwa tahun 2030 akan terdapat 800 juta pekerjaan yang akan ditangani oleh robot-robot pintar ini. Oleh karenanya, meskipun kita di wilayah Indonesia Timur, maka tidak boleh kita anggap bahwa kita tidak berurusan dengan dunia artificial intelligent. Semua masyarakat dunia akan terkena imbas pengaruh artificial intelligent secara nyata.

Bagaimana dengan PTKIN?
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh PTKIN—khususnya STAIN Sorong—dalam rangka untuk menjemput masa depan, yaitu:
Pertama, agar menjadi lembaga pendidikan berkualitas. Sesuai dengan RPJMN 2019-2024, maka visi pendidikan di Indonesia ialah pendidikan berkualitas selain Indonesia tanpa kemiskinan, Indonesia tanpa kelaparan dan Indonesia sehat. Artinya, semua lembaga pendidikan harus mengembangkan lembaga pendidikannya untuk menjadi berkualitas. Untuk ini, maka akreditasi harus diperkuat, dosen harus berpendidikan terbaik, karya dosen harus outstanding, mahasiswa harus memiliki kemampuan soft skilled yang memadai serta memiliki distingsi yang unggul.
Kedua, harus memiliki center of religious harmony, di Papua, saya kira problem kita adalah tentang disharmoni di antara pemeluk agama. Masih terdapat carut marut tentang kerukunan umat beragama. Makanya, PTKIN harus mampu menjadi pusat bagi terciptanya religious harmony dimaksud. Kita semua tahu bahwa kita memiliki kearifan lokal, misalnya satu tungku tiga batu, atau kitorang basudara. Maka, hal ini harus terus menerus digelorakan untuk membangun harmoni dan kerukunan.
Ketiga, agar STAIN Sorong menyiapkan satu program pembelajaran tentang literasi media untuk memberikan kesepahaman bagi para mahasiswa tentang pentingnya pengetahuan tentang media teknologi yang relevan dengan kebutuhan masyarakat yang sedang berubah dewasa ini. Jangan sampai kita ketinggalan dengan negara lain dalam hal kesiapaan kita menghadapi era milenial yang ditandai dengan kemampuan literasi teknologi informasi.
Keempat, mari kita diskusikan apa yang kiranya bisa menjadi center of excellence dari STAIN Sorong yang pusat keunggulan tersebut berasal dari keinginan masyarakat dan kita semua berbasis pada kearifan lokal yang mendasar ditempat ini. saya kira kita akan bisa menemukannya,
wallahu’alm bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..