• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

VARIABEL CENTER OF EXCELLENCE: KUALITAS INFRASTRUKTUR

Setelah diselingi sehari saya tidak menulis tentang center of excellence perguruan tinggi (PT), maka hari ini saya akan menulis lagi tentang center of excellence PT sebagai bahan diskusi di dalam kerangka untuk memperdalam tentang apa yang sesungguhnya diinginkan oleh para stakeholder PT yaitu menjadikan PT sebagai PT yang unggul.
Saya telah menulis bahwa dosen dan proses pembelajaran merupakan variabel penting di dalam pengembangan center of excellence. Saya telah kupas beberapa indikator dasar yang kemudian bisa dibuatkan ukuran-ukurannya dan bahkan juga untuk merumuskan program akseleratif yang menyangkut pengembangkan pusat keunggulan dosen. Kini saya ingin menggambarkan bahwa selain dosen dan PBM juga ada variabel struktural yang perlu diperhatikan, yaitu variabel infrastruktur dan sarana prasarana. (more..)

MEMBANGUN JAWA TIMUR DENGAN VISI

Dalam dua hari, 28 dan 29 September 2010, saya memperoleh kesempatan mendengarkan pidato Gubernur Jawa Timur, Dr. Soekarwo, yang terkenal dengan sebutan Pak De. Yang pertama ketika beliau memberikan sambutan atas pelantikan Walikota dan Wakil Walikota Surabaya, Ir. Tri Rismaharini, MT dan Drs. Bambang Dwi Hartono, MPd dan yang kedua dalam forum sosialisasi anggaran dan program Pemerintah Jawa Timur tahun 2011 yang dihadiri oleh seluruh Bupati se Jawa Timur, Kepala Bappeda dan SKPD, akademisi, LSM dan Mahasiswa.
Pak De memaparkan beberapa hal yang sangat mendasar tentang bagaimana membangun Jawa Timur dengan semangat yang sangat tinggi. Mendengarkan pidatonya yang selalu menggunakan angka-angka statistik dan kemudian prediksi-prediksinya tentang bagaimana semestinya Jawa Timur ke depan, saya teringat dengan pidato-pidatonya Presiden Soeharto di masa lalu. Hanya saja, jika Presiden Soeharto berpidato dengan sangat serius sebagai ciri khas militer, sedangkan Pak De memadukan cara berpidato dengan ungkapan data tetapi dipadukan dengan gaya seorang Da’i yang juga memberikan hiburan. (more..)

VARIABEL CENTER OF EXCELLENCE PT: DOSEN DAN PBM

Saya kemarin sudah menulis tentang dosen sebagai variabel struktural dalam mengembangkan center of excellence di PT. Secara konseptual bisa dinyatakan bahwa dosen memiliki kontribusi besar dalam rangka mewujudkan gagasan membentuk center of excellence di PT.
Mengapa dosen dianggap sebagai pilar penting bagi pengembangan center of excellence bagi PT? Alasan utamanya adalah dosen sebagai figur yang menjadi sumber utama di dalam proses pembelajaran dan tranformer ilmu pengetahuan yang utama. Di era teknologi informasi ini tetap saja dosen berfungsi sebagai inspirator dalam pengembangan akademik. Dosen tetap menempati posisi penting di dalam proses penguatan dan penciptaan center of excellence. (more..)

VARIABEL CENTER OF EXCELLENCE PT

Kemajuan sebuah lembaga sangat tergantung kepada visi yang dirumuskan oleh segenap pimpinan lembaga beserta seluruh jajarannya. Tentu saja visi saja juga tidak cukup, jika tidak diikuti dengan implementasi yang memadai. Makanya antara visi dan implementasi harus seimbang dan memadai.
Untuk mengembangkan center of excellence tentu harus dilihat dari beberapa variable. Mempertimbangkan variabel-variabel ini tentu sangat mendasar, sebab tanpa eksistensi variabel yang menjadi inti pusat keunggulan tersebut, maka tujuan membangun center of excellence pasti tidak akan tercapai. Untuk menjadi excellence, tentu dibutuhkan beberapa persyaratan yang sangat ketat. Di antara variabel yang menjadi persyaratan tersebut yang mendasar adalah: pertama, pemihakan dalam bentuk kebijakan. Pemihakan pada kebijakan yang bersearah kepada penciptaan ekselensi menjadi variable substansial. Variable ini saya anggap sebagai sangat penting sebab tanpa pemihakan yang sangat mendasar tentang apa dan bagaimana agar menjadi excellence, maka segala sesuatunya pastilah tidak akan menjadi yang terbaik. Salah satu contoh yang sangat mendasar adalah pemihakan tentang anggaran.
Betapapun memiliki visi yang sangat baik, tentang apa dan bagaimana program ekselensi tersebut akan dilaksanakan, namun jika tidak didukung oleh penganggaran yang sangat memadai, maka hanya akan menjadi mimpi. Work without vision is day dream. Vision without work is nightmare. Jadi mimpi harus diubah menjadi kenyataan. Dan agar ide dapat menjadi kenyataan, maka haruslah didukung oleh seperangkat tindakan praksis yang berupa kebijakan yang selaras dengan implementasi visi dimaksud.
Kedua, adalah variable structural. Yang saya kategorikan sebagai variable structural adalah bagaimana agar sebuah institusi menjadi ekselen. Yaitu institusinya sendiri harus menjadi ekselen. Untuk menjadi ekselen maka harus ada pengakuan dari lembaga lain tentang ekselensi lembaganya tersebut. Misalnya adalah akreditasi kelembagaannya.
Di dalam hal ini, maka status kelembagaan tersebut harus memperoleh pengakuan dari lembaga independen, seperti BANPT untuk status akreditasi. Kemudian dalam hal pelayanan, maka harus memperoleh sertifikasi dari lembaga yang selama ini melakukan akreditasi tentang pelayanan jasa, misalnya ISO 9000 atau lainnya.
Kemudian juga status lainnya yang bisa membanggakan, misalnya pengakuan internasional tentang lembaga tersebut. Saya rasa pengakuan internasional tentang World Class University (WCU) melalui lembaga apapun menjadi penting. IAIN Sunan Ampel telah menjadi WCU melalui pengakuan Webometrics dengan peringkat 48 dari seluruh PT di Indonesia dan 6023 untuk seluruh perguruan tinggi internasional. Pencapaian ini tentu saja sangat membanggakan, sebab banyak orang yang tidak mengenal secara mendalam tentang IAIN Sunan Ampel, namun Webometrics yang berpusat di Perancis justru mengenalnya sebagai lembaga yang unggul.
Yang sangat penting juga variable dosen. Agar menjadi PT dengan prodinya yang unggul, maka dosennya juga harus ekselen. Berapa banyak guru besar, doctor, praktisi yang terlibat di dalam program studi dimaksud. Satu contoh yang sangat mendasar, bagaimana akan menjadi ekselen di bidang prodi dakwah, jika di prodi tersebut tidak didapatkan guru besar dakwah yang sangat andal, tidak hanya kemampuan teoretik, akan tetapi juga praktisi dakwahnya. Jika dakwah itu dimaknai tidak hanya retorika akan tetapi juga kolumnis, penulis buku, penulis sastra agama, penulis puisi keagamaan, dan sebagainya, maka ada berapa banyak dosen yang memiliki keahlian dakwah bil kalam dan bil qolam.
Jika kita flash back yang sangat jauh, maka Ibn Sina, Ibn Khaldun, Ibn Rusyd, Imam Ghazali dan sebagainya dikenal oleh dunia internasional, karena tulisan-tulisannya yang menjadi referensi atas keunggulannya. Kemudian, dewasa ini, peraih hadiah Nobel ekonomi seperti Muhammad Yunus di Banglades menjadi dikenal oleh dunia internasional, karena tindakan praksisnya di bidang pemberdayaan masyarakat ekonomi kelas bawah. Jika lebih sempit lagi, maka UIN Jakarta dikenal sebagai lembaga yang unggul, karena tulisan Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat.
Untuk menjadi unggul di bidang ilmu hadits, ilmu tafsir, ilmu filsafat, pemikiran Islam, pendidikan Islam dan sebagainya, maka persyaratan mendasarnya adalah seberapa banyak guru besar dan doctor yang mengabdikan dirinya untuk lembaganya melalui karya akademis dan praksis yang orisinal dan unik. Meskipun banyak professor dan doctor, akan tetapi jika tidak memiliki ghirah untuk membesarkan lembaga melalui karya akademik, maka statusnya bisa diragukan orang. Guru besar bukan puncak karir akademis, akan tetapi awal dari karir akademis.
Jadi, dosen adalah magnit yang luar biasa untuk memperoleh status keunggulan bagi institusinya. Jika ini tidak dipenuhi, maka akan sangat sulit untuk memperoleh status keunggulan dimaksud. Dosen bukan hanya sebagai pengajar akan tetapi adalah penemu. Jadi kemampuan risetnya harus sangatlah unggul dalam bidangnya.
Perguruan tinggi seperti UI bisa menjadi dikenal luar biasa di dunia internasional, karena penelitiannya yang memiliki standart temuan internasional. Dengan pendapatan pertahunnya yang mencapai Rp. 800 milyar rupiah, maka menjadi mustahil, jika UI tidak bisa mengembangkan keunggulan-keunggulannya. UI bisa membuat hibah penelitian yang outstanding dengan anggaran yang dimilikinya.
Dengan demikian, jika kita ingin menjadi unggul, maka harus diperhatikan tentang variable substansial dan structural ini. Besuk saya masih akan menulis lagi tentang ekselensi tentang variable structural lainnya.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Kemajuan sebuah lembaga sangat tergantung kepada visi yang dirumuskan oleh segenap pimpinan lembaga beserta seluruh jajarannya. Tentu saja visi saja juga tidak cukup, jika tidak diikuti dengan implementasi yang memadai. Makanya antara visi dan implementasi harus seimbang dan memadai.

Untuk mengembangkan center of excellence tentu harus dilihat dari beberapa variable. Mempertimbangkan variabel-variabel ini tentu sangat mendasar, sebab tanpa eksistensi variabel yang menjadi inti pusat keunggulan tersebut, maka tujuan membangun center of excellence pasti tidak akan tercapai. Untuk menjadi excellence, tentu dibutuhkan beberapa persyaratan yang sangat ketat. Di antara variabel yang menjadi persyaratan tersebut yang mendasar adalah: pertama, pemihakan dalam bentuk kebijakan. Pemihakan pada kebijakan yang bersearah kepada penciptaan ekselensi menjadi variable substansial. Variable ini saya anggap sebagai sangat penting sebab tanpa pemihakan yang sangat mendasar tentang apa dan bagaimana agar menjadi excellence, maka segala sesuatunya pastilah tidak akan menjadi yang terbaik. Salah satu contoh yang sangat mendasar adalah pemihakan tentang anggaran.

Betapapun memiliki visi yang sangat baik, tentang apa dan bagaimana program ekselensi tersebut akan dilaksanakan, namun jika tidak didukung oleh penganggaran yang sangat memadai, maka hanya akan menjadi mimpi. Work without vision is day dream. Vision without work is nightmare. Jadi mimpi harus diubah menjadi kenyataan. Dan agar ide dapat menjadi kenyataan, maka haruslah didukung oleh seperangkat tindakan praksis yang berupa kebijakan yang selaras dengan implementasi visi dimaksud.

Kedua, adalah variable structural. Yang saya kategorikan sebagai variable structural adalah bagaimana agar sebuah institusi menjadi ekselen. Yaitu institusinya sendiri harus menjadi ekselen. Untuk menjadi ekselen maka harus ada pengakuan dari lembaga lain tentang ekselensi lembaganya tersebut. Misalnya adalah akreditasi kelembagaannya.

Di dalam hal ini, maka status kelembagaan tersebut harus memperoleh pengakuan dari lembaga independen, seperti BANPT untuk status akreditasi. Kemudian dalam hal pelayanan, maka harus memperoleh sertifikasi dari lembaga yang selama ini melakukan akreditasi tentang pelayanan jasa, misalnya ISO 9000 atau lainnya.

Kemudian juga status lainnya yang bisa membanggakan, misalnya pengakuan internasional tentang lembaga tersebut. Saya rasa pengakuan internasional tentang World Class University (WCU) melalui lembaga apapun menjadi penting. IAIN Sunan Ampel telah menjadi WCU melalui pengakuan Webometrics dengan peringkat 48 dari seluruh PT di Indonesia dan 6023 untuk seluruh perguruan tinggi internasional. Pencapaian ini tentu saja sangat membanggakan, sebab banyak orang yang tidak mengenal secara mendalam tentang IAIN Sunan Ampel, namun Webometrics yang berpusat di Perancis justru mengenalnya sebagai lembaga yang unggul.

Yang sangat penting juga variable dosen. Agar menjadi PT dengan prodinya yang unggul, maka dosennya juga harus ekselen. Berapa banyak guru besar, doctor, praktisi yang terlibat di dalam program studi dimaksud. Satu contoh yang sangat mendasar, bagaimana akan menjadi ekselen di bidang prodi dakwah, jika di prodi tersebut tidak didapatkan guru besar dakwah yang sangat andal, tidak hanya kemampuan teoretik, akan tetapi juga praktisi dakwahnya. Jika dakwah itu dimaknai tidak hanya retorika akan tetapi juga kolumnis, penulis buku, penulis sastra agama, penulis puisi keagamaan, dan sebagainya, maka ada berapa banyak dosen yang memiliki keahlian dakwah bil kalam dan bil qolam.

Jika kita flash back yang sangat jauh, maka Ibn Sina, Ibn Khaldun, Ibn Rusyd, Imam Ghazali dan sebagainya dikenal oleh dunia internasional, karena tulisan-tulisannya yang menjadi referensi atas keunggulannya. Kemudian, dewasa ini, peraih hadiah Nobel ekonomi seperti Muhammad Yunus di Banglades menjadi dikenal oleh dunia internasional, karena tindakan praksisnya di bidang pemberdayaan masyarakat ekonomi kelas bawah. Jika lebih sempit lagi, maka UIN Jakarta dikenal sebagai lembaga yang unggul, karena tulisan Azyumardi Azra dan Komaruddin Hidayat.

Untuk menjadi unggul di bidang ilmu hadits, ilmu tafsir, ilmu filsafat, pemikiran Islam, pendidikan Islam dan sebagainya, maka persyaratan mendasarnya adalah seberapa banyak guru besar dan doctor yang mengabdikan dirinya untuk lembaganya melalui karya akademis dan praksis yang orisinal dan unik. Meskipun banyak professor dan doctor, akan tetapi jika tidak memiliki ghirah untuk membesarkan lembaga melalui karya akademik, maka statusnya bisa diragukan orang. Guru besar bukan puncak karir akademis, akan tetapi awal dari karir akademis.

Jadi, dosen adalah magnit yang luar biasa untuk memperoleh status keunggulan bagi institusinya. Jika ini tidak dipenuhi, maka akan sangat sulit untuk memperoleh status keunggulan dimaksud. Dosen bukan hanya sebagai pengajar akan tetapi adalah penemu. Jadi kemampuan risetnya harus sangatlah unggul dalam bidangnya.

Perguruan tinggi seperti UI bisa menjadi dikenal luar biasa di dunia internasional, karena penelitiannya yang memiliki standart temuan internasional. Dengan pendapatan pertahunnya yang mencapai Rp. 800 milyar rupiah, maka menjadi mustahil, jika UI tidak bisa mengembangkan keunggulan-keunggulannya. UI bisa membuat hibah penelitian yang outstanding dengan anggaran yang dimilikinya.

Dengan demikian, jika kita ingin menjadi unggul, maka harus diperhatikan tentang variable substansial dan structural ini. Besuk saya masih akan menulis lagi tentang ekselensi tentang variable structural lainnya.

Wallahu a’lam bi al shawab.

MERENDA CENTER OF EXCELLENCE PT

Hari Ahad dan Senin, 26-27 September 2010, saya dilibatkan di dalam acara yang dikaitkan dengan program konsolidasi dan Sosialisasi Program Bantuan Kementerian Agama, yang dilaksanakan oleh Sub Direkorat Perpustakaan, Bantuan dan Beasiswa. Program ini merupakan bagian dari upaya untuk mengkoordinasikan dan menyosialisasikan  tentang program bantuan yang dikucurkan oleh Kementerian Agama. Acara ini dikoordinasi oleh Dra.Ida Nor Qosim, MPdI, yang memang memiliki tupoksi untuk mendistribusikan berbagai bantuan dari Kementerian Agama. (more..)