• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

KURIKULUM PAI

KURIKULUM PAI
Tanggung jawab kementerian agama adalah tentang pendidikan agama. Keterlibatan kementerian agama di dalam perumusan kurikulum ini sangat intens. keterlibatan di dalam perubahan kurikulum tersebut ditandai dengan intensitas tim kurikulum pendidikan agama Islam untuk mendiskusikan dan merumuskan kompetensi lulusan, kompetensi inti dan kompetensi dasar di dalam mata ajaran pendidikan agama Islam.
Perkembangan kurikulum di Indonesia terjadi, yaitu tahun 1994, 1999, 2003, 2005. Kurikulum Tahun 1994 ditandai penuh dengan sentralisasi. Namun demikian, Semenjak tahun 1999 dilakukan perubahan ke arah konsep KBK. Tahun 2001 -2004 dilakukan uji coba KBK. Tahun 2006 barulah kurikulum tersebut diberlakukan. Tahun 2003 lahirlah UU SPN untuk menguatkan posisi madrasah. Lahirlah PP no 19 tahun 2005 tentang SNP. Tahun 2006-2012 menggunakan KBK. Dari berbagai kajian di negara lain, ternyata hanya ada dua negara yang konsisten menggunakan KBK, yaitu Inggris dan australia. Sedangkan US tidak sepenuhnya menggunakan KBK. 
Kurikulum 2013 ini menggunakan pendekatan tematik integratif, dengan harapan bahwa mata pelajaran dihilangkan dari mindset kita. Kurikulum yang masih menggunakan mata pelajaran, maka sesungguhnya bukan lagi berbasis KBK. Melalui pendekatan tematik integratif ini maka mata pelajaran itu lebur jadi satu. Jadi tidak berpikir mana matematika ya, mana ilmu sosialnya dan sebagainya. Rumusan kompetensi adalah ilmu dan ketrampilan. Orang yang melakukan sesuatu tetapi tidak ada ilmunya, maka disebut bukan berbasis Kompetensi. 
Kurikulum ini diharapkan menghasilkan manusia Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif. Di sini, maka harus ada integrasi sikap, ketrampilan dan pengetahuan. Kurikulum ini ingin menerjemahkan kehidupan. Kurikulum ini diharapkan menghasilkan manusia yang produktif, kreatif, inovatif dan afektif yang berbasis pada pengetahuan ketrampilan dan sikap sosial. Kompetensi pengetahuan, sistem nilai dan kompetensi keterampilan menentukan terhadap aktualisasi sikap/watak Islami. Sikap atau tahu mengapa, ketrampilan itu tahu bagaimana dan pengetahuan itu tahu apa. 
Contoh tentang KISD: menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya. Maka siswa dapat berdoa sebelum dan sesudah belajar sebagai bentuk pemahaman terhadap QS AL Fatihah. Mensyukuri karunia dan pemberian sebagai implementasi dari pemahaman AS AL Fatihah dan QS AL ikhlas. Bersuci  sebelum beribadah. Membaca basmalah setiap memulai aktivitas. 
Contoh KISMP: menghargai dan menghayati  ajaran agama yang dianutnya. Maka siswa harus membaca AL Quran  dengan tartil. Beriman kepada Allah. Beriman kepada malaikat, melaksanakan toharoh, melaksanakan shalat wajib dsb. Ini bukan ranah pengetahuan akan tetapi pengamalan. Melalui pentradisian. 
Contoh KISMA: 
Kegiatan terprogram dilakukan melalui:  Acara shalat berjamaah, pemeriksaan kesehatan, membiasakan salam dan sebagainya. Memberi contoh berpakaian rapi, memuji hasil kerja yang baik, dan sebagainya. 
Di dalam kurikulum ini, maka digunakan pendekatan holistik. Jadi tidak lagi berbicara tentang AL Quran, hadits, shalat, akhlak dan sebagainya. Karena semuanya diramu di dalam pendekatan tematik yang integratif. Shalat, AL Quran, hadits, tauhid dan sebagainya terintegrasi di dalam tema itu. Semua mata pelajaran harus terintegrasi di dalam kurikulum ini. Sumber kompetensi adalah mata pelajaran perkelas, lalu dijadikan sebagai Kompetensi inti dan dituangkan di dalam kompetensi dasar. Di dalam hal ini, maka kompetensi dasar dari kurikulum 2006 tidak dihilangkan akan tetapi dirumuskan dalam integrasi dengan tema yang membahasnya. 
Secara konseptual bahwa kurikulum tahun 2013 menggunakan konsep temattik integratif artinya, bahwa di dalam kurikulum ini ada integrasi antara misalnya AL Quran, fiqih,  hadits dan sebagainya. Yang berbeda dengan kurikulum yang lalu adalah bahwa Sekarang ini yang digunakan adalah menyatukan semuanya di dalam tema-tema yang dibicarakan. 
Kelihatannya, bahwa pada kurikulum 2013 akan terdapat integrasi internal, artinya bahwa akan terjadi pengintegrasian antar berbagai bidang studi di dalam matapelajaran, misalnya ketika membahas tema “menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya” maka di dalamnya akan terdapat bahasan AL Quran, fiqih, dan budaya beragama. Di sini ada doa dan pengamalan doanya. Demikian pula untuk  tema lainnya di klas I, maka semuanya menggunakan konsep integratif internal ini.  Bahasa sederhananya, lupakan mata pelajaran parsial dan lakukan integrasi menyeluruh.
Di sisi lain, dan menurut saya lebih urgen adalah tematik integratif eksternal. Salah satu kritik saya adalah bagaimana mata pelajaran agama tidak bisa terintegrasi dengan mata pelajaran lain dalam suatu tema yang dibicarakan. Saya masih ingat ketika di dalam forum temu pakar untuk membahas kurikulum 2013, bahwa ketika misalnya berbicara tentang tema “indahnya kebersamaan”, maka mata pelajaran lain bisa terintegrasi, misalnya IPA, IPS, kewarganegaraan, seni budaya dan sebagainya. Maka seharusnya agama tentu bisa diintegrasikan sedemikian rupa mengingat bahwa agama tentu sangat sarat dengan tema indahnya kebersamaan. Di dalam setiap agama tentu ada ajaran-ajaran Universal atau nilai-nilai universal yang bisa dikaitkan dengan indahnya hidup bersama itu. Oleh karena itu yang justru seharusnya memperoleh penekanan adalah tentang integrasi eksternal ini. 
Memang harus diakui bahwa agama memiliki ruang otoritasnya sendiri. Ada yang berpendapat bahwa agama bukan pengetahuan. Makanya, mengajarkan agama tidak bisa dikaitkan dengan mata pelajaran lain. Ia harus berdiri sendiri. Jadinya, agama harus diajarkan dengan suatu metode dan proses yang berbeda dengan lainnya. Mengajarkan teologi yang normatif dan dogmatis harus diajarkan dengan cara dan metode berbeda. 
Akan tetapi terhadap aspek sosial agama, maka tentunya terdapat nilai-nilai universal yang bisa di bersamakan dengan lainnya di dalam membangun integrasi. Nilai kerjasama, nilai kejujuran, nilai keadilan, nilai kebangsaan dan sebagainya adalah nilai universal yang tentu ha bisa dirajut dengan nilai sosial budaya dan ilmu pengetahuan di dalam kerangka membangun tema pembelajaran.
Dengan cara seperti ini, maka integrasi tuntas akan dapat terjadi dan bukan hanya integrasi parsial sebagaimana terdapat di dalam rencana kurikulum yang sedang dibicarakan. tentu masih ada kesempatan untuk melakukan perubahan demi perubahan untuk memperbaiki rumusan kurikulum yang sedang dikonstruksikan.
Wallahu a’lam bialshawab.

TAHUN BARU 2013

TAHUN BARU 2013
Hari Ini, Selasa, adalah tahun baru Masihiyah. Tahun baru biasanya dijadikan sebagai wahana untuk beriang gembira disebabkan oleh pergantian tahun tersebut. Tidak hanya remaja dan anak-anak yang ramai-ramai meniup terompet, akan tetapi juga banyak orang tua yang secara sengaja menghabiskan malam tahun baru dengan gegap gempita. Ada yang merayakannya di rumah bersama keluarga dan ada pula yang ramai-ramai di tempat hiburan dan ada pula yang menghabiskannya di hotel dan cottage untuk menyongsong tahun baru. 
Di jagat maya ini ada beberapa perayaan tahun baru. Yaitu tahun baru Miladiyah atau tahun baru berdasarkan kalender Islam yang dimulai dengan peristiwanya hijrahnya Nabi Muhammad SAW. Kemudian tahun baru Masihiyah atau tahun baru berdasarkan kalender yang dibuat berdasarkan kelahiran Nabi Isa. Lalu juga ada tahun baru Cina, tahun baru Saka yang dibuat oleh Sultan Agung sebagai penanggalan Jawa dan sebagainya. 
Semua kalender atau penanggalan sesungguhnya dibuat untuk memberikan pengetahuan tentang hari, bulan, tahun dan sebagainya. 
Ada variasi cara orang menyambut tahun baru. Ada yang difasilitasi oleh Pemerintah, atau ada juga yang difasilitasi oleh kaum bisnis, dan ada juga yang difasilitasi oleh masyarakat. Hotel-hotel dan tempat hiburan juga seakan berlomba untuk menghadirkan nuansa berbeda menjelang perayaan tahun baru. Semua dikerahkan untuk menyongsong tahun baru. Musik, penyanyi, tari, kuliner dan sebagainya dikerahkan untuk menyambut datangnya tahun baru. 
Ada dua sikap yang terlihat di dalam menyambut tahun baru. Pertama, adalah menyambut tahun baru dengan Hura-Hura, dengan semangat untuk meramaikan dengan gegap gempita tanpa ada pemikiran bahwa dengan tahun baru berarti bahwa ada perjalanan baru yang harus ditunaikan. Yang penting Happy, bagaimanapun caranya. Mereka ini menutup tahun berlangsung dan menyambut tahun baru dengan kebut-kebutan di jalan. Mereka naik sepeda motor seakan tanpa ada aturan yang harus dipatuhinya. 
Mereka menjadi penguasa jalan raya. Hampir seluruh ruas jalan di kota-kota dikuasainya. Lelaki dan perempuan umur belasan tahun tanpa perasaan bersalah berkendaraan dengan berboncengan tiga, bersepeda sambil berdiri di atas kendaraannya, dan sebagainya. Mereka sama sekali tidak menghiraukan keselamatan dirinya dan juga keselamatan orang lain. Semalaman mereka berada di jalanan seakan dialah penguasa jalanan malam itu. 
Yang juga merayakan dengan hiruk pikuk adalah mereka yang  berada di hotel-hotel, baik hotel berbintang maupun tidak. Ada paket-paket yang secara sengaja ditawarkan untuk menarik minat penghuni hotel. Acara-acara yang berupa life music, dengan penyanyi terkenal dan juga DJ terkenal dijadikan sebagai paket menyongsong tahun baru. 
Meskipun semangatnya sama, akan tetapi yang di hotel tentu jauh lebih tertib dibanding mereka yang menyelenggarakan paket hiburan di lapangan terbuka. Hampir setiap kota terdapat paket hiburan seperti ini. Bahkan kota Jakarta juga menyelenggarakan paket acara hiburan di jalan-jalan utama kota Jakarta. Ada beberapa ruas jalan yang dikosongkan dari kendaraan bermotor pada malam tahun baru. Jalanan ini diisi dengan musik, tarian, dan juga pelawak, yang digunakan sebagai tempat hiburan bagi masyarakat Jakarta. 
Jakarta memang berubah di dalam menyambut tahun baru. Jakarta night festival, yang dijadikan sebagai ikon penyambutan tahun baru yang digelar di jalan utama Jakarta ternyata juga diharapkan dapat ke jadi daya tarik bagi pengunjung Jakarta di tahun baru. Bahkan hotel besar yang berada di sepanjang jalur seperti Jalan Sudirman, bundaran HI dan sebagainya juga mendukung terhadap acara ini. 
Ada sebuah pertanyaan, apakah merayakan tahun baru memang harus dengan Hura-Hura, dengan mengusai jalan raya, dengan mempertaruhkan nyawa, dengan mempertaruhkan keselamatan diri atau orang lain dan sebagainya. Jawabannya tentu tidak. Namun demikian, Menyambut tahun baru dengan Hura-Hura sudah menjadi tradisi yang melekat di dalam mindset di sebagian masyarakat kita. 
Tahun baru Masehi juga sarat dengan perayaan kembang api. Di pusat kota, pusat hiburan, tempat rekreasi, semuanya menyelenggarakan life music dan juga musik hingar bingar dengan DJ terkenal. Tahun baru adalah rezekinya para pesohor. Penyanyi, pelawak, MC dan lainnya seakan mendulang rejeki di tahun baru. Mereka menghibur dan sekaligus mengajak para pengunjung untuk menikmati dan menyambut tahun baru dengan kemeriahan dan suka cita. Ada yang khusus menyajikan lagu-lagu pop, Slow rock, rock dan juga musik melayu. Di hotel-hotel banyak yang mengedepankan musik-musik country yang berpusat si Amerika latin, atau musik cadas dari Amerika Serikat. 
Kemeriahan tahun baru tentu tidak akan ada artinya tanpa pertunjukan spektakuler tentang pesta kembang api. Langit yang gelap tiba-tiba menjadi indah karena hentakan bunyi mercon yang diiringi dengan berderainya pijar-pijar api warna warni. Bunyi dentuman itu terus menerus bergema seirama dengan keluarnya pijar-pijar api ke langit gelap. Ada yang memang didesain dengan meluncur secara sendirian dan ada juga yang didesain agar terjadi gesekan antara satu pijar api dengan lainnya. Ketika pijar api itu bersentuhan maka lahirlah pijar api baru ang dahsyat dan menarik. Kilau warna-warni itu seakan membuat langit tersenyum karena malam kelam tiba-tiba menjadi menarik untuk dikagumi. 
Bagi saya pesta kembang api adalah keindahan. Keindahan fisikal yang memang bisa menyenangkan mata dan kemudian masuk ke dalam pikiran dan bisa jadi juga menyenangkan hati. Hentakan musik yang dipandu oleh DJ terkenal dan seirama dengan pesta kembang  api yang sedang berlangsung, maka bisa membuat kesenangan dan hilangnya duka. Semua berteriak dan meniup terompet. Maka ingar bingar yang bercampur dengan kebisingan dan kemeriahan bersatu memadu dalam keriangan para pengunjung yang beraneka usia.
Kedua, ada sebagian kecil saja yang menyambut tahun baru, apapun tahun barunya, dengan perenungan dan muhasabah. Dilaluinya pergantian tahun bukan dengan Hura-Hura akan tetapi dengan melakukan berbagai macam ritual yang diyakini kebenarannya. Ada yang menyelenggarakan waridan bersama, istighasah  bersama, doa bersama dan sebagainya. Ada yang melakukannya dengan berjamaah dan ada yang melakukannya secara individual. Semua dilakukan dalam kerangka untuk menyambut tahun baru. Bahkan juga ada yang melakukan ritual slametan, baik yang diselenggarakan secara komunal maupun individual. Berbagai tindakan ini, sesungguhnya adalah cara untuk mengekspresikan penyambutan mereka terhadap hadirnya tahun baru dan berlalunya tahun berjalan.
Berbagai cara yang dilakukan tentu sah-sah saja, sebab tidak ada aturan yang membatasi orang untuk menyelenggarakan perayaan tahun baru. Yang tidak boleh sesungguhnya adalah ketika merayakan tahun batu lalu membuat keonaran, ketidaktentraman masyarakat dan sebagainya. 
Jika penyambutan malam tahun baru dilakukan dengan tetap mengindahkan pandangan dan sikap hidup orang beragama, maka saya berkeyakinan bahwa penyambutan tahun baru merupakan sesuatu yang nikmat  dan bukan sebaliknya.
Wallahu a’lam bialshawab. 

KURIKULUM CINTA TANAH AIR

KURIKULUM CINTA TANAH AIR
Pagi ini, saya memperoleh kesempatan untuk menjadi nara sumber dalam kerangka Temu Tokoh Pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh direktorat pendidikan agama Islam di sekolah umum dalam kerangka untuk merespons terhadap rencana perubahan kurikulum yang akan diselenggarakan pada tahun 2013. 
Temu tokoh pendidikan Islam ini dimaksudkan sebagai upaya untuk memberi masukan kepada kementerian agama, khususnya direktorat pendidikan agama Islam di sekolah umum sebagai landasan untuk merumuskan kebijakan yang terkait dengan perubahan kurikulum dimaksud.
Perubahan kurikulum tentu bukan sesuatu yang ekstraordinary, akan tetapi merupakan kelaziman bagi sebuah bangsa untuk merumuskan ulang tentang kurikulum yang memang sekali waktu harus diubah. Perubahan kurikulum bahkan menjadi wajib  oleh faktor eksternal yang berubah, misalnya perubahan kebijakan yang mendasar mengenai pendidikan.
Faktor yang mempengaruhi perubahan kurikulum itu antara lain adalah faktor perubahan zaman, misalnya di era baru globalisasi, maka mau tidak mau, kurikulum kita juga harus diubah sebagai masa di mana lembaga pendidikan itu akan menyongsong perubahan tersebut. Di dalam hal ini, maka tantangan globalisasi adalah kemungkinan akan semakin menipisnya identitas sebagai sebuah bangsa. Dengan semakin mudahnya relasi antar bangsa, semakin menipisnya jarak antar bangsa, budaya global yang terus menggerus nilai budaya bangsa tentu mengharuskan adanya usaha agar identitas sebagai bangsa akan tetap dipertahankan. 
Di satu sisi kita harus memasuki dunia global dengan segala atributnya, di sisi lain kita harus tetap utuh mempertahankan identitas dan budaya bangsa dalam relasi dengan budaya dan identitas bangsa lain. Contoh yang mengedepan adalah bagaimana. Bangsa Korea Selatan mengekspor budayanya ke negara-negara lain dan kemudian terjadilah gelombang Korea atau Korean Wave yang tidak dapat dibendung. Bagaikan air bah yang menerjang ke segala 
Penjuru dunia, maka gelombang Korea itu juga menerjang Indonesia sebagai pasar global yang dahsyat. Pertunjukan artis Korea selalu dibanjiri oleh anak-anak muda Indonesia seakan itulah idola mereka yang sesungguhnya. Itulah kekuatan budaya pop yang sedang melanda dunia, yang disebut sebagai Korean Wave itu. 
Pendidikan kiranya harus didesain agar identitas dan budaya bangsa tidak tergerus oleh gelombang budaya dunia yang diusung oleh media dengan terapan yang sangat kuat. Terapan budaya sing ini tentu mengharuskan adanya rumusan-rumusan baru kurikulum terkait dengan bagaimana lembaga pendidikan sebagai institusi yang paling bertanggung jawab terhadap Masa Depan bangsa akan dapat berperan lebih dahsyat. 
Pendidikan harus mengusung semangat menguatkan identitas bangsa dan budaya bangsa secara lebih fundamental artinya bahwa tugas dan fungsi pendidikan adalah bagaimana agar ide total bangsa yang merupakan ukuran mendasar sebagai bangsa tidak tergerus oleh zaman. Identitas bangsa tidak boleh lapuk oleh hujan dan tidak boleh lekang oleh panas. Dia harus tetap menjadi identitas bangsa yang abadi sampai kapanpun. 
Makanya pendidikan harus didesain dengan kurikulum cinta tanah air, cinta bangsa, cinta produk bangsa sendiri dan sebagainya. Masyarakat Indonesia harus terus menerus mencintai dan menyayangi bangsanya sendiri. Memang ada sesuatu yang menarik di negeri orang, misalnya keteraturan dan kenyamanannya, akan tetapi hal itu bukan berarti menjadikan kita lupa akan tanah air dan bangsanya sendiri. Hujan badai di negeri sendiri lebih baik dibanding hujan emas di negeri orang. Meskipun ini hanya sebuah ibarat, akan tetapi tentu dapat menjadi pegangan di dalam kerangka menjaga identitas dan mencintai bangsa sendiri.
Kurikulum yang baik adalah kurikulum yang dapat menjadi instrumen yang baik bagi anak bangsa untuk mencintai bangsanya. Oleh karena itu mata pelajaran atau mata kuliah yang bernuansa kebangsaan haruslah menjadi bagian penting di dalamnya. Adakah mata pelajaran atau mata kuliah yang bisa menjadi instrumen bagi pengembangan jiwa dan pribadi bagi bangsa Indonesia. Makanya, para pakar pendidikan lalu menyarankan agar mata pelajaran pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan dapat dijadikan sebagai instrumen bagi para guru dan pendidik untuk menyemaikan, mengembangkan dan menguatkan identitas bangsa dan kemudian mereka mencintai bangsanya sebagaimana mencintai dirinya sendiri.
Oleh karena itu, maka mata pelajaran atau mata kuliah tentu haruslah dirancang agar ke Depan dapat menghasilkan manusia indonesia yang memiliki rasa dan perilaku untuk mencintai bangsanya sendiri sehingga keutuhan negara bangsa juga akan dapat terus diwujudkan.
Menegakkan Pilar kebangsaan yang terdiri dari Pancasila, UUD 1945, NKRI dan kebhinekaan adalah kewajiban bagi setiap guru dan para pendidik untuk mentransformasikan kepada anak didik agar keberlangsungan bangsa Indonesia tidak akan lapuk oleh hujan dan tidak lekang oleh panas.
Wallahu a’lam bialshawab. 

MAMPIR MAKAN MALAM DI JERMAN

MAMPIR MAKAN MALAM DI JERMAN
Di Enscede saya merasakan kehidupan yang sangat teratur. Jalur yang lebar, kendaraan yang tidak berjubel dan keteraturan berkendaraan yang membuat perjalanan menjadi nyaman. Rasanya nyaman sekali berkendaraan, baik dengan sepeda, motor maupun mobil. Semua berjalan pada jalurnya. Tidak ada bunyi klakson atau orang berteriak karena berkendaraan yang ngawur. 
Di Enscede, kawan-kawan memang memiliki acaranya sendiri-sendiri. Ada yang presentasi di hadapan tim pendamping penelitian aksi dan ada yang membeli sepeda merk Gazelle khas Belanda. Saya merasa senang sebab semuanya berhasil memperoleh barang dan tercapai tujuan untuk kunjungan di Belanda. Untunglah bahwa kunjungan di Belanda ini diantar oleh staf KBRI, sehingga tujuan-tujuan untuk memperoleh barang atau makanan juga tidak sulit. Ketika ada yang ingin membeli sepeda merk Gazelle, maka beliau antar hingga barang tersebut diperoleh. 
Pak Anwar memang sangat menyukai sepeda Gazelle ini. Diperlukan pergi ke Belanda untuk membeli sepeda ini. Padahal sesungguhnya di Jakarta juga terdapat pusat penjualan sepeda dengan merk Gazelle. Akan tetapi agar terasa lebih bernilai sejarah maka kesempatan membeli sepeda dari negeri asli pun dilakukannya. Harganya juga tidak jauh berbeda. Sepeda Gazelle dengan spesifikasi tertentu berharga 1800 euro. 
Diperlukan waktu sehari untuk berkunjung ke Enscede. Memang agak padat acara di universitas. Selain memberi materi kuliah umum tentang perkembangan Islam di Indonesia, juga harus bertemu dengan para guru besar pendidikan untuk memberi keyakinan bahwa proyek pengembangan pembelajaran berbasis ICT memang diperlukan di Indonesia. Maka jam 4 sore acara seluruhnya barulah selesai.
Kami berangkat menuju Jerman. Jarak perbatasan Jerman dengan kota Enscede tidaklah jauh, sebab Enscede memang wilayah yang berbatasan langsung dengan Jerman. Perjalanan ke Jerman hanya membutuhkan waktu 45 menit dengan kendaraan roda empat. Jarak tempuh yang tentu tidak jauh jika menggunakan konsepsi negara lautan sebagaimana Indonesia. Jarak tempuh itu hanya sama dengan perjalanan Surabaya Mojokerto. Bahkan kalau macet kira-kira sama dengan jarak Surabaya Krian. 
Sebelum maghrib saya sudah sampai di rumah Bu Liana, perempuan asal Blitar yang telah lama bermukim di Jerman. Perempuan beranak empat ini telah cerai dengan suami pertamanya dan sekarang menikah lagi dengan lelaki Belanda yang kelihatannya penganut Islam yang taat. Dengan pakaian model Timur Tengah dengan jenggot yang sangat lebat, si Ahmad ini bermukim dengan Liana adan keempat anaknya di Jerman. 
Kami tentu merasa sangat senang bertemu dengan orang Indonesia yang telah bermukim di negeri orang. Selain Liana juga datang Ibu Sukarni yang telah menetap di Belanda semenjak usia 18 tahun. Perempuan dari Surabaya ini juga sudah sangat menikmati hidup di negeri Belanda dengan suaminya yang berasal dari Suriname dan anak-anaknya. Mereka menetap di Enscede. Dia datang ke Jerman karena ada tamu dari Jakarta yang berkunjung ke Ibu Liana. 
Ada suasana menyenangkan ketika mereka bertemu dengan orang Indonesia. Mereka bercerita tentang kehidupannya di Belanda dan sebaliknya kami bercerita tentang Indonesia. Ketika tahu bahwa kami dari Surabaya maka cerita menjadi semakin semarak. Bercerita tentang Surabaya yang makin macet terutama jalan A. Yani di Depan IAIN Sunan Ampel sampai bundaran di sebelah Cito. Dan juga daerah-daerah lain yang juga makin macet. Mereka bercerita tentang keluarganya dan juga kehidupannya di Belanda damn Jerman dan juga keterlibatannya di dalam jemaah pengajian di negeri Belanda. Meskipun kami baru saja mengenal, akan tetapi terasa keakraban yang sangat tinggi. Mungkin begitulah rasanya berada di negeri orang lain ketika kemudian bertemu dengan sesama bangsanya. 
Liana adalah tipe wanita pekerja keras. Setelah bercerai dengan suaminya, maka dia mendirikan usaha “Pulang Kampung.com”. Sebuah usaha yang bergerak di bidang pengiriman barang-barang dari Belanda atau Jerman bahkan negara lain ke Indonesia. Kami tentu beruntung sebab Pak Anwar Muhtadi yang membeli sepeda Gazelle di Belanda tentu saja harus mengirim sepedanya ke Indonesia. Makanya, kami titipkan pengiriman sepeda itu ke Ibu Liana agar dikirim ke Indonesia. Melalui usaha tersebut maka barang yang dibeli di Eropa hanya tinggal menunggu di Indonesia. Cuma saja memang butuh waktu panjang, sebab pengiriman barang tersebut menggunakan jasa pengangkutan laut. Butuh waktu kurang lebih satu bulan. 
Malam itu kami merasakan makanan khas Arab. Saya tidak tahu apakah itu nasi kebuli atau nasi beryani atau jenis masakan nasi lainnya. Tetapi yang jelas sangat lezat. Apalagi selama di negeri Belanda harus makan kentang dengan ayam goreng saja. KFC adalah tempat yang sering menjadi tempat kami mengisi perut, sebab masakan lainnya agak sulit memakannya. 
Karena malam itu hujan, maka kami tidak bisa menikmati suasana Jerman. Kami hanya benar-benar mampir makan, sebab setelah makan bersama, kami pun kembali ke Belanda. Ada sebuah pertanyaan yang sering berkecamuk di kepala saya, bahwa dengan telah menyatunya negara-negara Eropa di dalam Uni Eropa, maka batas wilayah itu sudah tidak ada lagi. 
Saya membayangkan bahwa sekian tahun yang lalu ketika Uni Eropa belum terbentuk, maka untuk masuk ke negara lain akan mengalami kesulitan. Dan saya menikmati keluar masuk negara tanpa kesulitan itu.
Wallahu a’lam BI alshawab.

CERAMAH DI MUSHALLA TWENTEE UNIVERSITY

CERAMAH DI MUSHALLA TWENTEE UNIVERSITY
Ketika saya datang ke Universitas Twentee di Enscede, maka oleh ketua perhimpunan mahasiswa Indonesia di negeri Belanda ditawari untuk memberikan ceramah dengan tema apa saja yang terkait dengan kenyataan empiris di Indonesia. Tawaran itu tentu saja saya terima sekarang-kurangnya untuk berkenalan dengan mahasiswa Indonesia di Belanda. 
Saya datang di kampus ini kira-kira jam 11.00. Lalu saya cari di mana mushallah kampus itu. Ternyata ada di lantai tiga. Mushallah ini juga menjadi tempat untuk shalatnya dari banyak mahasiswa yang beragama Islam. Ketika saya di situ, maka berdatangan banyak mahasiswa untuk melakukan shalat dhuhur. Ada yang dari Malaysia, timur tengah dan juga dari Afrika. 
Yang datang di acara ceramah memang tidak banyak. Hanya ada sebanyak 15 orang. Hal ini terjadi karena acaranya mendadak dan juga diselenggarakan pada waktu jam kuliah. Sesuai dengan sambutan ketua perhimpunan mahasiswa, maka acara ini memang diselenggarakan tanpa publikasi. Hanya disampaikan melalui SMS dan pemberitahuan yang mendadak. Tentu akibatnya adalah jumlah peserta yang tidak banyak. Saya tentu memahami situasi seperti ini. 
Saya secara sengaja memilih tema tentang perkembangan Islam di Indonesia sebagai materi ceramah saya di sini. Saya sampaikan bahwa pasca reformasi ada dua hipotesis yang ditulis oleh Bill Lidle, tentang Islam Indonesia. Dinyatakannya bahwa setelah reformasi maka akan terjadi kecenderungan beragama yang Lebih fundamental. Di tengah semakin demokratis dan terbuka sebuah negara, maka akan menghasilkan kehidupan beragama yang lebih bercorak fundamental. Di sisi lain, Karel Steenbrink justru berhipotesis bahwa era reformasi adalah era kehidupan beragama yang popular. Semakin demokratis dan terbuka sebuah negara maka akan memunculkan agama-agama popular. 
Hipotesis ini ternyata memang menuai kebenaran. Ada sejumlah fakta lapangan yang me jadi bukti tentang kebenaran hipotesis ini. Dewasa ini semakin meningkat kehidupan beragama dalam coraknya yang fundamental. Di Indonesia banyak kejadian yang diasosiasikan dengan gerakan Islam fundamental ini. Di sana sini terdapat berbagai tindakan kekerasan yang di dalam banyak hal dikaitkan dengan tindakan beragama kaum fundamental. Ada demonstrasi, ada sweeping, ada kekerasan yang dipicu oleh tindakan kaum fundamental. Ketika 
Bulan romadlon, maka mereka melakukan sweeping terhadap rumah-rumah makan, warung dan Cafe. Mereka melakukan atas nama agama dan atas nama Allah. Mereka tidak hanya mengingatkan akan tetapi juga dengan kekerasan aktual. Mereka melakukan sweeping dengan pentungan dan benda-benda keras lainnya bahkan juga tidak ragu untuk melakukan perusakan. Ketika melakukan perusakan mereka menggunakan ucapan “Allahu Akbar”. Makanya kemudian menghasilkan sindiran bahwa “Allahu Akbar” itu artinya perusakan. 
Kehadiran Islam hard line ini tentu mengkhawatirkan terhadap pemahaman Islam yang selama ini telah menjadi arus utama keberagamaan di Indonesia. kehadiran  kelompok ini di dalam pemahaman dan praktis keagamaan di Indonesia tentunya merupakan tantangan yang tidak ringan. Selain didukung oleh dana yang kuat juga didukung oleh ideologi keagamaan yang sangat militan. Militansi kelompok ini dikenal luar biasa. Kita tidak akan pernah membayangkan bahwa akan terjadi banyak bom bunuh diri di negeri ini terkait dengan pemahaman agama yang fundamental. Mereka melakukannya dengan kesadaran sebagai
jihad di sabilillah. Jihad karena Allah. 
Di sisi lain, juga terdapat pemahaman keagamaan yang bercorak lokal atau agama 
Popular. Agama popular ditandai dengan pengamalan dan keyakinan agama yang berbeda dengan agama arus utama yang ditafsirkan oleh para tokoh agama sebelumnya. Penafsiran agama memang telah menjadi otoritas kaum officialis agama. Makanya agama popular sering dijukstaposisikan dengan agama official. Agama dalam penafsiran rakyat dan agama da
Am penafsiran tokoh agama. 
Era reformasi memang menjadi lahan yang sangat subur bagi pengembangan pemikiran agama yang berbeda dengan arus utamanya ini. Mereka mengaku beragama Islam, akan tetapi paham dan pengamalan ya sungguh berbeda. Misalnya, ada yang mengajarkan saat dalam bahasa Indonesia, meyakini bahwa dirinya adalah rasul Tuhan, ada yang mengaku memperoleh wahyu dan sebagainya. Di Blitar, Kudus, Jakarta, Sumenep, Sulawesi selatan dan sebagainya muncul berbagai paham keagamaan yang sungguh berbeda dengan agama resmi. Semuanya menggambarkan bahwa ada gerakan lokalisasi agama atau pemahaman agama secara lokal. Gambaran seperti ini memunculkan realitas empiris bahwa masyarakat sedang mengembangkan keyakinan beragamanya sendiri tanpa menganggap 
adanya otorisasi agama dari para tokohnya.
Munculnya berbagai gerakan keagamaan seperti ini tentu saja terkait dengan kenyataan semakin demokratis dan keterbukaan negara dan juga semakin menguatnya posisi HAM dalam kehidupan masyarakat. Kewenangan Pemerintah memang hanyalah sebatas memberikan bimbingan dan pelayanan kehidupan beragama. Sedangkan untuk menentukan apakah sebuah keyakinan itu sah atau tidak, benar atau tidak, maka yang mendasar adalah kewenangan majelis agama-agama. Di Islam misalnya ada MUI atau organisasi keagamaan lainnya. Sedangkan di agama lain, misalnya ada DGI, WALUBI, dan sebagainya. Meskipun lembaga ini bukanlah lembaga fatwa, akan tetapi mereka memiliki kewenangan untuk menyatakan suatu paham agama itu sesuai atau tidak dengan ajaran agama yang dianutnya.
Melihat pers. Negara di dalam menghadapi berbagai gerakan keagamaan ini, maka ada sementara anggapan yang menyatakan bahwa negara berposisi lemah. Negara tidak sanggup untuk mengatur dan lebih jauh melakukan penetrasi agar gerakan keagamaan tersebut dihentikan atau dihilangkan. Negara tidak kuasa untuk membubarkannya. Inilah yang menyebabkan adanya pandangan bahwa negara lemah di dalam menghadapi gerakan keagamaan yang muncul akhir-akhir ini. 
Pertanyaan yang muncul di acara ini juga menanyakan peran negara di dalam menghadapi gerakan Ahmadiyah yang terjadi akhir-akhir ini. Kenapa negara tidak bertindak tegas untuk membubarkan Ahmadiyah yang memang menyimpang dari ajaran Islam. Pertanyaan seperti ini saya kira layak untuk diungkapkan mengingat bahwa konflik antar masyarakat yang dipicu oleh paham keagamaan ini bisa mengkhawatirkan keberlangsungan negara. 
Hanya saja perlu juga ditegaskan bahwa negara berwenang untuk mengatur kehidupan masyarakat termasuk kehidupan beragama. Negara di dalam hal ini berwenang mengatur ketentraman dan keamanan negara dan masyarakat. Makanya ketika ada kehidupan aagama yang menyebabkan keridaktentraman masyarakat maka negara akan mengatur agar kehidupan masyarakat menjadi tenteram. 
Saya me jadi teringat sewaktu saya membantu Pak gubernur Jawa timur, ketika terjadi kekerasan sosial yang melibatkan Jemaah Ahmadiyah dengan penduduk setempat,  maka gubernur Jawa Timur mengeluarkan SK Gubernur tentang larangan aktivitas keagamaan yang menyebabkan ketidaktentraman masyarakat. Maka gubernur tidak melarang agamanya akan tetapi aktivitasnya yang menyebabkan masalah sosial.
Kehidupan agama di Indonesia memang semakin semarak. Akan tetapi satu hal yang barangkali harus menjadi perhatian kita adalah semakin fundamentalnya kehidupan keagamaan tersebut, sehingga ketika tidak dimenej dengan seksama bukan tidak mungkin bahwa ke depan akan terjadi masalah yang lebih besar, terkait dengan relasi antar umat beragama. 
Maka, semua harus mengambil pelajaran dari berbagai peristiwa relasi antar dan Interen umat beragama ini sambil terus membenahi kerukunan dan keharmonisan beragama.
Wallahu a’lam Bi alshawab.