• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MAMPIR MAKAN MALAM DI JERMAN

MAMPIR MAKAN MALAM DI JERMAN
Di Enscede saya merasakan kehidupan yang sangat teratur. Jalur yang lebar, kendaraan yang tidak berjubel dan keteraturan berkendaraan yang membuat perjalanan menjadi nyaman. Rasanya nyaman sekali berkendaraan, baik dengan sepeda, motor maupun mobil. Semua berjalan pada jalurnya. Tidak ada bunyi klakson atau orang berteriak karena berkendaraan yang ngawur. 
Di Enscede, kawan-kawan memang memiliki acaranya sendiri-sendiri. Ada yang presentasi di hadapan tim pendamping penelitian aksi dan ada yang membeli sepeda merk Gazelle khas Belanda. Saya merasa senang sebab semuanya berhasil memperoleh barang dan tercapai tujuan untuk kunjungan di Belanda. Untunglah bahwa kunjungan di Belanda ini diantar oleh staf KBRI, sehingga tujuan-tujuan untuk memperoleh barang atau makanan juga tidak sulit. Ketika ada yang ingin membeli sepeda merk Gazelle, maka beliau antar hingga barang tersebut diperoleh. 
Pak Anwar memang sangat menyukai sepeda Gazelle ini. Diperlukan pergi ke Belanda untuk membeli sepeda ini. Padahal sesungguhnya di Jakarta juga terdapat pusat penjualan sepeda dengan merk Gazelle. Akan tetapi agar terasa lebih bernilai sejarah maka kesempatan membeli sepeda dari negeri asli pun dilakukannya. Harganya juga tidak jauh berbeda. Sepeda Gazelle dengan spesifikasi tertentu berharga 1800 euro. 
Diperlukan waktu sehari untuk berkunjung ke Enscede. Memang agak padat acara di universitas. Selain memberi materi kuliah umum tentang perkembangan Islam di Indonesia, juga harus bertemu dengan para guru besar pendidikan untuk memberi keyakinan bahwa proyek pengembangan pembelajaran berbasis ICT memang diperlukan di Indonesia. Maka jam 4 sore acara seluruhnya barulah selesai.
Kami berangkat menuju Jerman. Jarak perbatasan Jerman dengan kota Enscede tidaklah jauh, sebab Enscede memang wilayah yang berbatasan langsung dengan Jerman. Perjalanan ke Jerman hanya membutuhkan waktu 45 menit dengan kendaraan roda empat. Jarak tempuh yang tentu tidak jauh jika menggunakan konsepsi negara lautan sebagaimana Indonesia. Jarak tempuh itu hanya sama dengan perjalanan Surabaya Mojokerto. Bahkan kalau macet kira-kira sama dengan jarak Surabaya Krian. 
Sebelum maghrib saya sudah sampai di rumah Bu Liana, perempuan asal Blitar yang telah lama bermukim di Jerman. Perempuan beranak empat ini telah cerai dengan suami pertamanya dan sekarang menikah lagi dengan lelaki Belanda yang kelihatannya penganut Islam yang taat. Dengan pakaian model Timur Tengah dengan jenggot yang sangat lebat, si Ahmad ini bermukim dengan Liana adan keempat anaknya di Jerman. 
Kami tentu merasa sangat senang bertemu dengan orang Indonesia yang telah bermukim di negeri orang. Selain Liana juga datang Ibu Sukarni yang telah menetap di Belanda semenjak usia 18 tahun. Perempuan dari Surabaya ini juga sudah sangat menikmati hidup di negeri Belanda dengan suaminya yang berasal dari Suriname dan anak-anaknya. Mereka menetap di Enscede. Dia datang ke Jerman karena ada tamu dari Jakarta yang berkunjung ke Ibu Liana. 
Ada suasana menyenangkan ketika mereka bertemu dengan orang Indonesia. Mereka bercerita tentang kehidupannya di Belanda dan sebaliknya kami bercerita tentang Indonesia. Ketika tahu bahwa kami dari Surabaya maka cerita menjadi semakin semarak. Bercerita tentang Surabaya yang makin macet terutama jalan A. Yani di Depan IAIN Sunan Ampel sampai bundaran di sebelah Cito. Dan juga daerah-daerah lain yang juga makin macet. Mereka bercerita tentang keluarganya dan juga kehidupannya di Belanda damn Jerman dan juga keterlibatannya di dalam jemaah pengajian di negeri Belanda. Meskipun kami baru saja mengenal, akan tetapi terasa keakraban yang sangat tinggi. Mungkin begitulah rasanya berada di negeri orang lain ketika kemudian bertemu dengan sesama bangsanya. 
Liana adalah tipe wanita pekerja keras. Setelah bercerai dengan suaminya, maka dia mendirikan usaha “Pulang Kampung.com”. Sebuah usaha yang bergerak di bidang pengiriman barang-barang dari Belanda atau Jerman bahkan negara lain ke Indonesia. Kami tentu beruntung sebab Pak Anwar Muhtadi yang membeli sepeda Gazelle di Belanda tentu saja harus mengirim sepedanya ke Indonesia. Makanya, kami titipkan pengiriman sepeda itu ke Ibu Liana agar dikirim ke Indonesia. Melalui usaha tersebut maka barang yang dibeli di Eropa hanya tinggal menunggu di Indonesia. Cuma saja memang butuh waktu panjang, sebab pengiriman barang tersebut menggunakan jasa pengangkutan laut. Butuh waktu kurang lebih satu bulan. 
Malam itu kami merasakan makanan khas Arab. Saya tidak tahu apakah itu nasi kebuli atau nasi beryani atau jenis masakan nasi lainnya. Tetapi yang jelas sangat lezat. Apalagi selama di negeri Belanda harus makan kentang dengan ayam goreng saja. KFC adalah tempat yang sering menjadi tempat kami mengisi perut, sebab masakan lainnya agak sulit memakannya. 
Karena malam itu hujan, maka kami tidak bisa menikmati suasana Jerman. Kami hanya benar-benar mampir makan, sebab setelah makan bersama, kami pun kembali ke Belanda. Ada sebuah pertanyaan yang sering berkecamuk di kepala saya, bahwa dengan telah menyatunya negara-negara Eropa di dalam Uni Eropa, maka batas wilayah itu sudah tidak ada lagi. 
Saya membayangkan bahwa sekian tahun yang lalu ketika Uni Eropa belum terbentuk, maka untuk masuk ke negara lain akan mengalami kesulitan. Dan saya menikmati keluar masuk negara tanpa kesulitan itu.
Wallahu a’lam BI alshawab.

Categories: Opini