Genderang pengembangan IAIN Sunan Ampel (SA) yang kita tabuh beberapa tahun terakhir akhirnya berujung pada keberhasilan juga. Untuk menandai keberlangsungan program kerja sama IAIN SA dengan IDB maka hari Kamis, 12/01/2012, di Sun City Hotel Sidoarjo diselenggarakan acara start up work shop yang diikuti oleh seluruh jajaran pimpinan IAIN Sunan Ampel.
Start up work shop ini juga dihadiri oleh segenap nara sumber dari Kementerian Agama, Bappenas, Kementerian Keuangan dan lainnya. Dari Kemenag hadir, M. Jufri Dolong yang mewakili direktur Diktis, dan Sugito yang mewakili Kepala Biro Perencanaan Kemenag, Zainal Arifin dari PHLN, Makhlani dari IDB Representative untuk Indonesia dan sebagainya.
Sebagai kegiatan yang didesain untuk mengembangkan perguruan tinggi dalam kaitannya dengan dana loan dari luar negeri, maka tentu banyak pelajaran yang diterima di dalam program pembangunan ini. Memang ada dua fokus di dalam program ini, yaitu pengembangan fisik PT dan capacity building.
Melalui start up work shop ini, maka keberadaan dana untuk pembangunan fisik dan lainnya tentu sudah dapat dipastikan. Tidak ada keraguan tentang turunnya anggaran IDB untuk pembangunan IAIN SA. Sebelumnya, IDB juga sudah menyetujui pelaksanaan pembangunan IAIN SA melalui diterbitkannya NOL atau No Objection Letter yang menjadi dasar bagi pelaksanaan program pembangunan IAIN SA.
Faktor eksternal sudah tidak menjadi penghambat, sebab seluruh jaringan yang menentukan terhadap luncuran anggaran sudah tidak lagi menjadi penghalang atau kendala.
Oleh karena itu, yang diperlukan sekarang adalah soliditas internal. Pengalaman mengajarkan bahwa ketidaksolidan internal menjadi kendala yang sangat berarti. Misalnya adanya perbedaan pandangan antara pimpinan perguruan tinggi selaku direktur pelaksana program dengan Project Management Unit dan panitia pembangunan. Jika tiga komponen ini memiliki keinginann yang berbeda, maka dipastikan akan terjadi masalah di dalam tahap-tahap pembangunan.
Untuk menggapai hal ini, maka diperlukan kesamaan langkah untuk menjemput program IDB yang akan running sebentar lagi. Setelah start up work shop, maka akan dilanjutkan dengan berbagai lelang, misalnya lelang PMSC, lelang konsultan pengawas, lelang konstruksi, lelang perencanaan dan sebagainya. Disebabkan oleh berbagai kerumitan di dalam lelang ini, maka semua komponen harus bersatu padu untuk menjemputnya.
Di dalam pidato pembukaan start up work shop tersebut saya sampaikan bahwa di dalam dua tahun ini telah kita letakkan dasar-dasar pengembangan IAIN Sunan Ampel. Lembaga ini dalam empat tahun ke depan akan menjadi lembaga pendidikan yang sangat modern yang ditandai dengan berdirinya gedung-gedung baru, seperti gedung twin tower, gedung Fakultas Syariah, gedung Fakultas Tarbiyah, gedung Laboratorium, gedung sport center dan sebagainya. Maka IAIN SA akan menjadi lambang kemajuan fisik lembaga pendidikan tinggi Islam.
Selain itu juga akan semakin banyak dosen IAIN SA yang akan mengikuti program belajar di luar negeri, baik untuk program degree maupun non degree. Selain juga program short course di luar negeri. Semua ini dilakukan dalam rangka untuk menjadikan IAIN SA setahap lebih maju dibandingkan sekarang.
Jika kita ingin melihat kemajuan IAIN SA di masa depan, maka salah satu syarat yang sangat penting adalah membangun kerja sama antara pimpinan, dosen, staf dan mahasiswa. Jika tidak dapat melakukannya, maka usaha untuk mengembangkan IAIN SA pun akan sia-sia.
Wallahu a’lam bi ak shawab.
Indonesia kita ini memang sedang dirundung masalah. Salah satu di antara masalah tersebut adalah tentang kekerasan sosial dengan nuansa yang bervariasi. Ada kasus kekerasan fisik aktual seperti kasus penembakan di Aceh, kasus tanah di Mesuji dan yang terakhir adalah kasus kekerasan di Sampang.
Memang kasus demi kasus ini adalah kekerasan sosial akan tetapi nuansanya bermacam-macam. Ada yang bernuansa ekonomi sebagaimana di Mesuji. Ada yang bernuansa politik atau kekuasaan seperti di Aceh. Dan ada juga yang bernuansa agama seperti di Sampang. Namun jika ditelusuri lebih mendalam, maka hanya ada satu kunci yang menjadi motif penyebab, yaitu kepentingan.
Tentang kasus di Sampang, maka sebenarnya bukanlah kasus agama yang melibatkan Sunni dan Syii sebagai penggolongan keagamaan masyarakat Islam dan juga Islam Indonesia. Akan tetapi adalah konflik yang dipicu oleh otoritas keagamaan lokal yang kemudian ditarik ke atas secara vertikal, bahwa seakan-akan adalah kasus relasi intern umat beragama. Karena ditarik ke atas tersebut, maka kasus ini menjadi menginternasional.
Hanya sayangnya bahwa para Ulama pun memberikan justifikasi bahwa yang terjadi adalah kekerasan yang dipicu oleh relasi sunni-Syii, sehingga menjadikan umat semakin meneguhkannya. Semestinya diantisipasi jangan sampai terjadi kekerasan demi kekerasan yang melembaga. Ulama kita itu terkenal dengan sikap dan tindakannya yang bercorak negarawan.
Jika kita runut sejarah, betapa para ulama kita pada masa lalu itu merelakan Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya dan diganti dengan Ketuhanan Yang Maha Esa, tentu karena pemahamannya yang mengatasi ruang dan waktu dan menafikan kepentingan individu dan kelompoknya untuk kepentingan bangsa yang lebih mendasar.
Jika peristiwa menghilangkan tujuh kata tersebut terjadi sekarang, maka kesepakatan seperti itu tidak akan terjadi karena ternyata kita lebih mementingkan urusan kelompok dan golongan daripada urusan negara dan bangsa. Jadi benar apa yang dinyatakan Soekarno, “Jasmerah” atau jangan sekali-kali melupakan sejarah.
Sebagai bagian dari bangsa Indonesia, kita tentu merasa prihatin, bahwa di tengah keinginan untuk membangun bangsa ini, ternyata masih dinodai dengan kekerasan demi kekerasan yang bernuansa bermacam-macam tersebut. Dan tentu akibatnya adalah tudingan dunia internasional bahwa kita adalah bangsa dan masyarakat yang mengembangkan kekerasan dan juga negeri yang tidak aman.
Padahal sesungguhnya kita ini memiliki falsafah dasar di dalam kehidupan, yaitu rukun, harmoni dan selamat. Kehidupan yang nikmat itu adalah kehidupan yang didasari oleh kerukunan, keharmonisan dan berujung pada keselamatan. Lalu pertanyaannya dimanakah gerangan falsafah kehidupan masyarakat tersebut. Apakah karena pengaruh faktor eksternal yang menyebabkannya sehingga falsafah kehidupan bangsa ini bisa tereduksi sedemikian jauh.
Oleh karena itu, kiranya diperlukan kearifan semua komponen masyarakat bangsa untuk menilai ulang terhadap tindakan kita selama ini dan jika ternyata sudah menyimpang dari rel falsafat bangsa maka kemudian secara beramai-ramai kita kembalikan kepada relnya yang benar. Kita perlu kembali kepada jalan yang lurus.
Semua harus kembali kepada fungsi kita. Negara harus hadir untuk melindungi masyarakat. Para ulama menjadi pengayom masyarakat. Birokrat menjadi pelayan masyarakat dan sebagainya. Jika kita bisa saiyek saiko kapti, hulupis kuntul baris dan semua berfungsi pada perannya masing-masing dalam satu tatanan kehidupan yang menjunjung tinggi kerukunan, harmoni dan keselamatan, maka Indonesia akan menjadi negara yang aman dan damai.
Jadi kita harus menolak tudingan negara lain tentang ketidakamanan Indonesia dengan tindakan kita yang nyata tentang keamanan Indonesia. Hanya dengan kembali kepada falsafah kehidupan bangsa itu kita akan dihargai oleh bangsa lain.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Hari ini, 12/01/2012, IAIN Sunan Ampel memperoleh pengakuan internasional tentang pelayanan akademik berbasis IT bertepatan dengan pelaksanaan acara Start Up Work Shop yang diselenggarakan untuk menandai pelaksanaan program Loan IDB bagi IAIN Sunan Ampel.
Penyerahan sertifikat ISO 9001 tahun 2008 ini juga menandai era baru pelayanan akademik berbasis IT yang sudah dikembangkan IAIN Sunan Ampel beberapa tahun sebelumnya. Saya bersyukur bahwa pengembangan ICT di IAIN Sunan Ampel ternyata adalah kebijakan yang tepat dan memiliki manfaat yang luar biasa.
Melalui pengembangan ICT tersebut, maka pengakuan dari Webometrics juga singgah di IAIN SA. Bahkan IAIN SA meretas sejarah baru sebagai PTAIN pertama dibawah Kementerian Agama yang menerima pengakuan sebagai World Class University (WCU) berdasarkan peringkat website yang dikelolanya. Pada tahun 2010 pertama kali IAIN SA memasuki WCU dan baru tahun-tahun terakhir ini kemudian beberapa UIN memperolehnya.
Berdasarkan ranking Webometrics pada bulan Juli 2011, maka diketahui bahwa ranking IAIN SA berada di peringkat 3556 pada peringkat dunia, ranking 923 pada peringkat regional Asia dan ranking 38 pada peringkat nasional. Gambaran dari data ini adalah betapa IAIN SA yang semula tidak dikenal orang sebagai lembaga pendidikan tinggi, tetapi melalui usaha yang memihak kepada pengembangan, maka ternyata memperoleh hasil yang sangat memadai.
Sebuah kebanggaan saya kira bahwa IAIN SA yang selama ini dilihat orang dengan sebelah mata ternyata bisa juga menembus ketatnya persaingan di peringkat Webometrics, sebagai salah satu tolok ukur WCU. Melalui kebijakan yang tepat dan fungsional ternyata kita bisa juga meraih penghargaan internasional tersebut.
Pelayanan di era sekarang adalah pelayanan prima berbasis pada kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan akan bisa diukur dengan seberapa banyak orang merasa puas dengan pelayanan yang bisa diberikan oleh lembaga. Di dalam hal ini, maka semua komponen lembaga pendidikan tinggi harus dapat memberikan pelayanan prima untuk kepentingan kepuasan pelanggan.
Jika menggunakan ukuran yang lebih eksak tentang kepuasan pelanggan tersebut, maka dapatlah dilihat dari sisi kesesuaian antara apa yang dilayankan dengan proses dan produk pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan. Perguruan tinggi sebagai pemangku jasa layanan kepada masyarakat di bidang pendidikan, maka tolok ukurnya adalah manakala para lulusannya dan pengguna jasa pendidikan tersebut puas dengan layanan pendidikannya.
Perolehan ISO 9001 tahun 2008 adalah pengakuan internasional tentang kualitas layanan berbasis proses dan produk akademik. Semuanya tentu saja tidak datang dengan tiba-tiba, akan tetapi melalui kerja keras dan kerja sama. Oleh karena itu, kesuksesan untuk meraih sertifikasi ISO ini adalah keberhasilan bersama. Ia adalah keberhasilan kolektif.
Dengan keberhasilan memperoleh pengakuan internasional ini, maka tentunya kita harus semakin bekerja keras. Makanya, tidak ada kata yang pantas didengungkan kecuali kerja, kerja, kerja. Bukan hanya kerja akan tetapi adalah kerja keras, kerja cerdas dan kerja ikhlas.
Jika kita bisa melakukannya, maka saya berkeyakinan bahwa ke depan kita akan leading dibanding dengan lainnya.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Hari ini, 11/01/2012, saya mengikuti acara yang penting menyangkut bagaimana pengembangan ekonomi Islam di masa depan. Acara ini digelar di Kantor Field Representative IDB Indonesia di lantai 18 Kantor Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Acara ini dihadiri oleh para rektor PTAIN dan juga rektor PTN yang memiliki program studi ekonomi Islam. Acara ini dipandu langsung oleh Dr. Makhlani yang memang memiliki keinginan yang sangat kuat untuk mengembangkan ekonomi Islam di Indonesia.
Ekonomi Islam memang sedang hangat dibicarakan. Hal itu tentu terkait dengan perkembangan praktik pengembangan ekonomi Islam yang terjadi akhir-akhir ini. Ada banyak perubahan dalam dunia ekonomi yang terjadi akhir-akhir ini. Misalnya, banyaknya perbankan konvensional yang mengembangkan sistem ekonomi syariah. itulah sebabnya kebutuhan akan SDM yang memiliki profesi sebagai praktisi perbankan syariah juga sangat banyak.
Di dalam kerangka menjawab terhadap masalah ini, maka banyak perguruan tinggi yang mendirikan progran studi ekonomi Islam atau ekonomi syariah. Di jajaran perguruan tinggi umum, maka yang kuat adalah Universitas Airlangga, sebab di sini sudah ada program strata satu sampai strata tiga. Sementara yang baru saja memperoleh persetujuan senat universitas adalah Universitas Pajajaran untuk progran strata satu sampai strata tiga.
Untuk mengembangkan prodi ekonomi Islam di PTN tentu tidak mudah. Banyak kendala tentang pendiriannya. Ada banyak guru besar yang tidak memahami tentang ilmu ekonomi Islam, sebab dianggapnya bukan ilmu. Bangunan ilmu ini dianggap tidak memenuhi kaidah keilmuan, sebab berangkat dari logika deduksi normatif. Melalui pandangan keilmuan yang positifistik, maka dianggapnya tidak ada ilmu ekonomi Islam. Makanya, di UNS program ini masuk ke dalam kajian Timur Tengah. Sedangkan universitas yang lain masuk ke dalam program studi bukan ilmu ekonomi.
Kehadiran Konsorsium Ekonomi Islam, tentu diharapkan akan menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari keinginan untuk mengembangkan ilmu ekonomi Islam di seluruh Indonesia. Melalui KEI, maka diharapkan akan dapat menjadi ajang untuk mempertemukan berbagai kepentingan di dalam pengembangan ilmu ekonomi Islam.
Melalui forum ini, di mana PTN dan PTAIN bisa bertemu dalam satu forum atau satu organisasi, maka akan terjadi kesamaan visi dan misi, yaitu mengembangkan kelembagaan prodi ekonomi Islam untuk kepentingan pengembangan SDM yang profesional di bidang ekonomi Islam. Dengan demikian, keinginan untuk mengembangkan ekonomi Islam yang komprehensif akan bisa dicapai.
Sebagaimana diketahui bahwa secara kelembagaan KEI merupakan organisasi yang menghimpun seluruh pengembang ekonomi Islam, baik secara kelembagaan atau struktural maupun perseorangan. KEI adalah wadah bagi pimpinan dan dosen prodi ekonomi Islam baik di PTN di bawah Kemendikbud maupun PTAIN di bawah Kemenag.
Dengan demikian, KEI akan dapat menjadi jembatan yang dapat menghubungkan antara kepentingan PTAIN dan PTN untuk pengembangan ekonomi Islam. Ke depan tentunya akan didapati kesamaan kurikulum dasar antara satu PT dengan PT lainnya. Jika sekarang ada jarak yang sangat jauh antara satu PT dan PT lain yang memiliki prodi ekonomi Islam, maka ke depan akan diperoleh adanya kesamaan core kurikulum ekonomi Islam ini meskipun Perguruan tingginya berbeda.
Yang membedakannya adalah kurikukum lokalnya. Misalnya di UIN Jogyakarta, maka kurikulum lokalnya adalah tentang logam, sebab rektornya adalah pengusaha logam, sementara di IAIN Gorontalo adalah berbasis jagung, sebab keunggulannya adalah program jagung. Jadi tetap ada muatan lokal yang membedakan antara satu prodi dengan prodi lainnya.
Kita tentu berharap bahwa kehadiran KEI akan bermakna bagi pengembangan ilmu ekonomi Islam di masa yang akan datang.
Wallahu a’lam bi al shawab.
Saya sangat mengapresiasi terhadap model-model baru yang digunakan dalam rangka untuk pengembangan kualitas akademik maupun non akademik yang dilakukan oleh seluruh komponen dari IAIN Sunan Ampel. Semua inovasi hakikatnya adalah usaha yang dilakukan dalam kerangka pengembangan institusi dari berbagai aspeknya.
Makanya ketika LPM dengan segala perangkatnya telah mengembangkan KKN transformatif hingga berkembang seperti sekarang adalah sebuah produk yang harus diapresiasi. Salah satu yang sangat mendasar dari pengembangan KKN di IAIN SA adalah dengan dikembangkannya ke arah yang lebih aplikabel dan sesuai dengan tuntutan pengembangan masyarakat.
Kita tentu sangat beruntung, bahwa sebagai lembaga pendidikan tinggi kita memiliki tridarma perguruan tinggi. Yaitu darma pendidikan dan pengajaran, darma penelitian dan pengabdian masyarakat. Melalui tridarma perguruan tinggi ini, maka secara sistemik bahwa dunia pendidikan tinggi memiliki sistem pendidikan yang memadukan antara dunia akademis dan riset di satu sisi dengan dunia pembangunan atau pengembangan masyarakat di sisi lain. Jadi sesungguhnya kita memiliki sistem yang tidak kalah dengan dunia pendidikan tinggi di luar negeri yang hanya menekankan pada aspek pendidikan dan penelitian.
Melalui darma pengabdian masyarakat, maka produk akademik yang berupa teori ilmiah dan hasil riset akan dapat didayagunakan untuk kepentingan pengembangan masyarakat. Bukankah banyak hasil penelitian terapan atau developmental research yang dapat didayagunakan sebagai konsep atau strategi di dalam pemberdayaan masyarakat. Ada banyak penelitian tentang model pengembangan pendidikan yang aplikatif yang dapat digunakan untuk penguatan pendidikan.
KKN transformatif mulai dikembangkan pada tahun 2003 seirama dengan semakin kuatnya program pemberdayaan masyarakat. Untuk kepentingan pengembangan KKN transformatif, maka dilakukanlah berbagai pilot project di beberapa perguruan tinggi, dan salah satunya adalah IAIN Sunan Ampel. Pasca pemberlakuannya di PTAIN, maka program ini menjadi arus utama di PTAIN. Melalui program KKN transformatif, maka semua dosen dan mahasiswa yang sedang melaksanakan KKN harus memahami metode Participatory Action Research (PAR). Melalui pemahaman tentang metode ini, maka diharapkan bahwa KKN bagi mahasiswa akan semakin berdaya guna.
Saya harus mengapresiasi terhadap KKN transformatif ini terkait dengan terbitnya buku Pedoman KKN Transformatif IAIN Sunan Ampel yang di dalamnya memuat tentang Laporan KKN Transformatif. Di dalam laporan yang berjudul “Dringgo: Komunitas Pejuang Air” yang ditulis dari hasil pengalaman lapangan sdr. Safinatun Najah, dkk., maka digambatkan bagaimana komunitas tersebut berhasil membangun jaringan pipanisasi air, sehingga mereka dapat mengakses air dengan mudah. Menyimak terhadap laporan Riset Aksi Partisipatoris ini, maka saya merasa sangat lega, sebab ada banyak hal yang selama ini belum terungkap secara jelas menjadi terungkap secara meyakinkan bahwa KKN Trasformatif IAIN Sunan Ampel ternyata memiliki hasil yang sangat baik, terutama dalam pemberdayaan masyarakat. Di dalam laporan tersebut digambarkan bagaimana masyarakat bekerja sama untuk membangun desa dan masyarakatnya melalui cara-cara yang sangat memadai.
Digambarkan bagaimana proses pemberdayaannya, bagaimana partisipasi dibangun, bagaimana pohon masalah harus diuraikan dengan jelas, sehingga pemecahannya akan jauh lebih memadai.
Saya mengapresiasi bagaimana mereka melakukan analisis tentang masalah secara akademis dan kemudian memecahkan masalahnya secara akurat. Saya menyatakan bahwa model yang dikembangkan untuk pemberdayaan masyarakat melalui KKN transformatif ternyata luar biasa.
Oleh karena itu, saya berpandangan bahwa KKN yang didesain dengan sangat baik dan menggunakan metode yang sangat tepat, maka akan dapat menjadi medium yang sangat memadai untuk pengembangan masyarakat.
Wallahu a’lam bi al shawab.