• January 2025
    M T W T F S S
    « Dec    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

DAKWAH YANG MENCERAHKAN (BAGIAN KETIGA)

DAKWAH YANG MENCERAHKAN (BAGIAN KETIGA)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Kita sungguh beruntung dapat menjadi bagian dari umat Islam. Masih banyak orang yang tidak bisa menjadi bagian dari umat Islam itu. Meskipun cerita tentang kebenaran Islam itu sudah didengar dan dipahami, akan tetapi ternyata tidak semuanya mendapatkan hidayah. Ada kalanya didapati orang yang memperoleh hidayah tanpa berusaha dengan keras untuk mendapatkannya dan ada yang berusaha dengan keras sehingga mendapatkan cahaya hidayah dari Allah SWT.

Dakwah yang efektif adalah dakwah dengan menggunakan ilmu pengetahuan. Yaitu dakwah yang dilakukan dengan memberikan gambaran tentang relasi antara agama dan sains. Selama ini terdapat pandangan bahwa antara sains dan agama merupakan dua entitas yang tidak bisa bertemu. Keduanya tidak bisa didialogkan apalagi diintegrasikan. Keduanya memiliki otoritasnya masing-masing. Agama dengan otoritas keagamaan dan ilmu dengan otoritas keilmuannya.

Namun demikian, akhir-akhir ini terdapat sejumlah kajian yang menghasilkan  kebenaran ajaran Islam. Jika selama ini, ada banyak yang dinyatakan sebagai mu’jizat Nabi-Nabi, maka kemudian bisa dibuktikan secara sains. Semua membuka cakrawala tentang kebenaran Islam yang tidak terbantahkan. Benarkah kiranya, suatu konsep di dalam ajaran Islam bahwa agama adalah akal dan jika tidak masuk akal bukanlah agama.

Tentu saja ada dimensi agama yang bisa dikaji dengan akal,  akan tetapi juga ada ajaran agama yang tidak dapat dinalar oleh kemampuan akal manusia. Yang seperti itu rasanya sampai kapanpun akan tetap menjadi misteri di dalam agama-agama. Ada hal-hal yang gaib yang akan tetap menjadi kegaiban sampai kapanpun tetapi juga terdapat hal-hal yang tidak masuk akal di masa lalu dan kemudian menjadi masuk akal di masa sekarang.

Tentang eksistensi Tuhan sebagai rabb dan mulk  atas tata surya dan alam seluruhnya, tidak bisa dihadirkan keberadaannya secara akal. Namun demikian dengan petunjuk tentang “keteraturan” alam di dalam tata surya ini,  akhirnya menyibak suatu hipotesis bahwa “tidak” mungkin keteraturan pada alam semesta itu terjadi dengan sendirinya, tanpa ada desain agung yang berpikir dan mewujudkannya. Yang mewujudkannya itulah yang kemudian dikenal sebagai pencipta alam dan pemeliharan alam yang sangat super, yang dikenal sebagai Super Reality atau Supreme Being.

Namun demikian ada dunia keyakinan yang semula dianggap di luar nalar, akan tetapi berdasarkan kemajuan ilmu pengetahuan akhirnya tersibak pembenarannya. Kehadiran para saintis yang melakukan kajian atas keyakinan di dalam ajaran Islam, akhirnya membuka mata para saintis tentang kebenaran ajaran Islam, khususnya teks Suci Al qur’an. Dari tangan para saintis itulah kemudian banyak menarik minat orang-orang yang selama ini meragukan kebenaran agama dan akhirnya meyakini kebenarannya.

Dakwah Islam tentang teks Suci Alqur’an akhirnya menemui masa kesahihannya. Dakwah Islam melalui pembenaran teks suci dapat menjadi substansi secara ilmiah, bahwa Alqur’an memang kitab Suci yang diturunkan oleh Allah melalui Nabi Muhammad SAW. Kehadiran Nabi Muhammad SAW yang ummi, diartikan sebagai seseorang yang buta huruf, juga merupakan desain Allah untuk menjawab atas tuduhan kaum kafir bahwa Muhammad SAW membaca teks-teks agama sebelumnya. Dengan posisi Nabi Muhammad SAW yang ummi, maka memberikan kepastian bahwa Nabi Muhammad tidak membaca kitab-kitab suci sebelumnya.

Kebenaran kematian Fir’aun di Laut Merah, Kebenaran tentang kereta perang dan tulang belulang di dasar laut atas tentara Mesir yang mengejar Nabi Musa, temuan-temuan atas teks-teks dan artefaks di Gua di tempat tidurnya Ashabul Kahfi, tentang bulan terbelah di zaman Nabi, tentang proses penciptaan bumi, tata surya, manusia dan sebagainya, akhirnya membuka mata tentang kebenaran Alqur’an sebagai kitab Suci yang diwahyukan oleh Kreator Agung kepada Nabi Muhammad SAW. Pembenaran atas teks-teks tersebut akhirnya menjadi pengungkit masuk Islamnya para ahli sains di dalam Islam. Sungguh menarik tindakan para saintis untuk menemukan kebenaran Islam.

Dakwah bisa menjadi pencerah atas orang-orang akademis yang selalu berpikir tentang kebenaran akal, kebenaran rasional dam kebenaran etis, akan tetapi dengan penemuan para ahli ini, akhirnya membuka cakrawala bahwa Islam itu memang luar biasa. Islam tidak hanya berisi ajaran doktriner teologis,  akan tetapi juga ajaran rasional empiris. Dengan kenyataan tersebut, maka akan menjadi bukti bahwa kebenaran Islam sungguh tidak dapat dibantah dan diingkari.

Dakwah tentu memperoleh lahan baru yang mencerdaskan manusia. Melalui serangkaian kajian para ahli sains tentang kebenaran Islam dengan firman Allah SWT,  maka mendakwahkan Islam di kalangan masyarakat akademis maupun masyarakat umum akan memperoleh momentum penting.

Kebenaran ayat Alqur’an secara ilmiah  benar-benar dapat dijadikan konten yang mencerahkan bagi masyarakat. Melalui kajian yang membenarkan atas firman Allah SWT tersebut, maka benar-benar terdapat manfaat untuk mendakwahkan Islam secara rasional. Dan ini yang sesungguhnya dapat dijadikan untuk menjawab atas keraguan orang atas rasionalitas Islam.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

DAKWAH YANG MENCERAHKAN (BAGIAN KEDUA)

DAKWAH YANG MENCERAHKAN (BAGIAN KEDUA)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sebagaimana telah umum diketahui bahwa melalui dakwah Islam yang dilakukan oleh para da’i, di Jawa dikenal dengan sebutan Walisanga, maka Islam berhasil menjadi agama mayoritas, dan tidak hanya di Jawa tetapi juga di seluruh Nusantara. Islam disebarkan dengan cara-cara yang berbasis hikmah atau kebijaksanaan yaitu dengan nasehat yang baik dan berdebat dengan penuh pemahaman dan kearifan. Semua ini menggambarkan bahwa dakwah tidak dilaksanakan dengan kekerasan tetapi dengan kelemahlembutan dan kasih sayang.

Dakwah menjadi awal dalam proses islamisasi. Tanpa adanya dakwah maka tidak akan didapati masyarakat Islam sebagaimana yang dapat dilihat sekarang. Perkembangan Islam yang sangat cepat di dunia tentu karena dakwah yang dilakukan oleh para da’i yang bekerja keras untuk mengabarkan tentang kebaikan Islam. Islam yang pada kelahirannya berada di wilayah gurun pasir, Saudi Arabia, akhirnya bisa memasuki seluruh benua. Benua Eropa, Amerika, Afrika dan Australia. Islam berkembang pesat di benua Eropa dan Amerika yang selama ini menjadi wilayah agama-agama lainnya. Kekosongan spiritualitas yang terjadi di Eropa dan Amerika akhirnya dapat diisi oleh spiritualitas Islam.

Islam yang semula asing, tetapi lambat tetapi pasti akhirnya bisa menjadi agama yang dipeluk oleh umat manusia di dunia barat. Orang Eropa yang sebelumnya menjadi penganut agama lain, akhirnya dengan dakwah yang dilakukan oleh para da’i yang dengan tulus ikhlas akhirnya terjadi proses Islamisasi dalam damai. Islam tidak disiarkan dengan kekerasan tetapi dengan perdamaian. Peacefull jihad. Jihad dengan perdamaian. Dakwah dengan cara kekerasan justru akan menjauhkan Islam dari umat manusia.

Dakwah Islam pernah diganggu oleh tindakan kaum teroris yang melakukan tindakan kekerasan dan mematikan, yaitu pengeboman beberapa wilayah di dunia. Pasca pengeboman World Trade Centre (WTC), maka imaje Islam menjadi sangat hancur, sebab yang melakukan tindakan pengeboman tersebut adalah oknum yang beragama Islam. Mereka melakukan tindakan teroris yang justru merusak nilai-nilai kebaikan universal di dalam Islam. Imaje Islam sepertinya hancur luluh karena tindakan kekerasan dimaksud.

Namun akhirnya, orang Barat justru dapat menilai mana orang Islam yang benar dan mana orang Islam yang salah. Mana pemeluk Islam yang bersearah dengan perdamaian dan keselamatan dan mana pemeluk Islam yang bersearah dengan kekerasan dan kehancuran. Justru dengan memahami Islam yang mengembangkan jihad dalam perdamaian itulah maka mereka menjadi bersimpati terhadap ajaran  Islam dan kemudian memantapkan imannya di dalam Islam. Jika kemudian Islam menjadi pilihan keyakinan di Inggris, misalnya tentu disebabkan oleh kesadaran mereka tentang ajaran Islam yang mengedepankan perdamaian.

Islam memang sedang menapaki perkembangannya di negara-negara barat, dengan perkembangan yang sungguh menakjubkan. Tetapi di bagian lain, Islam masih berada di dalam nuansa saling berebut otoritas penafsiran keagamaan. Islam di negara-negara yang mayoritasnya umat Islam dengan pemahaman beragama yang kebanyakan adalah Islam ahlu sunnah wal jamaah, maka sesungguhnya sedang terjadi kontestasi. Dua kelompok ini saling berebut wacana di dalam dakwah khususnya di media social. Antara yang satu dengan lainnya saling mengklaim kebenaran. Yang satu menyatakan kebenaran mutlak atas tafsir keagamaannya, dan yang lainnya juga menyatakan klaim kebenaran atas tafsir agamanya. Yang satu menyerang dan yang lain bertahan. Konsekuensinya tentu menjadikan wacana Islam ramai dengan pernyataan yang saling merendahkan dan saling menyalahkan.

Islam sebagai agama tentu mengalami fase pemahaman yang berkembang. Para ulama yang menjadi penafsir atas ajaran agama juga mendasarkan tafsir agamanya sesuai yang diterima dan dinyatakan benar oleh ulama-ulama sebelumnya. Jika pada masa sahabat, maka jika ada masalah yang terkait dengan tafsir keagamaan, maka bisa ditanyakan kepada para sahabat Nabi Muhammad SAW, jika ada masalah yang terjadi pada masa tabiin, maka bisa ditanyakan kepada tabiin. Para tabiin adalah orang yang pernah hidup sezaman  dengan para sahabat, dan tabiit tabiin adalah orang yang pernah hidup sezaman dengan para tabiin.

Oleh karena itu jika terjadi perbedaan penafsiran tentang agama, maka mereka bisa bertanya kepadanya. Itulah sebabnya, di saat muncul masalah di dalam tafsir agama maka rujukannya jelas. Hal ini tentu berbeda dengan zaman sekarang. Jarak waktu dengan Nabi Muhammad SAW selama 1446 tahun. Jarak yang sangat lama, sehingga dipastikan akan terjadi varian-varian tafsir atas agama. Di tengah banyaknya tafsir agama tersebut kemudian terdapat da’i yang mendakwahkan bahwa hanya fatsir ulamanya saja yang benar dan yang lain semuanya salah. Di sini terjadi truth claimed yang berlebihan. Keyakinan bahwa hanya tafsir agamanya saja yang benar itu berarti memutlakan kebenaran tafsir.

Kaum salafi, misalnya menyatakan bahwa hanya tafsir ulamanya saja, seperti Syekh Nashiruddin Albani, Syekh Abdullah bin Baz, atau Syekh Utsaimin saja yang dinyatakan memiliki kemutlakan dalam penafsiran ajaran Islam. Mereka adalah ulama yang paling otoritatif dalam penafsiran ajaran agama. Selain yang dari tafsirannya adalah kesalahan. Misalnya, membaca lailaha ilallah ba’da shalat secara berjamaah adalah bidh’ah, membaca doa bersama setelah shalat adalah bidh’ah, dan membaca dzikir bersama setelah shalat juga bidh’ah. Itulah sebabnya orang yang melakukannya dianggapnya pasti akan masuk neraka. Baginya, yang berhak masuk surga adalah kelompoknya sesama kaum Wahabi.

Inilah sekelumit dakwah yang sementara ini sedang dinikmati oleh masyarakat Indonesia. jika di negara-negara lain sedang terjadi upaya untuk mengislamkan orang non-muslim, maka di sini para da’inya sibuk untuk menyalahkan amalan umat Islam. Pertarungan menjadi semakin menguat melalui pasukan cyber yang dimilikinya.

Untuk itu, diperlukan dakwah yang bisa mencerahkan umat Islam untuk memahami Islam secara arif dengan cara menurunkan ego claimed kebenaran yang dapat menyesakkan relasi social antar umat beragama.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

DAKWAH YANG MENCERDASKAN (BAGIAN PERTAMA)

DAKWAH YANG MENCERDASKAN (BAGIAN PERTAMA)

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Dakwah tentu bertujuan untuk mencerdaskan masyarakat khususnya dalam bidang pemahaman dan perilaku keagamaan serta kecerdasan yang terkait dengan kehidupan pada umumnya. Cerdas dalam kependidikan, perekonomian, perpolitikan, bahkan keamanan, social dan budaya.

Tetapi adakah dakwah yang tidak mencerdaskan? Jawabannya tentu saja ada. Tetapi dakwah yang seperti ini tidak selayaknya disebut dakwah, mungkin lebih tepat disebut sebagai propaganda saja. Jadi lingkupnya pada hal-hal yang bersifat “negative” atau menyebabkan “kenegatifan” bagi kehidupan masyarakat. Yang seperti ini tentu tidak disebut sebagai dakwah Islam yang mencerahkan.

Secara terminologis, dakwah itu ajakan kepada kebaikan yang bersearah dengan firman Tuhan dan sabda Nabi Muhammad SAW. Lazim disebut sebagai amar ma’ruf nahi munkar. Dinyatakan searah yaitu upaya untuk mengintegrasikan antara paham keagamaan dengan amalan keberagamaan. Tidak ada gap antara pemahaman dan pengamalan beragama. Ada banyak orang yang memahami agama tetapi dengan pengamalan yang berbeda dengan paham keagamaannya, tetapi juga ada yang pemahaman agamanya cenderung pas-pasan saja tetapi perilaku keagamaannya sangat memadai. Ada juga yang paham agamanya itu cenderung dan bahkan mengandung unsur kekerasan, sehingga perilaku keberagamannya cenderung dan bahkan merusak alam dan kemanusiaan.

Tugas dakwah dan para da’i adalah menyebarkan kebaikan. Khair atau kebaikan yang mengandung dimensi profanitas atau keduniawian dan ada yang ma’ruf atau kebaikan yang mengandung dimensi sakralitas atau keukhrawian. Dakwah tentu harus mengayuh di antara keduanya atau bahkan mengintegrasikan di antara keduanya. Dakwah yang profan yes, dan dakwah  untuk sakralitas oke. Keduanya harus seimbang, sebab kehidupan manusia memang berada di dua alam, sekarang di dunia dan kelak di akhirat.

Roh manusia itu hidup dalam empat alam yang berbeda. Di alam roh, alam dunia, alam kubur dan alam akherat. Menurut kaum tarekat disebutkan alam roh adalah alam perjanjian antara roh dengan Tuhan, alam dunia merupakan alam melaksanakan janji antara Tuhan dan Manusia, alam kubur adalah alam penantian untuk mengetahui bagaimana kelak di akhirat dan alam akhirat adalah alam menerima hasil kelakuan dalam fase melaksanakan janji kepada Allah SWT. Sekarang kita yang hidup ini sedang melaksanakan janji kita kepada Allah untuk melaksanakan ajaran agama sebagai konsekuensi atas keyakinan kita tentang keberadaan Allah SWT. Kita telah menyaksikan bahwa Allah adalah Tuhan kita dan sekarang kita melaksanakan janji dimaksud.

Tugas dakwah adalah untuk mengingatkan kembali atas keyakinan yang berisi janji kita kepada Allah dimaksud. Oleh karena itu dakwah dimaksudkan sebagai upaya cerdas untuk memahami ajaran agama yang akan membawa kita kepada amal kebaikan. Jadi pesan dakwah adalah pesan agar manusia kembali kepada fitrahnya untuk meyakini akan kebenaran Allah dan Rasulnya melalui ajaran agama yang diturunkan kepada Nabi-Nabi dimaksud.

Dakwah itu pesan agama yang substansinya adalah mengajak kepada kebaikan. Sekali lagi yang diajarkan kepada manusia adalah kebaikan. Inti dari kebaikan adalah bagaimana kita membangun relasi yang baik dengan Allah melalui ibadah-ibadah yang kita lakukan. Kita diminta untuk melaksanakan ajaran Islam sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW, yang berupa rukun Islam, yaitu; syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji bagi yang mampu secara ekonomi dan kesehatan. Syahadat adalah pengakuan bil lisan wa bil qalbi atau pengakuan dengan lisan dan hati bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad sebagai utusannya. Pengakuan untuk kembali kepada janji kita kepada Allah. Tuhan di alam roh menyatakan: “apakah Aku ini Tuhanmu, kami semua menyaksikannya”. Jadi tidak ada roh yang di masa lalu tidak mengakui akan eksistensi Allah. Kehadiran Nabi kepada manusia untuk mengingatkan kembali kepada janji dimaksud.

Sebagai konsekuensi atas keyakinan tersebut, maka manusia harus melakukan ibadah demi ibadah yang diwajibkan maupun yang disunnahkan. Semuanya sudah dicontohkan oleh Rasulullah SAW maupun yang dipahami oleh ulama yang memiliki sejumlah pengetahuan yang memadai dalam memahami Alqur’an dan hadits. Ada pesan yang umum dan pesan yang khusus. Ada pesan yang perlu penjelasan dari rasul yang kemudian dikenal sebagai hadits-hadits Nabi Muhammad SAW dan ada yang karena kepentingan pengembangan Islam dan umat Islam kemudian para ulama memberikan fatwa sebagai pedoman yang dapat dilakukan oleh umat Islam untuk melakukan ajaran Islam.

Tidak hanya shalat yang diwajibkan tetapi juga membayar zakat sesuai dengan prinsip-prinsip di dalam Islam sebagaimana dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dan juga penafsiran para ulama tentang zakat. Di masa lalu hanya dikenal zakat fitrah dan zakat mal seperti emas, zakat ternak, zakat pertanian, zakat hasil-hasil usaha atau perdagangan di dalam bidang pertanian, perikanan, dan perkebunan, kemudian berkembang menjadi zakat profesi dan hasil-hasil perdagangan dan sebagainya.

Semua ini dipahami dari ajaran Islam yang shahih fi kulli zaman wa  makan atau relevan dengan waktu dan tempat. Lalu juga puasa yang sudah ada ketentuannya di dalam Islam, yaitu puasa wajib selama satu bulan di bulan Ramadlan dan juga puasa sunnah sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Yang tidak kalah penting juga kewajiban haji bagi yang mampu melakukan, yaitu orang yang memiliki harta untuk perjalanan ke Mekkah dan juga sehat fisiknya untuk melakuka ibadah haji yang bersifat fisikal.

Semuanya ini merupakan pesan umum di dalam dakwah. Tentu saja Islam sudah memiliki pedoman umum, khusus dan lebih khusus, maka semuanya harus dipahami secara arif dan penuh dengan kebijaksanaan, sehingga Islam yang maknanya adalah kedamaian tidak menjadi ajaran yang mengandung unsur kekerasan.

Wallahu a’lam bil shawab.

BULAN RAJAB SEBAGAI BULAN MENANAM KEBAIKAN

BULAN RAJAB SEBAGAI BULAN MENANAM KEBAIKAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Salah satu kebahagiaan yang dinantikan oleh para anggota Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) pada Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya adalah jika datang hari Selasa pada waktu ada acara mengaji Selasanan. Ngaji rutin dengan tema-tema yang actual, dipandu oleh Ustadz Dr. Cholil Umam, Ustadz Sahid Sumitro dan saya. Pak Cholil biasanya yang mengaji dengan tema-tema keagamaan “murni”, sedangkan Pak Sahid sering memberikan pengajian dengan tema-tema motivasi keagamaan, sedangkan  saya memberikan materi kekinian, mencoba untuk menemukan relasi antara ajaran agama dan kehidupan social sehari-hari.

Pada Selasa, 07/01/2025, datanglah lengkap jamaah ngaji Bahagia ba’da shubuh. Dan yang saya meminta untuk memberikan ceramah adalah Ustadz Sahid. Dan sebagaimana biasanya, setelah Ustadz Sahid memberikan ceramah, maka saya memberikan tambahan sekedarnya. Pak Sahid, begitulah saya biasa memanggilnya, memberikan ceramah terkait dengan keutamaan Bulan Rajab. Di dalam Islam terdapat empat bulan yang sungguh dimuliakan oleh Allah, yaitu Bulan Rajab, Sya’ban, Ramadlan dan Dzulhijjah.

Bulan-bulan ini disebut sebagai asyhurul hurum atau bulan-bulan haram, yaitu bulan yang manusia dilarang untuk melakukan Tindakan kesalahan dan dosa dan dilarang perang. Pada bulan Rajab itu terdapat peristiwa yang sangat penting yaitu peristiwa Isra’ dan Mi’raj, yang diyakini terjadi pada tanggal 27 Rajab. Meskipun ada beberapa pendapat, akan tetapi yang banyak diikuti adalah terjadinya Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad SAW pada tanggal tersebut.

Peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan peristiwa yang menjadi mu’jizat Nabi Muhammad SAW karena tentu tidak masuk akal, bahwa Nabi Muhammad SAW melintasi perjalanan dari Masjidil Haram ke masjidil Aqsha dalam waktu semalam dan dilanjutkan dalam perjalanan ke Sidratul Muntaha, Mustawa dan kemudian bermuwajahah dengan Allah SWT. Perjalanan ke Sidratul Muntaha dibersamai oleh Malaikat Jibril, namun Jibril terhenti di situ karena tidak kuasa untuk meneruskan perjalanan bertemu Allah tersebut. Hanya Nabi Muhammad SAW seorang insan kamil mutlak yang diberi kekuatan dan kekuasaan oleh Allah untuk menjumpainya dan menerima perintah shalat sebanyak lima kali sehari. Di antara umat Nabi Muhammad SAW yang langsung percaya atas peristiwa ini adalah Abu Bakar Ash shiddiq.

Doa kita pada saat bulan Rajab adalah “Allahumma bariklana fi Rajab wa Sya’ban wa ballighna Ramadlan”, yang artinya: “Ya Allah berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya’ban dan pertemukan kami dengan Bulan Ramadlan”. Bulan Rajab adalah bulan menanam kebaikan dan dilanjutkan dengan Bulan Sya’ban dan kemudian akan dipanen pada Bulan Ramadlan. Rasanya tidak ada orang yang akan panen, jika tidak menanam dulu. Maka marilah kita menanam kebaikan, agar kita bisa panen kebaikan pada bulan Ramadlan. Jika kita melakukan kebaikan, maka kita akan dilipatgandakan pahalanya, maka jika kita melakukan kejelekan juga akan dilipat gandakan kejelekannya.

Bulan Rajab adalah bulan berdoa, bulan permohonan ampunan dan bulan larangan melakukan perbuatan kejelekan dan berperang. Makanya disebut sebagai bulan haram atau bulan larangan.  Jika kita ingin dikabulkan do akita oleh Allah, maka pada bulan inilah Allah akan mengabulkannya doa tersebut. Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba untuk berdoa kepada Allah SWT, semoga doa kita dikabulkan oleh Allah. Pasti Allah mendengarkan doa tersebut. Tidak ada sesuatu yang terlepas dari Allah. Hanya pengabulan doa tersebut yang terkadang bisa tertunda. Semoga doa kita pada bulan ini terkabul. Allahumma amin.

Pada kesempatan ini saya memberikan sedikit tambahan atas pernyataan Pak Sahid. Saya nyatakan bahwa yang terpenting pada bulan-bulan yang disebut sebagai asyhurul hurum atau bulan-bulan yang disucikan Allah dan dilarang untuk melakukan perbuatan dosa dan peperangan, maka kita perlu meningkatkan rasa cinta. Bulan-bulan suci dan bulan larangan melakukan Tindakan tercela termasuk peperangan, maka yang diagungkan adalah meningkatkan rasa cinta kepada Allah SWT, cinta kepada Nabi Muhammad SAW dan juga mencintai istri atau suami dan keluarga. Ini yang disebut sebagai trilogy cinta. Pak Mulyanta menimpali: “bukan cinta segitiga ya Prof”.

Mengapa kita harus mencintai Allah dan Rasulnya, yang artinya mencintai ajaran-ajarannya, sebab Islam itu agama yang turun terakhir dan yang paling sempurna. Pada saat haji wada’ Rasulullah menyatakan: “Inni akmaltu lakum dinakum wa atmamtu ‘alaikum nikmati wa radhitu lakumul  isalama dina” , yang artinya kurang lebih: “sesungguhnya aku telah menyempurnakan agama untukmu dan telah mencukupkan nikmatku kepadamu dan meridhai Islam sebagai agamamu” (Surat Al Maidah, ayat 3).

Ayat ini memantik perbedaan pandangan. Pertama, Ada yang menyatakan bahwa agama Islam itu telah sempurna dan tidak perlu dan tidak boleh ditambah-tambah, baik dalam ritual-ritualnya maupun aturan-aturannya. Sudah komplit, sehingga yang menambah ritual atau aturannya dianggap sebagai orang yang melakukan bidh’ah. Yang termasuk di sini adalah kaum tekstualis atau kelompok yang hanya menterjemahkan teksnya tanpa mempertimbangkan aspek-aspek perubahan-perubahan social yang terjadi.

Kedua, Kemudian ada kelompok yang menterjemahkan teks dengan menyesuaikan dengan konteks zaman atau waktu dan makan atau tempat. Islam itu selalu relevan dengan zaman, sehingga diperlukan reaktualisasi ajarannya dalam ruang dan waktu. Di zaman Nabi Muhammad SAW, pada saat jumlah jamaah haji sedikit, maka Mina itu sudah ditentukan batas-batasnya, tetapi di kala jumlah jamaah haji mencapai jutaan orang, maka Mina yang ditentukan oleh Nabi itu sudah tidak mampu memuat, maka dikalangan ulama lalu dibuatlah fatwa tentang Mina jadid atau Mina baru yang diperluas. Atau di zaman Nabi tidak terdapat pekerja perempuan yang bekerja di luar negeri, maka di saat banyak perempuan yang bekerja di luar negeri, maka diperlukan reaktualisasi ajaran Islam melalui fiqih perempuan dan sebagainya. Kelompok ini disebut sebagai kelompok kontekstualis.

Ketiga, Lalu juga terdapat orang-orang yang tidak termasuk kaum tekstualis dan kontekstualis, mereka adalah kelompok penganut atau kaum ittibais atau orang yang mengikuti mana yang dianggap paling baik dan sesuai dengan keyakinannya. Kita ini bisa masuk di sini, sebab kita tidak memiliki sejumlah pengetahuan yang memadai untuk menjadi penafsir ajaran Islam. Makanya apa yang kita yakini benar dan sesuai dengan amalan-amalan ulama yang alim, maka itulah yang menjadi dasar pemahaman dan pengamalan di dalam beribadah.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

 

DAKWAH RASULULLAH YANG INDAH

DAKWAH RASULULLAH YANG INDAH

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Banyak ahli orientalis yang menyatakan bahwa Islam itu disebarkan dengan pedang. Islam itu berkembang dengan melalui peperangan. Seakademis-akademisnya seseorang ternyata memang tidak bisa menempatkan dirinya dalam konteks obyektivitas secara ilmiah. Selalu ada muatan subyektivitas di dalam menganalisis atau menjelaskan dan menggambarkan fenomena atau fakta yang dikajinya.

Hal ini juga berlaku bagi para orientalis, yang selalu menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai sosok orang yang dianggap haus kekuasaan, haus darah, pathologis dan bahkan maniak seks dan berbagai sebutan yang mendegradasi  posisinya sebagai Rasulullah yang agung akhlaknya yang tidak memiliki cela di dalam kehidupannya. Mereka tetap saja menganggap bahwa Nabi Muhammad SAW adalah manusia yang dianggapnya tidak sempurna. Tujuannya adalah melakukan down grade atas kehebatan, kebaikan dan akhlak mulia Rasulullah Muhammad SAW.

Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai seorang Nabi yang sangat penyabar. Di kala berdakwah di Thaif dan dilempari dengan kotoran hewan bahkan dilempari dengan batu hingga berdarah, maka Beliau tetap sabar. Tidak ada kemarahan sedikitpun. Bahkan di kala ditawari oleh Malaikat Jibril untuk menghancurkan penduduk Thaif dengan menjepitnya dengan dua gunung di sana, maka Nabi Muhammad SAW menolaknya dan menyatakan bahwa Beliau diutus untuk menyadarkan mereka agar mau menjadi muslim dan bukan menghancurkannya. Jika mereka melakukan tindakan kekerasan semata-mata karena mereka belum memahami Islam.

Di kala mengharuskannya untuk berperang terhadap para musuh Islam, maka pesannya kepada pasukannya agar jangan merusak tanaman, jangan merusak kebun kurma, jangan menyakiti orang tua, perempuan dan anak-anak. Jangan menyiksa orang yang lemah dan jangan merusak tempat ibadah. Sungguh suatu fenomena yang sangat luar biasa. Adakah orang yang seperti ini di zaman sekarang. Saya nyatakan tidak ada. Perang adalah pemusnahan. Lihatlah perang di Wilayah Gaza, perang di wilayah Ukraina dan lainnya. Mereka menggunakan senjata pemusnah masal. Merusak tempat ibadah, rumah sakit, lembaga pendidikan, dan merusak perumahan sipil. Sungguh luar biasa daya rusaknya.

Nabi Muhammad melakukan perjanjian dengan suku, pemeluk agama dan pemimpin kabilah-kabilah di dalam dan sekitar Madinah. Inti dari perjanjian itu adalah perjanjian damai. Mereka semua setuju atas perjanjian damai dimaksud. Tak ada satupun yang menolak.

Namun ada di antara mereka yang menyalahi perjanjian tersebut. Mereka mencederai atas perjanjian damai. Ada yang melakukan tindakan untuk memusuhi dan merancang kekuatan untuk melawan terhadap umat Islam. Pada saat seperti itu maka Nabi Muhammad SAW melakukan tabayyun untuk mengetahui apakah memang benar mereka akan melakukan pencideraan  kesepakatan dan jika memang benar-benar seperti itu, maka Nabi Muhammad SAW barulah memutuskan untuk melakukan tindakan peperangan. Jika masih memungkinkan ada celah untuk melakukan negosiasi agar tidak berperang maka hal tersebut yang akan dilakukan. Jika benar-benar sudah tidak ada jalan lain, barulah Nabi Muhammad SAW meresponnya dengan kekuatan pasukan yang cukup.

Saya membuat dua tipologi dakwah Rasulullah, yaitu: pertama,  dakwah soft power, yaitu dakwah yang mengedepankan kerahmatan bagi alam semesta. Nabi Muhammad SAW menggunakan cara dakwah yang lemah lembut dengan mengedepankan hikmah atau kebijaksanaan. Tercakup di sini adalah dakwah dengan nasehat atau mauidzah hasanah dan mujadalah atau perdebatan yang terbaik. Perdebatan yang tidak melukai perasaan akan tetapi dengan menggunakan kekuatan ratio untuk mencari dan menemukan kebenaran. Agama itu persoalan akal, sehingga adakalanya harus menggunakan akal untuk menemukan kebenaran. Selain menggunakan mauidzah hasanah juga menggunakan wajadilhum billati hiya ahsan. Cara berdakwah dengan menggunakan hati dan rasio adalah cara dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan diteruskan oleh para ulama yang saleh.

Kedua,  dakwah menggunakan hard power atau kekuatan senjata dan pasukan yang memadai. Dakwah dengan cara ini merupakan jalan terakhir, bukan jalan pertama. Jika melacak kesejarahan dakwah Islam terutama di Madinah, maka peperangan yang dilakukan atas lawan-lawannya adalah dengan prinsip tidak memulai memerangi tetapi merupakan respon atas ancaman yang dilakukan oleh umat non-muslim. Dengan demikian, dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW bukanlah menggunakan cara kekerasan semata. Tetapi yang lebih utama adalah dakwah dengan perdamaian atau peacefull jihad.

Cara dakwah seperti ini juga dijumpai di dalam Islamisasi di Nusantara. Islam berkembang bukan melalui pedang tetapi melalui dakwah dengan cara-cara yang damai. Yang dilakukan bukanlah melakukan penyerangan atas umat beragama lain, tetapi menggunakan cara tasawuf, melalui jalan penyadaran atas pemahaman beragama dan kemudian baru mengubah prilakunya. Dakwah yang dilakukan oleh para Walisanga menggunakan cara-cara yang sangat beradab dan penuh dengan kasih sayang, toleransi dan penghargaan atas tradisi yang sudah berurat-akar pada masyarakat Nusantara. Mereka menerapkan prinsip hangajawi atau menjadi Orang Jawa dan bukan hangarabi atau menjadi Orang Arab.

Wallahu a’lam bi al shawab.