• April 2025
    M T W T F S S
    « Mar    
     123456
    78910111213
    14151617181920
    21222324252627
    282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENDAMBA SURGA, PANTASKAH?

MENDAMBA SURGA, PANTASKAH?

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Sering kali kita berdoa kepada Allah dengan ungkapan: “Allahumma inna nas aluka Ridhaka wal Jannah wa na’udzu bika min sakhawatika minan nar”. Yang artinya kurang lebih: “Ya Allah sesungguhnya kami memohon  kepada-Mu keridlaan dan surga dan memohon kepada-Mu hindarkan kami dari api neraka”. Doa yang sering kita baca setelah shalat rawatib dan kemudian menjadi kebiasaan kita setiap hari.

Lalu terkadang kita bertanya, pantaskah kita memohon surganya Allah di tengah banyaknya kesalahan, kekhilafan dan bahkan dosa?  Maka, ada dua jawaban, yaitu:

Pertama,  Jawaban teologis. Jawaban teologis ini memberikan gambaran bahwa Allah SWT memang menghendaki agar manusia berdoa kepada-Nya. Bahkan dimintanya untuk berdoa langsung kepada-Nya. “Ud’uni astajib lakum” yang artinya kurang lebih: “bermohonlah kepada-Ku, maka aku akan mengabulkannya untukmu”. Indahnya kalimat Allah ini. Suatu kalimat yang memberikan gambaran kepada umat manusia, betapa Allah akan mendengarkan dan mengabulkan doa-doa yang dilantunkan hambanya. Bagaimana Allah akan mendengarkan dan mengabulkan doa yang jumlahnya mungkin milyaran dari hamba-hambanya? Jika dihitung secara matematik, maka ada sebanyak satu milyard umat Islam, jika sehari berdoa lima kali setiap selesai shalat, maka akan terdapat doa sebanyak lima  milyar doa. Padahal permohonannya itu macam-macam. Tentu crowed sekali.

Bagi kita,  ingatlah bahwa Allah itu Dzat Yang Tidak Terhingga, sehingga betapapun  banyaknya yang terhingga atau dapat dikalkulasi dipastikan bahwa Allah memahaminya. Memahami tata surya yang kompleks saja Allah pasti bisa,  apalagi hanya doa yang jumlahnya bisa dikalkulasi. Tuhan itu Maha Tahu dan Maha Kuasa. Di dalam Bahasa sosiologis disebut sebagai Omni science dan Omni Potence. Keteraturan tata surya, yang beredar sesuai garis edarnya, pergantian siang dan malam yang teratur, perputaran bumi atas matahari yang sangat teratur, maka dipastikan bahwa ada Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu tersebut. Allah sudah menjelaskannya di dalam Alqur’an tentang hal ini.

Begitu banyaknya Allah mengajari hambanya untuk berdoa. Misalnya melalui doa-doa yang dibaca oleh Nabi dan Rasul-Nya. Ada doa Nabi Adam, ada doa Nabi Nuh, ada doa Nabi Yunus, ada doa Nabi Hud, ada Doa Nabi Yunus, ada doa Nabi Ibrahim, ada doa Nabi Ismail, ada doa Nabi Ishaq, ada doa Nabi Musa, ada doa Nabi Dawud, ada doa Nabi Sulaiman, ada doa Nabi Isa, dan ada doa Nabi Muhammad SAW. Semuanya terekam di dalam Alqur’an. Salah satu doa Nabi Adam kala diturunkan ke bumi, maka doa itulah yang dibaca. Dipastikan Nabi Adam tidak berdosa. Nabi Adam khilaf dan kemudian harus diturunkan ke bumi dengan Hawwa, dalam kerangka untuk memakmurkan muka bumi dan menyambungkan keturunannya di muka bumi.

Kedua,  alasan sosiologis. Manusia memiliki kesadaran atas mana tindakan yang benar dan yang salah. Tidak bisa diingkari bahwa hati manusia memiliki kemampuan untuk menyatakan mana yang benar dan mana yang salah. Hati merupakan pusat kesadaran. Lalu, dari kesadaran individul kemudian menjadi kesadaran komunal atau kesadaran social. Sumber utama kesadaran komunal dan kesadaran social adalah norma social atau norma agama atau norma social berbasis agama. Itulah sebabnya agama merupakan pedoman untuk menginterpretasikan perilaku manusia.  Untuk menemukan mana tindakan yang salah dan benar.

Adakah manusia yang menyatakan bahwa mencuri, membunuh, menggarong uang, merusak barang milik orang lain adalah kebenaran. Ajaran agama apapun dipastikan tidak akan menyatakan sebagai kebenaran. Akan tetapi kejujuran, keadilan, tanggungjawab, kebersamaan, kesetiakawanan yang serba baik adalah kebaikan. Tidak ada yang meragukannya. Ada kebaikan umum dan ada kebaikan khusus. Kebaikan umum terkait dengan perilaku komunal atau masyarakat yang berbasis kebaikan, dan ada kebaikan khusus orang perorang yang juga berbasis pada nilai-nilai yang dianggap kebenaran.

Dari dimensi social seperti ini, maka sesungguhnya manusia memiliki potensi untuk berdoa atau permohonan. Di dalam hukum duniawi, maka seseorang yang bersalah juga akan menerima hukuman dan berkat doa atau dukungan yang didapatkannya,  maka kemudian bisa dikurangi hukumannya. Jadi hakikatnya, setiap manusia memiliki potensi social untuk memohon atau berdoa atas kesalahan dan kekhilafan. Kesadaran seperti ini bisa difasilitasi oleh ajaran agama atau norma social yang dijadikan sebagai pedomannya.

Dalam relasi social, permohonan ampunan atau maaf juga diberlakukan. Tradisi dalam kehidupan social meniscayakan keberadaannya. Seorang anak meminta ampun pada orang tuanya. Seorang murid memohon ampun pada gurunya, seorang pejabat memohon ampun kepada atasannya. Ini merupakan tradisi yang dipelihara secara turun menurun. Lintas generasi. Diajarkan lewat proses enkulturasi dari generasi ke generasi.

Permohonan atau doa kepada Tuhan untuk memperoleh surga merupakan hal yang sangat wajar, sebab tidak hanya diajarkan oleh agama apapun dan manapun, akan tetapi juga memiliki basis social di dalam kehidupan masyarakat. Surga tentu ada di dalam ajaran setiap agama, dan Islam juga mengajarkan tentang surga sebagai tempat segala kebahagiaan.

Oleh karena itu, marilah kita lantunkan doa kepada Allah SWT dengan keikhlasan, kesabaran, kesyukuran dan penuh keimanan dan ketaqwaan, dan insyaallah Tuhan akan mengabulkan permohonan tertinggi kita.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..