Rukun puasa sebagaimana kita ketahui adalah menahan lapar, haus dan hubungan seks. Ini merupakan perintah fisikal yang harus dipenuhi selama menjalankan puasa. Jika tidak mampu menahan tiga hal yang bersifat fisikal ini maka puasanya akan batal. Meskipun sesungguhnya Nabi memberikan arahan bahwa orang yang puasanya hanya dengan menahan tiga hal itu dan tidak melakukan yang esensial seperti menahan hawa nafsu yang lebih luas, maka seseorang hanya akan memperoleh lapar dan dahaga saja. Ini sesungguhnya menyiratkan bahwa ada yang mesti juga tetap diperhatikan yaitu bagaimana seseorang yang sedang puasa dapat mencegah berbagai keinginan untuk berbuat jelek, meskipun sekedar niat saja. (more..)
Disyariatkannya puasa sesungguhnya merupakan bagian dari pelestarian ajaran agama-agama sebelumnya. Hal itu tentu bisa dilihat dari perintah menjalankan puasa di dalam teks al-Qur’an bahwa puasa juga dilakukan oleh umat sebelum Islam. Jadi ketika Islam diwahyukan kepada Muhammad saw yang tidak lain adalah penerus agama hanif, maka Islam juga mengambil sebagian hukum dan tradisi di dalam agama-agama sebelumnya, baik yang menambah atau mengurangi atau bahkan menetapkan ajaran agama yang sudah pernah ada. (more..)
Di lima hari terakhir puasa ini, rasanya ada dorongan yang sangat kuat untuk menulis perihal puasa dalam aspek yang dirasa mendasar. Jadi sementara harus menyisihkan keinginan untuk memberi respon terhadap masalah-masalah sosial politik, pendidikan dan budaya yang biasanya selalu tersaji di berbagai media nasional maupun internasional. Baiklah saya akan menulis yang terkait dengan puasa dan pernak-perniknya, meskipun terkadang juga harus tetap menggunakan pendekatan sosiologis karena memang tidak bisa dipisahkan sama sekali. (more..)
Salah satu problem negara-negara berkembang adalah masyarakatnya yang masih dalam posisi transisi menuju kemajuan. Di dalam masa transisi biasanya terdapat tarik menarik yang luar biasa antara keinginan untuk maju di satu sisi dan keinginan agar tetap mempertahankan atribusi yang selama ini telah mendarah daging. Biasanya yang menuntut perubahan menuju kepada kemajuan adalah segolongan kecil yang telah memiliki kesadaran untuk berubah. Sedangkan sebagian besar lainnya yang kebanyakan adalah masyarakat bawah memang belum memiliki kemampuan untuk berpikir perubahan. Kebanyakan mereka masih berpikir tentang kebutuhan ekonomi yang masih mendera kehidupannya. (more..)
Secara konseptual, sesungguhnya bangsa Indonesia ini sudah memiliki budaya kerja dalam pengertian sebagai pola bagi tindakan. Dalam relasinya dengan dunia kerja masyarakat sudah memiliki dasar-dasar untuk bekerja keras. Teks kerja keras tersebut dapat dilihat di dalam kaitannya dengan ajaran tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara kehidupan duniawai dan ukhrowi. Seseorang tidak saja harus sepenuhnya mencari kebahagiaan di akhirat tetapi juga harus mencari kebahagiaan di dalam kehidupan duniawi. Nabi Muhammad saw juga menyatakan: ”bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selamanya dan berbuatlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besuk”. Hadits ini mengandung makna bahwa Islam mengajarkan keseimbangan agar seseorang tidak hanya memilih salah satu sebagai jalan hidupnya tetapi juga menjaga keseimbangan di dalamnya. Kepentingan dunia didahulukan bukan dinomorsatukan karena kita memang hidup di dunia dan kepentingan akhirat juga didahulukan bukan dinomorduakan karena semua akan kembali ke sana. (more..)