• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

EMPAN PAPAN: MEMAHAMI POSISI DIRI DALAM DUNIA SOSIAL ORANG JAWA

EMPAN PAPAN: MEMAHAMI POSISI DIRI DALAM DUNIA SOSIAL ORANG JAWA

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

 

Pepatah Jawa itu luar biasa banyaknya. Hanya saja kita tidak bisa memahami semuanya. Hal itu terkait dengan semakin rendahnya pemahaman kita tentang budaya dan filsafat Jawa. Kita rasanya semakin tidak Njawani. Kita semakin merasa bukan sebagai orang yang memahami Jawa secara seutuhnya. Menjadi orang Jawa itu hanya seperti kulit yang tipis di luarnya saja, sehingga yang tampak hanya lahiriyahnya sebagai orang Jawa, tetapi paham, sikap dan prilakunya sudah bukan lagi orang Jawa.

Pengaruh globalisasi memang luar biasa. Semenjak semua negara terbuka untuk menjadi global market, maka semuanya menjadi berubah. Kita tentu bukanlah orang yang anti perubahan. Perubahan adalah inti kehidupan. Siapa yang tidak mau berubah akan ketinggalan zaman. Begitulah ajaran di dalam kehidupan kita. Semuanya berubah, termasuk juga gaya hidup, perilaku, dan tindakan sehari-hari.

Jika orang yang usianya di atas 60 tahun, maka perilaku kejawaannya masih terlihat. Cara berkomunikasi, gaya bahasa, dan tindakannya masih bercorak sesuai dengan pemahaman, sikap dan perilaku orang Jawa. Orang Jawa yang lahir tahun 60-an ke bawah rasanya masih ngugemi sikap hidup sebagai orang Jawa. Tetapi bagi yang lahir tahun 80-an ke atas rasanya sudah tidak lagi atau sekurang-kurangnya rendah kejawaannya. Sementara itu generasi yang lahir tahun 60-80-an itu berada di dalam masa transisi antara sikap hidup sebagai orang Jawa dan perubahan social ke arah global.

Sebagai akibat global market, misalnya dalam konteks makanan, maka generasi milenial sudah jarang mereka itu memakan makanan seperti soto, rawon, gudeg, tengkleng, rujak dan jenis-jenis makanan Jawa lainnya, akan tetapi mereka lebih familiar dengan Kentucky Fried Chicken (KFC), McDonald (McD), AW, dan jenis-jenis makanan berbau barat lainnya. Makanan cepat saji ini berseirama dengan generasi milenial yang ingin serba instan dan cepat. Akibat globalisasi dalam berbagai segmen kehidupan, maka orang Jawa menjadi kehilangan kejawaannya. Life style dan kehidupannya dipengaruhi oleh factor luar tersebut.

Orang Jawa memahami bahwa setiap perilaku itu memiliki kaitan dengan derajad atau status social dan peranan yang dimainkannya. Orang Jawa sangat menghargai atas prestasi yang cocok dengan derajadnya. Orang Jawa sangat menghargai atas perilaku orang kaya yang tidak sombong, perilaku pejabat yang tidak sombong. Orang hebat yang tetap menghargai kesantunan. Dan orang istimewa yang tetap mengedepankan kesopanan.

Di antara filsafat hidup orang Jawa yang juga sangat menonjol adalah  empan papan. Secara harfiyah artinya adalah memahami di mana kita berada. Tetapi jangan salah bahwa jika kita berada di kalangan orang bejat juga menjadi bejat. Sebab di dalam empan papan tidak seperti itu yang dimaksudkan. Empan papan  itu menempatkan diri dalam relasi social yang sesuai dengan pangkat dan derajad kita, sesuai dengan prestasi, kapasitas dan moralitas kita. Orang Jawa tidak suka atas prilaku yang “semau gue” atau tidak menghargai lingkungannya. Dipastikan bahwa lingkungan social tersebut adalah lingkungan yang baik, yang bermoral dan relevan dengan ajaran agama yang dianutnya.

Salah seorang penyair Indonesia, Zawawi Imron, penyair “Celurit Emas” sering kali mengungkapkan bahwa “di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung”. Jadi jangan kita itu berada di suatu tempat atau wilayah tetapi tidak menggunakan norma dan moralitas yang relevan dengan tempat kita berada. Hargai moralitas dan norma yang dijadikan pedoman agar kita bisa melakukan yang terbaik untuk diri kita. Kita hidup di Indonesia dengan ajaran moralitas dan norma yang berasal dari ajaran agama, akan tetapi kita menggunakan etika dan norma yang berkembang di Eropa. Tidak bisa dengan dalih kebebasan, lalu kita melakukan segala sesuatu dengan permisif. Serba boleh. Jadikan ukuran untuk performance kita itu atas dasar nilai, norma dan moralitas yang bersumber dari relasi antara ajaran agama dan lokalitas yang berkembang. Yang agak politis, misalnya kita menjadi orang Indonesia, tetapi tidak mengakui common platform bangsa Indonesia, yaitu Pancasila. Kita hidup di Indonesia tetapi menginginkan system khilafah sebagai bentuk negara. Yang seperti ini namanya tidak empan papan.

Kita sebagai warga negara Indonesia tetapi cara kita berperilaku seperti orang barat yang permisif, yang serba boleh. Bahkan juga berpakaian yang tidak menggambarkan tata cara berpakaian orang Indonesia yang mengagungkan kesopanan. Melakukan sesuatu tindakan sebagaimana basis moralitas di mana kita hidup merupakan bagian tidak terpisahkan dalam prinsip orang Jawa.  Sesungguhnya, kita merupakan bagian dari lingkungan social di mana kita hidup. Tetapi juga jangan diartikan bahwa kala kita berada di negara dengan tindakan permissiveness kita juga harus melakukannya seperti itu.

Di dalam Islam terdapat ajaran uzlah atau menyendiri dalam lingkungan social yang permisif. Jika mayoritas orang melakukan perbuatan permisif, maka janganlah kita karena tuntutan lingkungan social lalu kita juga melakukannya. Jadi harus tetap diperhatikan bahwa tetap ada ajaran moral yang normative dan aplikatif yang tetap harus dipegang sebagai basis moralitas di dalam kehidupan.

Jadi, empan papan tidak berarti menoleransi atas tindakan yang keliru hanya karena relasi dan lingkungan social seperti itu.  Di dalam kondisi seperti ini, maka konsistensi menjaga moralitas tetap menjadi acuan. Empan papan tetap berada di dalam koridor menjaga yang baik dan menghindari yang jelek atau tetapi berada di dalam bingkai amar ma’ruf nahi mungkar.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..