• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MERESPON RADIKALISME DI MASJID (2)

MERESPON RADIKALISME DI MASJID (2)
Pada zaman Rasulullah Muhammad saw., masjid memang bisa dijadikan sebagai tempat untuk mengatur strategi peperangan melawan kaum kafirin dan kaum musyrikin. Masjid memang dapat difungsikan untuk kepentingan politik yang memang relevan di kala itu. Rasulullah sedang berperang melawan kaum kafir dan musyrik.
Pertanyaannya ialah apakah dewasa ini, di saat Indonesia sudah memiliki pemerintah yang sah dan juga memberikan peluang bagi Islam untuk eksis dan berkembang, lalu masjid bisa difungsikan untuk kepentingan menyusun dan mengembangkan peperangan melawan pemerintah yang sah atau negara yang sudah dianggap final dalam bentuk dan fungsinya. Jawabannya tentu tidak. Ada beberapa alasan bahwa masjid tidak bisa dijadikan sebagai tempat untuk mengobarkan semangat anti negara.
Pertama, Negara Indonesia dengan dasar Pancasila dan bentuk NKRI sudahlah final sebab sudah disepakati oleh para pendiri bangsa. Berdasarkan musyawarah yang menjadi ciri khas keindonesiaan, maka seluruh perwakilan dan tokoh agama-agama menyepakati pada tanggal 18 Agustus 1945 bahwa dasar negara kita adalah Pancasila. Negara ini tidak menjadikan agama sebagai dasar negara, sebab akan terjadi permasalahan yang tidak mudah untuk diselesaikan. Indonesia yang terdiri dari multiagama, tentu tidaklah cocok dan tepat menggunakan agama tertentu untuk menjadi dasar negara.
Kedua, pilihan terhadap Pancasila sebagai dasar negara adalah pilihan cerdas yang dilakukan oleh para pendiri bangsa. Pilihan sebagai negara Berketuhanan yang Maha Esa dan bukan negara agama atau negara sekuler tentu merupakan pilihan yang harus diapresiasi dengan sepenuh hati. Sangat bermakna bagi kelangsungan negara ini, hingga saat ini dan seterusnya.
Ketiga, sebagai konsekuensi terhadap pilihan sebagai negara berketuhanan, maka hubungan antara negara dan agama ialah dalam coraknya yang simbiosis mutualisme. Negara membutuhkan agama sebagai panduan moralitas penyelenggaraan negara dan agama membutuhkan negara agar pelayanan dan penyebaran agama dapat berjalan sesuai dengan regulasi yang mengaturnya. Jadi bukan pilihan yang separated atau secular dan juga bukan integrated atau menyatu antara agama dan negara.
Keempat, Indonesia adalah satu-satunya negara yang memberikan peluang bagi setiap agama untuk merayakan hari-hari besarnya dengan gegap gempita. Hanya Indonesia yang merayakan hari besar Islam di Istana negara dan dihadiri oleh Presiden dan Wakil Presiden. Hanya Indonesia yang menjadikan hari besar agama sebagai hari libur nasional. Dan hanya Indonesia yang memberikan peluang bagi warga negara untuk beribadah secara aman dan damai bagi seluruh warga negaranya.
Kelima, Indonesia sudah teruji dalam puluhan tahun mengelola perbedaan dan membangun perdamaian berdasarkan atas Pancasila sebagai dasar negara. Meskipun negara kita bukan berdasar atas Islam, akan tetapi kita menjadi pengirim jamaah haji terbesar di dunia, 221.000 orang, dengan aman dan damai. Pemerintah memberikan cuti bersama untuk merayakan Hari Raya Idul Fithri, melebihi negara lainnya. Indonesia telah menjadi contoh yang baik bagi kerukunan dan keharmonisan umat beragama.
Apakah masih ada orang yang meragukan tentang Indonesia sebagai negara paripurna di dalam membangun keberagamaan yang damai dan harmonis. Saya kira kita perlu merenungkan sejarah bangsa-bangsa di dunia ini. Manakah negara yang bisa dijadikan contoh lebih baik dari Indonesia di dalam mengelola perbedaan antar agama. Jika masih terdapat riak-riak kecil pertentangan dan rivalitas antaragama, akan tetapi hal itu tidak merusak terhadap keseluruhan bangunan harmoni yang sudah diciptakan.
Saya kira negara sebesar Indonesia ini tidak bisa dijadikan sebagai eksperimen yang belum tentu akan lebih baik hasilnya. Saya sebagai elemen bangsa ini tidak merelakan Indonesia dijadikan sebagai eksperimen dengan berbagai dasar negara yang belum tentu bisa menyatukan Indonesia yang beragam.
Bentuk negara seperti khilafah, komunisme atau lainnya tidak bisa dijadikan sebagai eksperimen untuk mengubah Pancasila sebagai dasar negara. Makanya, bagi semua elemen bangsa harus memahami bahwa Pancasila adalah satu-satunya dasar negara yang cocok bagi Indonesia.
Untuk kepentingan ini, maka para penyiar agama haruslah menjadi garda depan bagi bangsa ini untuk menebarkan Indonesia yang damai dan harmonis dengan mengedepankan kerukunan bangsa.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..