• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PANCASILAKU PANCASILA KITA (2)

PANCASILAKU PANCASILA KITA (2)
Sebagai bangsa dengan kebinekaan yang jelas, maka potensi untuk berbeda tentu juga sangat besar. Dari sudut pandang ras, kita jumpai berbagai ras yang hidup di Indonesia. Ada masyarakat Cina, Arab dan juga berbagai suku masyarakat Indonesia. Kebinekaan ini yang telah menjadi kesadaran dari para pendiri bangsa ini, sehingga menetapkan dasar negara bukan agama atau lainnya, akan tetapi Pancasila.
Bagi bangsa yang berkebinekaan, maka menggunakan common platform yang bisa diterima oleh semua komponen bangsa merupakan hal yang mutlak. Tidak ada pilihan lain kecuali hanya itu. Oleh karena itu, ketika bangsa ini menggunakan Pancasila sebagai dasar negara dan falsafah bangsa Indonesia, saya kira melalui bimbingan Allah swt, Tuhan yang Maha Kuasa. Bahkan ketika terjadi Dekrit Presiden, tanggal 5 Juli 1959 setelah bangsa ini nyaris terpecah belah karena perbedaan prinsip untuk menentukan dasar negara, maka saya kira hal itu tidak semata-mata berbasis pada kecerdasaran akal, akan tetapi juga terdapat kecerdasan sosial, kecerdasan emosional dan juga kecerdasan spiritual.
Saya meyakini bahwa pilihan kembali ke UUD 1945 di kala itu tentu merupakan akumulasi dari pikiran dan pengalaman yang didasari oleh petunjuk Allah swt, Tuhan Yang Maha Esa. Kurang apa kuatnya, Uni Soviet di masa perang dingin. Hanya Uni Soviet yang mampu mengimbangi Amerika Serikat untuk mengatur dunia ini, akan tetapi Uni Soviet kalah oleh hanya dua kata: Glasnost dan Perestroika.
Indonesia bisa tegar hingga saat ini adalah karena besarnya kesadaran bangsa ini untuk terus menggunakan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Pemberontakan PKI berkali-kali juga mampu dimentahkan oleh anak bangsa, dengan tetap berpegang teguh pada Pancasila. Saya kira meskipun hiruk pikuk ekstrimisme dan terorisme terjadi akhir-akhir ini, akan tetapi bangsa ini akan tetap menyadari bahwa pilihan terbaiknya ialah Pancasila.
Sejarah telah mengajarkan akan kekuatan persatuan dan kesatuan bangsa. Sejarah juga sudah mengajarkan bahwa konflik sosial bukan pilihan terbaik. Konflik hanya akan merusak semua bangunan struktur sosial, budaya dan ekonomi menjadi hancur berantakan. Perlu puluhan tahun untuk membangun kembali kerusakan yang diakibatkan oleh konflik tersebut. Kita tentu tidak ingin menjadi bangsa yang terkoyak. Kita tidak mau menjadi negara yang compang-camping. Kita tidak ingin menjadi bangsa yang rusak. Makanya, pilihan terhadap Pancasila untuk semua bangsa Indonesia, apapun agama dan kesukuannya, adalah pilihan yang terbaik.
Kalau kita lakukan flash back terhadap sejarah bangsa ini, maka berbagai ancaman dan gangguan pernah dialami. Saya kira yang terberat ialah ketika terjadi kudeta berdarah oleh PKI tahun 1965. Tanggal 1 Oktober 1965 diperingati sebagai hari Kesaktian Pancasila, untuk menandai bahwa bangsa Indonesia tetap eksis di tengah gempuran kaum komunis yang akan menjarah negara ini. Namun kekuatan kaum komunis yang sudah cukup massive di semua lini kehidupan tersebut akhirnya juga bisa diredam dan dipadamkan oleh masyarakat Indonesia. TNI, Polri dan segenap elemen organisasi keagamaan bersatu padu untuk meruntuhkan kekuatan komunis yang nyaris menguasai negeri ini.
Nahdlatul Ulama (NU_) dan diikuti oleh Muhammadiyah dan juga organisasi Islam dan organisasi keagamaan lainnya, saling bahu membahu untuk menyelesaikan problem bangsa ini. Dengan menyatunya kekuatan aparat keamanan dan masyarakat ternyata membuktikan bahwa kebersamaan adalah kunci untuk mempertahankan negara dalam keadaan darurat. Hal ini merupakan pelajaran bagi segenap elemen bangsa agar terus mengobarkan semangat kebersamaan untuk mencapai kebaikan bagi nusa dan bangsa.
Kita tentu harus bersyukur atas kehadiran Orde Baru, yang dengan tegas menekankan tentang upaya untuk menghidupkan Pancasila di dalam kehidupan berbangsa. Melalui keinginan untuk menjadikan Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan bernegara dan berbangsa, maka diupayakan pembudayaan Pancasila melalui program Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4).
Secara konseptual dan aplikatif penyelenggaraan penataran-penataran P4 tentu sudah on the track. Hanya saja, karena perilaku para penyelenggara negara yang tidak konsisten dengan P4 itu, maka kehidupan berbangsa dan bernegara menjadi bermasalah. Akhirnya, Orde Baru pun harus mengakhiri eranya dan berganti dengan Orde Reformasi. Era untuk melakukan koreksi terhadap penyelanggaraan negara pun dilakukan. Dan sekarang kita telah memasuki suatu era baru dalam berbangsa dan bernegara yang dikonsepsikan sebagai negara demokrasi.
Atas pilihan tersebut, maka pemerintah sekarang –Kabinet Indonesia Kerja—telah merumuskan arah baru dalam berpenghayatan dan berpengamalan Pancasila melalui satu unit khusus yang dibuat oleh Presiden Joko Widodo. Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) diharapkan oleh masyarakat untuk menjadi sebuah institusi yang akan melakukan penguatan ideology Pancasila. Untuk kepentingan ini, maka saya berpikir perlulah badan ini belajar dari bagaimana pelaksanaan Pancasila di era Orde Lama dan Orde Baru, dan bagaimana merumuskan pembinaan Pancasila yang relevan dengan tuntutan perubahan yang terus terjadi.
Jika pada era Orde Lama adalah masa penegakan ideology Pancasila sebagai dasar negara, dan pada era Orde Baru adalah era pemantapan ideology Pancasila sebagai dasar negara, maka era Orde Reformasi adalah era pengembangan ideology Pancasila sebagai dasar negara di era perubahan yang cepat ini.
Makanya, diperlukan upaya optimal untuk mengembangkan ideology Pancasila agar tetap selaras dengan perubahan tetapi tetap bersubstansi sebagai karakter bangsa Indonesia. Menggunakan istilah sosiologis, bahwa Pancasila harus berada di dalam konteks “continuity within change”. Pancasila harus tetap lestari dan ajeg di tengah perubahan demi perubahan.
Tugas kita semua ialah menguatkan ideology Pancasila di tengah kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam koridor Negara Kesatuan Republik Indonesia. NKRI harga mati.
Wallahu a’lam bi al shawab

Categories: Opini
Comment form currently closed..