• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGEMBANGKAN JEJARING GENDER MAINSTREAMING

MENGEMBANGKAN JEJARING GENDER MAINSTREAMING
Membahas gender sebenarnya membahas diri kita dalam relasi lelaki perempuan. Selama ini masih ada anggapan bahwa persoalan gender sebenarnya ialah persoalan keadilan antara lelaki dan perempuan di dalam berbagai moment dan peluang kehidupan.
Di kalangan masyarakat masih ada anggapan dan juga kenyataan betapa peluang antara lelaki dan perempuan bisa saja berbeda dalam mengakses jabatan dalam berbagai struktur sosial, pemerintahan dan juga politik. Bahkan yang menyedihkan ialah masih terjadinya fenomena kekerasan terhadap perempuan. Masih ada penindasan terhadap perempuan dan sebagainya.
Hal ini yang saya bahas di dalam pertemuan yang diselenggarakan oleh Direktorat Pendidikan Tinggi Islam, 24/05/2018 di Hotel Santika Primer Depok dalam acara yang diselenggarakan oleh Dr. Suwendi, Kasubdit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Hadir bersama saya, Prof. Dr. Ishom Yusqi, Sesdirjen Pendis dan utusan dari Pusat Studi Gender PTKIN se Indonesia.
Saya dijadikan sebagai narasumber “dadakan”. Bertepatan waktu itu ada kegiatan di tempat tersebut. Tentu saya menyambut gembira bisa bertemu dengan para aktivis gender dari seluruh Indonesia. Sebab merekalah yang selama ini menjadi penggiat aktivitas gender di masing-masing perguruan tingginya.
Pada kesempatan ini saya sampaikan tiga hal, yaitu: pertama, apresiasi saya atas terselenggaranya pertemuan untuk membahas masalah gender dalam kaitannya dengan penelitian dan pengabdian masyarakat. Gender sebagai movement, tentu tidak berhenti aktivitasnya pada penelitian saja, akan tetapi harus diimplementasikan di dalam aktivitas yang lebih kongkrit. Saya melihat bahwa aktivitas gender selama ini sudah on the track, dalam konteks bahwa gender dipelajari, diteliti dan aktivasikan dalam kerangka agar relasi gender semakin berkualitas.
Kedua, secara teoretik, sebagaimana pengungkapan Sanderson, dalam Sosiologi Makro, membicarakan gender dalam realitas empiris dikenal berada dalam tiga konsepsi, yaitu: 1) Gender differentiation ialah relasi gender yang dalam posisi perbedaan. Ada perbedaan yang bersifat nature atau alami yang memang secara fitrahnya atau hakikinya memang harus berbeda. Seperti perempuan bisa hamil dan lelaki tidak, perempuan menyusui dan lelaki tidak, perempuan memiliki penanda yang berbeda dengan lelaki. Perbedaan ini memang merupakan kepastian Tuhan yang tidak bisa dikompromikan. Memang harus berbeda.
Di sisi lain, ada perbedaan yang memang berasal dari hasil konstruksi masyarakat atau manusia atau sesuatu yang nurture. Perbedaan yang merupakan hasil dari pandangan, tradisi atau kebudayaan suatu masyarakat. Misalnya, perempuan berada di ruang domestic dan lelaki di ruang public. Di dalam tradisi Jawa masa lalu, dikenal konsepsi perempuan sebagai konco wingking. Perempuan berada di tempat belakang atau ruang domestic. Selain itu juga misalnya gambaran perempuan lebih lemah dibandingkan lelaki, lelaki bekerja di luar rumah dan perempuan di dalam rumah. Dalam jabatan, maka perempuan belum bisa optimal dibandingkan dengan lelaki.
2) Gender Inequality atau ketidaksamaan atau ketidakadilan gender. Lelaki dan perempuan memang memiliki perbedaan yang asasi namun demikian perbedaan asasi tersebut tidaklah menghalangi oleh para perempuan untuk mengoptimalkan perannya di tengah masyarakat. Secara intelektual dan psikhis sesungguhnya mereka memiliki kesamaan. Bahkan di dalam kenyataannya, banyak perempuan yang lebih cerdas dibandingkan lelaki.
Meskipun sudah banyak pimpinan daerah seperti bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, gubernur/wakil gubernur sudah banyak perempuan yang bisa meraihnya, demikian pula di parlemen, namun dalam dunia birokrasi masih cukup memprihatinkan. Ada banyak jabatan yang dijabat oleh lelaki dan tidak banyak yang dijabat oleh perempuan.
3) Gender Oppression atau penindasan, peminggiran, dan pemaksaan kaum perempuan di ruang-ruang domestic atau public. Masih banyak perempuan yang berada di dalam praktik kekerasan. Bisa saja berupa kekerasan seksual, kekerasan ekonomi, kekerasan politik, kekerasan budaya dan sebagainya. Masih banyak perempuan yang berada di dalam bayang-bayang lelaki dan lebih jauh diperlakukan secara tidak baik oleh lelaki. Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga masih cenderung kuat dialami oleh perempuan.
Melihat kenyataan ini, maka sesungguhnya diperlukan upaya untuk membangun jejaring kajian, penelitian dan aktivitas yang bertujuan secara makro ialah memperkuat posisi perempuan dalam relasi di tengah kehidupan masyarakat. Para aktivis gender mestilah melakukan banyak proyek untuk menghentikan terhadap realitas empiris yang ditengarai masih terjadi dewasa ini.
Ketiga, PTKIN harus menjadi motor bagi penguatan jejaring penelitian, akitivisme dan gerakan pemberdayaan kaum perempuan. Perguruan tinggi seharusnya mengedepankan berbagai penelitian, apakah penelitian konvensional maupun penelitian aksi dengan tujuan untuk memetakan potensi relasi gender di dalam kehidupan sosial dan menemukan solusinya. Selain itu juga perlu penelitian kebijakan atau policy research. Tiga model penelitian ini sangat penting sebagai cara kita untuk memahami apa sebenarnya yang sedang dialami oleh para perempuan di negeri ini. Apakah sudah ada keadilan gender, tidak ada penindasan terhadapnya, dan yang penting juga menghasilkan program-program yang pro-gender.
Yang tidak kalah penting ialah menyusun program yang terkait dengan pendampingan, pemberdayaan dan penguatan relasi gender di dalam masyarakat. Misalnya program pendampingan literasi untuk mengatasi problem illiterate. Juga program pendampingan literasi media, program literasi hukum, program literasi hak asasi perempuan, program literasi politik, program pendampingan kewirausahaan, penguatan ekonomi dan sebagainya. Saya kira masih ada banyak hal yang bisa dilakukan oleh para agen gender untuk memberdayakan masyarakat.
Dan yang sungguh mendasar juga memperhatikan perubahan-perubahan sosial keagamaan akhir-akhir ini. Ada gejala menarik di mana perempuan terlibat di dalam gerakan terorisme atau ekstrimisme. Fenomena yang sebelumnya tidak dijumpai, yaitu satu keluarga terlibat di dalam bom bunuh diri. Saya kira para aktivis gender perlu merumuskan program yang bersearah dengan upaya untuk mengembangkan Islam wasathiyah atau Islam rahmatan lil alamin.
Saya berharap agar para aktivis gender untuk menjadi agen-agen masyarakat yang bisa bekerja dengan masyarakat dan mampu berbuat untuk kepentingan pembangunan nasional. Saya yakin bahwa lewat perguruan tinggi saja upaya untuk mengentas relasi gender yang inequality, yang oppression dan yang different akan bisa diminimalisasikan.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..