• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

REVOLUSI KURIKULUM DI ERA INDUSTRI 4.0.

REVOLUSI KURIKULUM DI ERA INDUSTRI 4.0.
Saya merasa sangat senang diberi peluang untuk memberikan orasi ilmiah oleh Rektor IAIN Jember, Prof. Dr. Babun Suharto, SE, MM., dalam acara wisuda sarjana Strata I, II dan III di IAIN Jember, 28/04/2018. Kegembiraan saya tersebut terkait dengan orasi ilmiah saya yang membahas tentang “Perlunya Revolusi Kurikulum di Era Industri 4.0”.
Tema ini sangat menarik sebab di era sekarang dimana kita sedang berhadapan dengan generasi milenial dan artificial intelligent, maka dipastikan bahwa para generasi muda harus disiapkan dengan baik. Kita sedang menghadapi beberapa tantangan. Pertama ialah tantangan era digital. Harus diketahui bahwa era sekarang ini adalah era di mana revolusi industry yang luar biasa. Dari era industry 1.0 atau era industry biologis, era industry 2.0 atau era industry budaya, era industry 3.0 atau era tenologi informasi, dan era industry 4.0 atau era digital.
Kita sedang menghadapi generasi milenial yang lahir tahun 1980-an dan tahun 2000-an. Ada generasi Y dan generasi Z. Dua generasi ini ditandai kehidupannya dengan pengetahuan dan perilaku media digital yang sangat tinggi. Di dalam konteks ini, maka diperlukan suatu upaya agar PTKN harus terlibat di dalam proses perubahan. Jangan sampai PTKN tertinggal dari issue yang sangat seksi dan menantang. Jangan sampai PTKN tertinggal dengan perubahan yang luar biasa cepat di semua lini kehidupan.
Di dalam pidato Presiden, Bapak Joko Widodo, pada acara Musrenbangnas, 30/04/2018, bahwa di era sekarang ini segalanya harus dilakukan dengan cepat. Siapa yang cepat melakukan perubahan, maka merekalah yang akan memenangkan pertarungan di era cyber atau era digital. Lalu, terkait dengan PTKN, maka tentu harus menyiapkan segala hal yang terkait dengan perubahan dimaksud.
Kedua, tantangan ketenagakerjaan. Bahwa yang paling “menderita” di era artificial intelligent ialah kalangan pekerja. Sebagaimana diketahui bahwa Inggris akan melakukan otomasi pekerjaan sebesar 35 persen tahun 2040 dan Amerika akan melakukannya tahun 2025 sebesar 47 persen. Jadi, ke depan, manusia akan bersaing dengan teknologi ciptaannya. Yang dinyatakan oleh Malcolm Frank, bahwa manusia harus semakin inovatif dan bersahabat dengan teknologi robot. Di dalam bukunya: “What to Do, When the Machines Do Everything”, beliau menyarankan agar manusia ke depan harus semakin kreatif agar pertemanan dengan dunia robotic berbasis artificial intelligent akan tidak meminggirkan manusia penciptanya.
Tantangan luar biasa berupa otomasi pekerjaan tentu akan menjadi problem luar biasa. PTKN tentu harus menyiapkan segala hal yang terkait dengan semakin banyak tenaga kerja produktif dan di sisi lain semakin menyempitnya potensi di dalam dunia kerja sebagai akibat dari otomasi pekerjaan. Makanya, PTKN harus merancang ke depan bagaimana menyiapkan tenaga kerja yang professional untuk menyongsong masa depan generasi muda yang siap menghadapi tantangan kerja.
Ketiga, menghayati terhadap kenyataan tantangan tersebut, maka kiranya diperlukan keberanian untuk melakukan perubahan cepat atau tindakan revolusioner. Di antara yang diperlukan ialah melakukan perubahan secara mendasar tentang kurikulum. Untuk kepentingan ini, maka harus dipetakan tentang mana program studi yang bercorak applied science dan mana yang pure science.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Perdana Menteri Malaysia, bahwa “jika masa perkuliahan itu 4 (empat) tahun, maka 2 (dua) tahun untuk perkuliahan teoretik dan 2 (dua) tahun untuk praktik lapangan”. Jadi saya kira pandangan ini penting untuk ditindaklanjuti. Kita harus berani melakukan lompatan perubahan kurikulum ini dalam kerangka membangun peluang menghasilkan sarjana yang memiliki kemampuan advokasi atau kemampuan professional. Saya kira ke depan kita harus memangkas jumlah mata kuliah dengan ekivalensi 2 (dua) tahun untuk mengembangkan pengetahuan teoretik dan 2 (dua) tahun untuk membangun kemampuan praktik.
Jika konsepsi ke depan menuntut kemampuan lebih mendasar, maka tidak ada pilihan lain, kecuali dengan melakukan revolusi pengembangan kurikulum secara memadai. Cara kerjanya ialah: 1) memetakan prodi yang bermuatan applied science, berapa prodi yang memiliki cakupan tersebut dan kemudian ditentukan perubahan-perubahan kurikulumnya. Beranikah kita misalnya memangkas dari 70 Mata kuliah menjadi 35 mata kuliah saja. Saya berpikir bahwa dengan 35 Mata kuliah tersebut sudah dimungkinkan mahasiswa memiliki kompetensi dasar (KD) sehingga selebihnya dijadikan sebagai kompetensi praktis atau kompetensi professional (KP). Tentang hal ini, kiranya diperlukan diskusi yang cukup untuk membahasnya.
Kita telah memiliki konsorsium keilmuan yang memadai. Jika kemudian mereka digerakkan untuk kepentingan ini, saya berkeyakinan bahwa ke depan akan bisa diraih peluang untuk melakukan perubahan.
Bagi kita, yang penting ialah bagaimana ada keberanian di antara kita semua terutama pimpinan PTKIN untuk melakukan perubahan khususnya di dalam mempersiapkan alumni PTKIN dalam menyongsong masa depan –era digital—dengan strategi mempersiapkan kurikulum yang lebih applicable dan feasible.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..