• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ERANYA PROGRAM STUDI AUDIT SYARIAH (1)

ERANYA PROGRAM STUDI AUDIT SYARIAH (1)
Dalam 2 (dua) bulan terakhir ini, ada 2 (dua) hal yang saya sampaikan dalam acara-acara yang saya lakukan di Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri (PTKN) dan juga pada acara di Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf, yaitu perlunya mengembangkan mata kuliah “Literasi Media Sosial” dan “Program Studi Auditor Syariah”.
Gagasan tentang pentingnya mata kuliah “Literasi Media” saya sampaikan di IAIN Ponorogo dan juga IAKN Menado, sebab ke depan akan terjadi social media exposure yang luar biasa. Dan yang menjadi sasarannya ialah para generasi muda, khususnya para mahasiswa, yang di dalam banyak hal adalah para generasi milenial. Di era cyber war seperti ini, maka tidak ada pilihan lain kecuali kita harus membangun kekuatan etika sosial media, sebagai instrument untuk mengedepankan “penyelamatan” para generasi milenial di tengah serbuan hoax, dan sebagainya.
Sedangkan perlunya program studi “Auditor Syariah” disebabkan oleh semakin menguatnya pelayanan public, misalnya jaminan produk halal, layanan zakat, wakaf, infaq dan shadaqah dan juga pengawasan pelaksanaan umrah. Dengan keberadaan program studi “Auditor Syariah”, maka dipastikan bahwa ke depan akan terdapat satu profesi “auditor syariah” yang akan membangun kepercayaan public untuk masalah-masalah di atas.
Pengalaman mengenai kasus-kasus travel haji dan umrah untuk penyelenggaraan umrah, akhir-akhir ini, tentu dapat dikaitkan dengan kurangnya pengawasan dari berbagai pihak terkait. Kalaupun ada pengawasan tentu belum didasarkan atas profesionalisme auditor yang memiliki “legalitas” sesuai dengan regulasi yang dimiliki.
Masalah-masalah yang membelit First Travel dan Abu Tour dewasa ini, tentu tidak boleh menular kepada pengelola dana umat: zakat, infaq dan shadaqah. Masalah ini tentu membuat dugaan berbasis proposisi yang menyatakan “di mana ada uang di situ ada penyelewengan”. Berbagai penyelewengan yang diakibatkan oleh tindakan koruptif oleh lembaga swasta, dan juga pejabat tentu akan semakin menambah rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap berbagai aktivitas pengumpulan uang atau barang.
Sekarang ini ada suatu masalah yang cukup pelik, yaitu “distrust” yang menyelimuti sebagian masyarakat kita. Jangan sampai distrust atau ketidakpercayaan masyarakat ini akan semakin menguat karena rendahnya pengawasan yang kita lakukan. Cukuplah rasanya kasus First Travel dan Abu Tour menjadi pelajaran berharga bagi kita semua. Dana masyarakat untuk kepentingan ibadah umrah pun diselewengkan untuk kepentingan lain. Sungguh kita merasa “ngeri” terhadap tindakan-tindakan oknum yang melakukan penyelewengan dana masyarakat yang akan digunakan untuk ibadah.
Dana zakat tentu cukup besar, jika menggunanakan potensi ideal, maka terdapat sebanyak 217 Trilyun potensi dana zakat, dengan asumsi banyaknya jumlah umat Islam Indonesia dengan berbagai varian usaha dan produk yang dihasilkannya. Anggaran sebesar ini tentu akan menjadi dana yang akan dapat digunakan untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat. Bukankah diperlukan pemberdayaan ekonomi umat berbasis atas kebutuhan ekonomi kaum dhuafa dan juga pemberdayaan pendidikan untuk kepentingan penguatan kualitas pendidikan dalam berbagai aspeknya.
Masyarakat kita masih banyak yang miskin dengan jarak antara yang kaya dan miskin masih sangat tinggi. Gini rasio kita masih berada pada angka 3,9 dan upaya untuk menurunkan juga sering terkendala oleh pengaruh perekonomian global. Di dalam konteks semacam ini, maka keberadaan dana zakat, infaq dan shadaqah akan dapat menjadi dana abadi untuk pemberdayaan ekonomi kaum dhuafa.
Tahun depan akan dimulai tahun kualitas pendidikan setelah kita berhasil untuk memperluas akses pendidikan. RPJMN kita akan berubah paradigmanya dari akses ke mutu pendidikan. Sementara itu masih sangat banyak lembaga pendidikan kita –khususnya madrasah—yang memerlukan sentuhan kuat untuk meningkatkan mutunya. Oleh karena itu, diperlukan dana abadi umat yang bersumber dari zakat, infaq dan shadaqah untuk kepentingan ini.
Tantangan ini yang saya kira perlu dijawab oleh segenap pengelola zakat. Pengelolaan zakat harus semakin transparan dan akuntabel. Dan salah satu pirantinya ialah dengan pengawasan yang kuat. Jangan sampai dana trust ini lalu diperlakukan bukan pada peruntukannya. Jangan sampai terjadi “penodaan” terhadap kepercayaan masyarakat ini. Sekali saja kita salah kelola uang public berbasis agama ini, maka hancurlah reputasi kita semua.
Badan Amil Zakat, Lembaga Amil Zakat dan Unit Pengumpul Zakat (UPZ) merupakan lembaga amanah umat. Pada lembaga-lembaga seperti ini uang umat dititipkan. Dan jumlah uang umat ini akan menjadi meningkat setiap tahun. Perkembangannya rata-rata 38 persen semenjak tahun 2002 sampai tahun 2017. Cukup fantastis. Terakhir kita bisa meraup dana zakat sebesar 5,8 Trilyun. Masih jauh dari potensi zakat umat yang diperkirakan dapat dikelola. Oleh karena itu, diperlukan suatu pengawasan yang ektra hati-hati atau bahkan bisa saya nyatakan sebagai pengawasan extra ordinary. Tidak hanya cukup ordinary saja.
Berangkat dari pemikiran seperti ini, maka kehadiran sebuah lembaga pendidikan yang secara khusus akan menyediakan tenaga audit syariah menjadi relevan untuk dipikirkan dan diimplementasikan. Kita sedang menunggu langkah para rector untuk hal urgen ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..