• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGGERAKAN REFORMASI BIROKRASI MELALUI INOVASI (1)

MENGGERAKAN REFORMASI BIROKRASI MELALUI INOVASI (1)
Di dalam acara yang diselengarakan oleh Biro Ortala, 23/04/2017, maka saya menggambarkan betapa kita harus bekerja keras untuk juga menghasilkan evidence yang meyakinkan para penilai indeks reformasi birokrasi pada Kementerian Agama.
Selain evidence pengambilan keputusan berbasis survey pelanggan, maka saya sampaikan hal lainnya, yaitu perlunya evidensi proses dan hasil atau produk. Pertama, tentang evidensi proses dan hasil. Kita sering kali meremehkan proses dalam suatu moment meeting, sehingga peristiwa meeting itu lalu hilang begitu saja tanpa bekas. Di dalam setiap meeting tentu ada banyak masukan, kritik, gagasan, ide dan sebagainya yang muncul pada saat meeting itu terjadi. Ada kata-kata kunci yang memperoleh penekanan, dan memantik perdebatan dan bahkan adu gagasan atau ide. Namun demikian, prosesi meeting tersebut jarang diperoleh catatannya, sehingga peristiwa yang penting itu hilang dari ingatan kita.
Masih untung jika kemudian dihasilkan catatan kesimpulan rapat yang bisa menjadi bukti atau evidence bahwa kita pernah menyelenggarakan rapat dimaksud. Artinya, bahwa kita memang benar-benar menyelenggarakan rapat untuk menetapkan rumusan kebijakan atau arahan, sehingga bisa meyakinkan siapapun yang berkepentingan dengan hasil rapat dimaksud.
Menyimak terhadap rekaman proses dan hasilnya lalu menjadi area penting untuk dihadirkan pada saat penilaian reformasi birokrasi yang kita lakukan. Rapat, konsinyering, dengar pendapat atau apa saja tentu menjadi indicator utama bahwa kita, baik pimpinan maupun staf, sama-sama terlibat di dalam proses menggerakkan roda reformasi birokrasi.
Kedua, memperhatikan terhadap penilaian pada 8 (delapan) area perubahan. Yaitu, manejemen perubahan, struktur dan tata kelola, regulasi, SDM, pengawasan, akuntabilitas, mind set reformasi birokrasi, dan pelayanan publik. Tentang manajemen perubahan akan saya bahas pada tulisan (2) dengan lebih komprehensif. Lalu tentang penataan struktur dan tata kelola. Catatan yang mendasar ialah mengenai kejelasan alur bisnis dan tata kelolanya. Kita sudah memiliki proses bisnis dan tata kelolanya, namun saya kira catatan pentingnya ialah masih rumitnya proses bisnis dimaksud. Kita perlu lebih “menyederhanakan” proses bisnis dan tata kelolanya. Di era sekarang dimana orang lebih cenderung pada hal-hal yang simple, maka merumuskan peta bisnis yang rumit tentu tidak aplikabel.
Kemudian, tentang penataan regulasi. Era sekarang saya sebut sebagai era regulasi sebagai panglima. Makanya, kejelasan regulasi juga menjadi sangat mendasar. Saya berharap bahwa setiap regulasi harus memiliki satu tafsiran, sehingga tidak terjadi multitafsir atas regulasi yang kita rumuskan. Bisa dibayangkan jika regulasi itu multitafsir, maka akan terjadi perbedaan antara auditor dan auditee dalam menafsirkannya, yang bisa berakibat terhadap “kerugian negara” yang tentu tidak dikehendaki. Makanya, harus dilakukan “pemetaan” terhadap regulasi itu dengan melakukan revisi terhadap mana regulasi yang tumpang tindih dan mana yang sudah selaras.
Tidak kalah pentingnya juga mengenai penataan SDM. Sungguh kita marasakan bahwa jumlah SDM Kemenag itu luar biasa. Dengan 231 ribu lebih SDM, maka menjadi beban yang besar dalam kaitannya dengan pengembangan SDM. Ada banyak SDM yang hanya sekali saja mengikuti training, misalnya pelatihan prajabatan. Selain itu tidak ada lagi pelatihan yang diikutinya. Kita sudah memiliki “Pusat Assessment” yang bisa bekerja sama dengan lembaga-lembaga yang berpengalaman. Meskipun belum secara keseluruhan, akan tetapi secara umum sudah bisa digambarkan tentang profile ASN, khususnya para pejabatnya.
Hanya saja yang menjadi masalah ialah belum diberlakukannya prosesi rekruitmen khususnya pada para pegawai non PNS. Sebagaimana diketahui bahwa untuk proses rekruitmen pegawai non-PNS, maka masing-masing unit eselon I melakukannya sendiri tanpa koordinasi dengan Biro Kepegawaian. Akibatnya tentu saja ialah belum terdata secara memadai tentang para pegawai non-PNS dimaksud. Ke depan tentu saja tugas kita ialah merapikan masalah rekruitmen pegawai non-PNS agar lebih terencana dan terstruktur.
Masih ada catatan yang saya kira memang harus diselesaikan oleh para ASN Kemenag dalam rangka memperoleh nilai indeks reformasi birokrasi yang lebih baik. Gerakan untuk itu sudah ditabuh dan yang perlu dilakukan ialah bagaimana kita semua merespon terhadap masalah ini. masih ada waktu untuk merampungkannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..