• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

CADAR DALAM KONTEKS SOSIOLOGIS (2)

CADAR DALAM KONTEKS SOSIOLOGIS (2)
Perdebatan tentang cadar memasuki kawasan public dan memantik diskusi panjang dan saling menyalahkan. Ada yang bergumentasi cadar sebagai ajaran Islam, dan ada yang beranggapan cadar adalah budaya Arab, atau cadar sebagai budaya Arab yang memperoleh legitimasi di dalam ajaran Islam. Hal ini sudah saya bahas di dalam tulisan saya sebelumnya.
Saya akan melihat dari perspektif sosiologis tentang perdebatan soal cadar ini. Ada seperangkat teori yang bisa dijadikan basis analisis untuk melihat pada persoalan cadar yang mengedepan ini. Saya ingin melihat dari teori konflik otoritas sebagaimana dikembangkan oleh Ralf Dahrendorf. Konflik otoritas tersebut terjadi disebabkan oleh kenyataan bahwa masing-masing individu atau kelompok bisa menafsirkan yang dilakukannya berdasarkan atas otoritas yang dimilikinya.
Ada dua kubu yang tentu merasa memiliki otoritasnya sendiri atas penafsirannya terhadap cadar tersebut. Pelaku cadar –mahasiswa atau dosen—dengan para pimpinan perguruan tinggi –rektor atau pimpinan PTKIN—yang berseberangan pandangannya berdasar atas otoritas yang dimilikinya. Dosen atau mahasiswa beranggapan bahwa pilihan berpakaian adalah hak individunya yang tidak bisa diintervensi oleh siapapun karena dianggap bersentuhan dengan ajaran agama dan pasti akan dipertahankannya, dan para pimpinan PTKIN yang merasa memiliki otoritas untuk mengimplementasikan regulasi tentang tatacara berpakaian juga bertahan dengan konsepsinya tersebut.
Sebagaimana diketahui bahwa di setiap PTKIN tentu memiliki kode etik berpakaian yang di dalamnya memuat tentang apa dan bagaimana pakaian yang seharusnya digunakan oleh civitas akademika. Kode etik ini memuat tentang segala hal yang terkait dengan etika pakaian di kampus. Aturan ini disepakati oleh Senat PTKIN dan kemudian menjadi acuan atau pedoman dalam mengatur tata cara berpakaian. Secara normative, regulasi ini yang dijadikan oleh rector atau pimpinan PTKIN untuk mengatur tentang cara berpakaian seluruh civitas akademika.
Sebagai perguruan tinggi yang di dalamnya terdapat kajian keislaman dan juga berada di bawah Kementerian Agama, maka etika berpakaian itu tentu sudah disesuaikan dalam penafsiran tentang ajaran agama yang lazim di Indonesia. Misalnya larangan berpakaian yang tidak pantas secara etika dan agama. Namun pakaian cadar termasuk yang tidak diperbolehkan. Tentu sudah melalui penafsiran yang sangat mendasar tentang ketidakbolehan penggunaan cadar dimaksud. Oleh karena itu kawasan penggunaan cadar adalah kawasan tafsir tentang tata cara berpakaian di dalam Islam. Selain itu juga menggunakan logika administrative, bahwa cadar itu sebagai bentuk untuk “menyembunyikan” identitas seseorang, sehingga lalu tidak dikenal secara fisikal siapa sesungguhnya yang sedang mengikuti kuliah tersebut.
Pada sisi lain, para pengguna cadar lalu mengidentifikasi penggunaan cadar sebagai bagian dari ajaran Islam tentang berpakaian. Dalil agama ini yang kemudian mengedepan, dan menjadi ukuran atau standart tata cara berpakaian. Islam yang kaffah itu termasuk juga cara berpakaiannya. Dalam konteks ini, maka tata cara berpakaian juga harus mengikuti tradisi berpakaian di Arab Saudi karena anggapannya bahwa Islam yang genuine adalah Islam Timur Tengah. Jadi semua yang dating dari Arab Saudi adalah “kebenaran” dalam beragama. Itulah sebabnya mereka bertahan untuk terus memakainya karena ini adalah perintah agama.
Polemic menjadi semakin kuat karena keterlibatan media. Harian Republika temasuk yang sangat getol membicarakan tentang “larangan berhijab” ini. republika yang mengusung tema keislaman juga kelihatan berada di dalam konteks memberikan “penilaian” bahwa larangan bercadar di kampus itu sebuah tragedy dalam beragama. Pandangan media yang menyuarakan tentang larangan bercadar jauh lebih mendominasi pandangan dari kelompok yang “berwawasan” cadar sebagai ajaran Islam yang mutlak. Demikian pula media sosial juga turut menghakimi bahwa edaran untuk melakukan pembinaan itu merupakan stigma negative terhadap para pengguna cadar. Dalam pandangannya, bahwa cadar tidak identic dengan tindakan radikalisme atau fundamentalisme.
Saya tentu sependapat bahwa bercadar juga bisa menjadi mode bagi sebagian muslimah kita, sehingga tidak benar jika bercadar distigmakan dengan pandangan atau mindset radikalisme atau fundamentalisme beragama. Bagi saya, maka tindakan untuk melakukan pengecekan tentang latar belakang pemikiran para pengguna cadar lalu menjadi penting dalam kerangka memahami dibalik penggunaan cadar dimaksud. Melalui kajian yang mendalam lalu akan bisa dipahami apa yang sebenarnya terjadi.
Oleh karena itu berikan kewenangan bagi para pimpinan PTKIN untuk melakukan yang terbaik bagi perguruan tingginya dengan sikap dan tindakan berhati-hati agar stigma-stigma yang negative tentang pelaku cadar juga akan bisa ditempatkan pada posisinya. Kita juga tidak bisa menolak sebagian pandangan masyarakat bahwa cadar merupakan bagian ekspressi keagamaan yang radikal. Kita perlu melakukan klarifikasi agar stigma apapun tentang outward looking itu tidak terus dijadikan sebagai polemic yang tidak produktif.
Saya kira persoalan cadar tidak kurang tidak lebih memiliki kesamaan dengan cara berpakaian lelaki yang bercelana tiga perempat dengan jenggot lebat. Sepintas orang akan memiliki gambaran bahwa mereka adalah yang dapat digolongkan sebagai penganut agama yang radikal atau fundamental. Meskipun demikian, klaim itu juga belum tentu benar, sebab ada saatnya juga bahwa berpakaian seperti itu adalah moder ekspressi keagamaan yang tidak selalu berstigma negative.
Dengan demikian, yang diharapkan ialah agar semua pihak bisa memahami bahwa konflik tentang cadar adalah konflik otoritas, yang hanya akan bisa diselesaikan jika keduanya bisa bertemu untuk mengeosiasikan pada wilayah mana cadar itu bisa digunakan dan kapan bisa dilepas.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..