• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERSAMA PAK WAPRES BAHAS RPP JAMINAN PRODUK HALAL

BERSAMA PAK WAPRES BAHAS RPP JAMINAN PRODUK HALAL
Saya memperoleh kesempatan yang sangat penting bersama Pak Wakil Presiden, Bapak H. M. Jusuf Kalla, untuk membahas tentang Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Jaminan Produk Halal (JPH) di ruang Beliau di Istana Wakil Presiden, Rabu, 7/03/2018. Hadir bersama saya, Kepala BPJPH, Prof. Dr. Sukoso, Staf Ahli Mentri, Dr. Djanejri, Kapus, Ibu Siti Aminah dan didampingi oleh Pak Oemar, Seswapres dan lainnya.
Untuk mempersiapkan bahan yang akan dipresentasikan kepada Pak Wapres ternyata tidak mudah. Sebab tentu tidak sebagaimana pertemuan resmi lain di tingkat kementerian, akan tetapi harus mempertimbangkan factor waktu dan ketercukupan semua informasi akan dapat sampai kepadanya. Makanya, sehari sebelum waktu pertemuan dengan Pak Wapres, maka saya gelar rapat untuk membahas bahan-bahan yang komprehensif tentang beberapa kendala penyelesaian RPP ini.
Pada kesempatan bertemu dengan Pak Wapres, maka saya sampaikan beberapa hal, yaitu: pertama, ucapan terima kasih atas kesempatan yang diberikan oleh Pak Wapres untuk membincang tentang Rencana Peraturan Pemerintah (RPP) Jaminan Produk Halal (JPH), yang merupakan turunan dari Undang-Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Kesempatan ini merupakan momentum yang penting bagi kami untuk menjelaskan tentang posisi RPP JPH dalam pembicaraan di Sekretariat Negara (Setneg) dan bagaimana sikap antar Kementerian/lembaga mengenai Jaminan Produk Halal. Kami merasakan betapa pentingnya bertemu dengan Pak Wapres, sehingga peluang untuk mengurai benang kusut itu akan bisa diuraikan.
Kedua, saya sampaikan tentang tiga masalah utama yang masih menjadi perbincangan kuat di antara kementerian/lembaga. Masalah tersebut meliputi: 1) tentang keberlakuan kewajiban halal pasca tahun 2019. Selama ini terjadi perbincangan yang mendasar tentang kewajiban halal tersebut. Kementerian lain yang terkait berpandangan bahwa kewajiban halal tersebut berlaku pasca tahun 2019. Tepatnya 17 Oktober 2019. Jadi, proses sertifikasi juga dimulai dari tahun tersebut. Sementara itu, pandangan dari Setneg, mengacu pada pasal 67 Undang-Undang JPH kewajiban tersebut berlaku semenjak undang-undang ini diterbitkan. Artinya kewajiban halal tersebut tentu harus dideklar semenjak tahun 2014. Jika dinyatakan secara normative, bahwa keberlakukan kewajiban halal bagi produk makanan, minuman, obat-obatan, kosmetika, dan barang gunaan tersebut diberlakukan semenjak tahun 2019, maka dipastikan melanggar terhadap undang-undang. Perbincangan untuk mencapai kesepakatan semenjak kapan keberlakukan ini tentu sangat rumit, sebab di satu sisi kementerian/lembaga menganggap bahwa ada potensi ketidakmampuan kita untuk melakukan sertifikasi dalam waktu yang terbatas 2014-2019. Di sisi lain, juga patut disadari bahwa tahun 2014 sampai tahun 2019 merupakan kesempatan untuk mempersiapkan keberlakukan kewajiban halal dimaksud.
2) terkait dengan kewajiban halal bagi obat-obatan, vaksin dan alat kesehatan. Di dalam undang-undang dinyatakan bahwa semua produk harus halal semenjak diundangkan jaminan produk halal. Artinya, bahwa obat-obatan, vaksin dan alat kesehatan juga tidak dikecualikan dari jaminan produk halal. Jadi dengan mengikuti amanah undang-undang ini, maka semua produk tentu harus bersertikat halal. Tidak ada pengecualian. Dari harmonisasi RPP JPH di Kemenkumham, bahwa untuk obat-obatan, vaksin dan alat kesehatan diberikan norma pengecualian jika produk tersebut membawa kemadharatan atau dapat menimbulkan atau menyebabkan ketidakselamatan jiwa. Jadi, norma ini merupakan jalan kompromi untuk memberikan “peluang” bahwa obat-obatan memang produk khusus yang bisa diberikan peluang berbeda. Sementara itu Kementerian Kesehatan, berpendapat bahwa semua obat-obatan, vaksin dan alat kesehatan harus dikecualikan.
3) terkait dengan pemberian tanda halal atau tidak halal pada produk. Sesuai dengan Undang-Undang JPH, maka setiap produk yang beredar dan diperdagangkan di Indonesia, maka harus berlabel halal atau tidak halal. Di dalam konteks ini, maka tidak terkecuali produk obat-obatan, vaksin dan alat kesehatan juga harus berlabel halal. Tentang label halal tersebut bisa berupa gambar atau penanda lainnya.
Menanggapi terhadap hal ini, maka Pak Wapres menyatakan bahwa: 1) harus diperhatikan penerbitan RPP ini bersifat fleksibel. Harus diperhitungkan bahwa dengan RPP ini tidak akan memberatkan kita sendiri dan khususnya para pengusaha menengah ke bawah atau UMKM. Penerapan PP JPH harus dapat meningkatkan daya saing produk dalam negeri baik untuk kepentingan local maupun internasional. Jadi dengan PP ini tidak akan terjadi trade barrier yang justru akan merugikan peluang bisnis Indonesia.
2) tentang penerapan kewajiban halal, maka juga harus diperhitungkan kemampuan kita untuk melakukan sertifikasi. Jangan sampai kita menerapkan regulasi yang justru membuat kita tidak dapat melakukannya. Perhitungkan dengan cermat, bahwa dengan PP ini kita justru akan mengambil manfaat untuk pengembangan produk dalam negeri secara optimal. Jadikan tahun 2014 sampai 2019 sebagai persiapan untuk melaksanakan sertifikasi produk-produk, baik makanan, minuman, dan lain-lain. Untuk barang gunaan juga agar diatur secara hati-hati, misalnya untuk barang dari hewan saja.
3) tentang pengecualian obat, vaksin dan alat kesehatan agar diperhitungkan dari kedaruratan. Semua obat itu mengandung madharat. Tidak ada orang yang mau minum obat kalau tidak sakit. Jadi obat itu mengandung kemadharatan. Untuk itu agar diatur yang baik sebab kenyataannya untuk obat mayoritasnya belum berbahan halal. Jadi harus hati-hati agar tidak terjadi masalah pasca diterbitkannya PP ini.
Memang, untuk merumuskan PP yang bisa memberikan rasa senang kepada semua pihak tentu bukan sesuatu yang mudah. Akan tetapi sudah menjadi tekad kita untuk menghasilkan PP yang implementable bagi penguatan kapasitas pengusaha kita untuk berbuat yang lebih baik.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..