• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

PEMBELAJARAN LITERASI MEDIA BAGI GENERASI MILLENIAL (1)

PEMBELAJARAN LITERASI MEDIA BAGI GENERASI MILLENIAL (1)
Dahulu, mata kuliah yang terkait dengan media informasi tentu hanyalah menjadi ruang lingkup program studi ilmu komunikasi. Pada program studi ini, maka seluruh hal ihwal yang terkait dengan media informasi dalam berbagai variannya menjadi bagian tidak terpisahkan dari ilmu komunikasi dimaksud.
Pada hari Sabtu, 17/03/2018, saya diundang oleh Bu Dr. Maryam Yusuf, Rektor IAIN Ponorogo untuk memberikan “wejangan” dalam kerangka pelaksanaan Wisuda Sarjana Strata I dan II pada IAIN Ponorogo. Saya tentu merasa senang bisa hadir pada acara ini, sebab seingat saya sudah beberapa kali diundang oleh Bu Maryam dan karena kesibukan yang tinggi di Jakarta sehingga tidak bisa hadir. Jadi kehadiran saya ini adalah pembayaran janji saya untuk datang ke IAIN Ponorogo. pasca perubahan status dari STAIN ke IAIN yang genap setahun, semenjak akhir tahun 2016 yang lalu.
Di dalam kesempatan ini, saya sampaikan beberapa hal. Pertama, tentang tantangan umat Islam di era teknologi informasi. Sekarang kita sedang berada di era media sosial. Jadi agar kita bisa membaca dan melihat trend terkait dengan masalah-masalah kehidupan masyarakat, maka yang sangat penting ialah mengikuti arus perkembangan informasi dari media sosial.
Kita sungguh merasakan bahwa dewasa ini perkembangan di dalam kehidupan teknologi informasi itu sedemikian cepat. Nyaris tidak ada perkembangan yang terjadi pada setiap hari bahkan setiap jamnya. Perubahan-perubahan itu yang harus kita ikuti tanpa lelah. Makanya, di era perkembangan teknologi yang super cepat ini, maka sikap yang harus diambil ialah dengan mengikuti perkembangan itu sejauh memang perkembangan tersebut bersearah dengan kebaikan untuk umat.
Kedua, kita sedang hidup di era perang media atau porxy war. Perang di era sekarang bukan lagi mengandalkan akan jumlah SDM tentara atau lainnya, akan tetapi sejauh mana penggunaan teknologi informasi untuk perang itu telah dilakukan. Proxy war mengindikasikan bahwa perang yang lebih dahsyat ialah perang media tersebut. Untuk menghancurkan reputasi seseorang, maka cukup dengan membuat berita bohong atau hoax yang bisa membunuh karakternya secara pelan-pelan. Untuk menghancurkan nama baik seseorang cukup dengan pernyataan dalam bentuk hoax tentang kerusakan perilaku seseorang. Character assassination dapat dilakukan kapan saja dan dimana saja. Asal ada sasaran yang perlu dikenai, maka dibuatlah pemberitaan bohong atau disinformative atau hoax untuk menjatuhkannya.
Generasi muda adalah generasi yang rentan dalam menghadapi terpaan media. Pada saat masa pencarian jati diri tersebut, maka generasi muda harus paham betul mana informasi yang benar dan yang salah. Mana yang autentik dan mana yang palsu. Mana yang berbasis kenyataan dan mana yang berbasis kebohongan. Tentu masih kita ingat anak-anak muda kita di beberapa perguruan tinggi yang tertarik pada ajaran ISIS, ternyata mereka memperoleh informasinya dari internet. Mereka yang terjerembab ke dalam situs-situs kekerasan ini ternyata karena mengakses situs kekerasan atau ektrim. Misalnya kata YODO atau You Only Die Once atau YOLO atau You Only Life Once. Mereka tertarik dengan ajaran “jihad” dalam konsepsi mereka, yaitu perang ofensif.
Mahasiswa adalah salah satu sasaran strategis dari situs-situs yang beraliran ekstrim ini. Makanya, perguruan tinggi harus memiliki strategi yang jitu di dalam menangkal terhadap peredaran situs ekstrim tersebut. Kementerian Informasi dan Komunikasi tentu sudah bekerja keras untuk menutup terhadap situs-situs ini, akan tetapi perkembangan terkadang jauh lebih cepat dibandingkan dengan upaya pemerintah. Itulah sebabnya harus ada penangkalan dini di kalangan mahasiswa untuk memiliki kemampuan literasi media.
Kemampuan literasi media tentu bisa dilakukan oleh perguruan tinggi. Dalam kapasitas sebagai tempat untuk pembinaan mahasiswa, maka perguruan tinggi memiliki strategi untuk menangkal gerakan hoax dengan menerapkan mata kuliah “Literasi Media”. Mata kuliah ini dapat diberikan kepada semua mahasiswa dalam semua jenjang. Melalui perkuliahan ini, maka akan diberikan segenap informasi yang penting di seputar media.
Meskipun mata kuliah ini berfokus pada Literasi Media, tidak berarti hanya diberikan kepada mahasiswa Program Ilmu Komunikasi dan Dakwah saja, akan tetapi harus menjadi pengetahuan semua mahasiswa. Dengan demikian, maka mahasiswa akan dapat mengetahui mana informasi yang diperlukan, dan mana informasi yang dianggap sampah saja. Jadi mahasiswa akan bisa untuk mengambil mana informasi yang bermanfaat dan mana informasi yang tidak ada gunanya.
Bagaimanapun juga mahasiswa harus melek teknologi informasi. Tidak boleh lagi di era seperti ini, ada yang disebut sebagai mahasiswa “new illiterate”. Buta huruf baru, yaitu buta huruf teknologi informasi.
Oleh karena itu, rasanya memang sungguh diperlukan kehadiran “Mata Kuliah” baru dengan nomenklatur “Literasi Media”. Dengan perkuliahan ini diharapkan agar mahasiswa memiliki kepekaan lebih baik untuk menimbang dan memilih terhadap conten media mana yang dianggapnya bermanfaat dan mana yang dianggap tidak bermanfaat.
Saya kira sudah saatnya, para pimpinan Perguruan Tinggi mengambil tindakan yang lebih bijak dengan memberikan perkuliahan yang bermanfaat dalam pencarian jati diri di tengah nuansa pergerakan cepat media sosial yang dapat menggerogoti sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa dan juga keberagamaan kita.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..