• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

TAHUN BARU HIJRIYAH DAN TANTANGAN UMAT ISLAM (2)

TAHUN BARU HIJRIYAH DAN TANTANGAN UMAT ISLAM (2)
Tanpa terasa kita telah memasuki tahun baru Hijriyah, 1439. Rasanya juga baru saja kita berada di tahun 1438 Hijriyah, dan sekarang sudah berada di Bulan Muharram 1439 H. Tahun baru dan seharusnya juga dengan semangat baru. Semangat untuk lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Bukankah agama kita mengajarkan bahwa tahun ini seharusnya lebih baik dibanding tahun kemarin dan tahun yang akan datang lebih baik dari tahun ini.
Biasanya untuk menyambut tahun baru hijriyah, saya menggunakan pendekatan lebih bercorak kebudayaan atau tradisi, akan tetapi sekarang saya lebih melihatnya dari perspektif yang agak politis. Bisa saja hal ini dipengaruhi oleh nuansa politik umat Islam yang memang rentan, terutama di beberapa bagian wilayah dunia ini, sebut misalnya di Rohingya dan sepanjang jalur Gaza.
Saya kemarin telah menulis tentang kenyataan tantangan dunia Islam di beberapa belahan dunia, di antara negara-negara Islam dan juga minoritas Islam di beberapa negara dan bagaimana kondisi umat Islam di dalamnya. Kita masih merasakan penderitaan umat Islam terkait dengan perilaku umat lain. Apakah hal itu terkait dengan penguasaan asset atau kekuasaan politik. Semuanya masih menggambarkan dunia “kusam” umat Islam.
Kita, umat Islam Indonesia, tentu berbeda dengan umat Islam di beberapa belahan dunia. Kita umat mayoritas di negeri ini dan berada di dalam konteks pengamalan dan pemahaman agama yang wasathiyah. Islam yang yang berada di jalur moderat dan akan terus mengembangkan perdamaian dan keselamatan, tidak hanya bagi umat Islam saja tetapi juga umat agama lain.
Kita juga bergembira sebab terdapat pengamalan beragama yang makin baik. Kita melihat semakin banyak perempuan berjilbab dalam berbagai variasinya. Ada jilbab modis, ada jilbab besar, ada jilbab kebanyakan dan ada juga yang menggunakan kerudung sebagai penanda yang bersangkutan umat Islam. Kita juga melihat ada semakin banyak anak muda yang menggunakan jenggot, ada yang tetap berkumis tetapi juga ada yang klimis. Ada yang kemana-mana berpakaian cara Arab dan ada juga yang bercelana tetapi ukurannya tiga perempat. Ada yang bersarung dan berkopiyah dan juga ada yang berdasi tetapi suka ke masjid. Indah sekali. Inilah gambaran keadaan umat Islam Indonesia secara tipikal.
Jika kita berada di Bandara udara, kita juga sangat senang sebab banyak orang Indonesia yang berseragam dan akan berangkat umrah. Sementara juga semakin banyak yang meluangkan waktu untuk shalat di mushalla lapangan udara. Hal ini juga gambaran keindahan Indonesia dengan aneka ragam umatnya. Jika di masa lalu, kita hanya melihat status khusus dari mereka yang lalu lalang di bandara Udara, maka sekarang kita melihat aneka ragam status sosial yang berlalu lalang di tempat ini.
Hanya sayangnya, bahwa kondisi yang aman ini, sekali-kali masih terdengar suara letupan yang dilakukan oleh orang yang tidak menginginkan Indonesia aman. Kelompok radikal dan ekstrimis masih menjadi musuh negeri ini. Dan tentu yang tidak mengenakkan adalah mereka membawa Islam sebagai instrumennya. Jihad yang dijadikan sebagai kata kunci untuk melakukan tindakan brutal atau against humanity atau extra ordinary crime. Umat Islam yang kemudian menjadi tertuduh.
Islam yang memperoleh label dan penodaan sebagai agama kekerasan.
Inilah yang seharusnya menjadi tantangan kita semua. Kita tidak perlu berdebat tentang ada atau tidak gerakan radikalisme atau ekstrimisme, akan tetapi bahwa di sekeliling kita ada orang yang mengusung jihad dalam pandangannya sendiri. Mereka hanya membenarkan pemahamannya sendiri dan juga pengamalan agamanya sendiri. Yang lain semua salah dan yang salah itu harus diperangi.
Akhir-akhir ini kita juga sering mendengarkan kata-kata kafir, bidh’ah dan khurafat. Kata kafir dilabelkan kepada siapa saja yang berbeda pandangan dengannya. Kepada semua orang yang tidak semadzab dengan dia dianggapnya kafir. Dengan sangat mudah mereka mengucapkan kata kafir itu. Di media sosial, betapa banyak kata-kata bidh’ah diucapkan. Bagi orang yang pergi ke kubur para waliyullah dianggapnya sebagai khurafat dan takhayul. Bagi yang menyebut sebutan Nabi Muhammad saw dengan sayyidina, sebagai bidh’ah sebab tidak ada tuntutanannya di dalam al Qur’an. Semua saja yang tidak sesuai dengan pamahaman akidahnya dianggapnya sebagai sesat dan yang melakukan perbuatan agama yang tidak sesuai dengan paham agamanya dianggapnya sebagai ahli bidh’ah dan sebagainya.
Jika dilihat secara sepintas saja hal ini sepertinya halnya masalah agama. Akan tetapi jika didalami maknanya, maka bisa saja hal ini berkait kelindan dengan asset politik. Ada keinginan bahwa paham agamanya saja yang dijadikan sebagai rujukan negara dan secara politis merekalah yang akan menentukan nasib bangsa ini ke depan.
Ada sejumlah anak-anak muda dan generasi di atasnya yang menginginkan perubahan negara menjadi negara khilafah, sebagaimana utopia masa lalu. Meskipun belum jelas apa yang dimaksud dengan gerakan khilafah, akan tetapi kenyataannya banyak anak muda kampus yang menjadi penganut setianya. Mereka berbaiat dengannya dan akan melakukan upaya maksimal untuk menghadirkannya.
Jadi menurut saya, tantangan di Indonesia terkait dengan hijrah tidak mudah diabaikan. Mereka telah memiliki sejumlah saluran, baik pendidikan, sosial, dan politik yang bisa saja menjadi kendaraan untuk menggapai masa depannya. Oleh karena itu diperlukan “kewaspadaan” agar tantangan ini tidak hanya berada di dalam pemahaman muslim mayoritas saja, akan tetapi juga menjadi aksi dalam kerangka menjaga umat Islam dari perpecahan. Indonesia kita ini harus tetap lestari sebagaimana keinginan founding fathers negeri ini.
Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..