• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

UIN DAN AKSES PENDIDIKAN YANG LEBIH LUAS

Saya masih ingin melanjutkan diskusi tentang kenapa akan konversi ke UIN sebagai jawaban atas pertanyaan mahasiswa tentang hal tersebut. Perubahan adalah jantung kehidupan. Jika saya menggunakan dalil sosiologis seperti ini bukan berarti saya mendewakan atau menyatakan bahwa yang abadi adalah perubahan. Tetapi semata-mata karena perubahan tersebut akan digunakan untuk menjawab tantangan zaman yang memang jauh lebih kompleks.

Dunia pesantren saja sudah berubah luar biasa. Dulu pesantren hanya mengkaji kitab kuning dengan berbagai metode tradisionalnya. Akan tetapi sekarang banyak pesantren yang jauh lebih maju sebab selain mengembangkan pendidikan keislaman juga menyediakan pendidikan umum. Lihatlah pesantren Rejoso yang memiliki dua lembaga pendidikan pesantren dan umum sekaligus. Universitas Darul Ulum Jombang dan Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum Rejoso. Sebuah perkembangan yang bagi orang yang salah memahami realitas perubahan dianggap sebagai sesuatu di luar kewenangan pesantren. Mungkin saja masih ada yang beranggapan bahwa fungsi pesantren adalah untuk mengembangkan pendidikan keislaman.

Akan tetapi kyai-kyai ini sungguh sangat modern dengan visi ke depan yang luar biasa. Beliau tembus benteng tradisi dengan kepala tegak berbasis atas dalil “al muhafadhotu alal qadimish shalih wal akhdzu bil jadidil ashlah.” Kyai selalu bisa mengambil inovasi baru dengan tetap mempertahankan tradisi lama yang dianggap lebih baik. Menjadi universitas adalah mengambil sesuatu yang baru, akan tetapi mempertahankan tradisi pesantren adalah sesuatu yang sangat baik. Jadi menjadi universitas bukan akan menghabiskan tradisi lama yang sudah ada.

Di dalam banyak kesempatan Kyai As’ad menyatakan bahwa pesantren perlu mengembangkan pendidikan universitas untuk menjadi tempat bagi para santri yang ingin mengembangkan ilmunya di bidang ilmu umum. Beliau menyatakan bahwa pesantren yang punya universitas itu masih bisa dihitung dengan jari.

Jadi, perubahan ke arah universitas bukan suatu yang anomali atau yang menyimpang. Ia adalah perubahan yang sangat wajar dan sebagai bentuk respon atas perubahan sosial yang kompleks.

Hanya saja, yang memang harus menjadi perhatian adalah bagaimana perguruan tinggi Islam (PTAI) tetap memiliki konsern terhadap pengembangan Islamic studies. Tanggungjawab pengembangan Islamic studies tentu tidak boleh ditawar. Ia harus tetap eksis. Ibaratnya meskipun ada badai tetapi ia harus tetap berlalu. Islamic studies harus menjadi kunci bagi pengembangan disiplin keilmuan apapun di PTAI.

Sebagai pengembangan akses pendidikan, maka yang diharapkan adalah lembaga ini akan menjadi lembaga yang pro rakyat. Lembaga yang merupakan kelanjutan pendidikan akademis bagi pesantren dan masyarakat pada umumnya. Jika di pesantren mereka dibina dengan ilmu keislaman yang sangat baik, dan kemudian mereka memasuki UIN untuk memperdalam ilmu-ilmu umum dan sebagian lainnya tetap berada di jalur pengembangan Islamic studies, maka ada dua mata tombak yang sangat baik yang nantinya akan bersinergi dalam rangka mengembangkan Islam di Indonesia.

Jika dilakukan perhitungan secara kasar, berapa sebenarnya anak-anak pesantren yang bisa memasuki jenjang pendidikan tinggi dalam prodi-prodi umum? Jawabannya tentu sangat sedikit. Ada dua alasan, yaitu: pertama karena rendahnya kemampuan ekonomi untuk memasuki jenjang pendidikan tinggi umum yang maju atau swasta yang baik.  Kedua,  tingkat kompetisi yang sangat tinggi bagi alumni pesantren untuk memasuki dunia pendidikan tinggi yang sangat bermutu atau swasta yang berkualitas. Melalui kenyataan seperti ini, maka seharusnya ada sebuah lembaga yang dapat menjadi penampung bagi mereka yang secara ekonomis lemah dan secara kompetitif tidak memadai. Dan lembaga pendidikan itu adalah UIN atau uinversitas di lingkungan pesantren yang memiliki kualifikasi memadai untuk kepentingan tersebut.

Saya mengikuti arus pemikiran yang menyatakan bahwa proses pendidikan yang baik akan menjadi ladang yang bagus bagi penyemaian bibit yang tidak unggul sekalipun. Oleh karena itu, meskipun mereka belum mampu bersaing di level pendidikan tinggi umum yang sangat berkualitas, tidak berarti bahwa mereka lantas tidak memiliki kapabilitas untuk mengikuti jenjang pendidikan yang setaraf di bawahnya. Itulah sebabnya, UIN atau universitas di lembaga pendidikan Islam bisa menjadi wadah bagi proses penggodokannya.

Jadi, ketika kita berpikir bahwa memang harus ada wadah institusi yang kelak akan menjadi tempat menampung anak-anak pesantren atau anak didik yang secara ekonomis dan kemampuan kompetisinya tidak memadai untuk memasuki jenjang pendidikan tinggi umum yang sangat berkualitas, maka universitas di bawah lembaga pendidikan tinggi Islam akan menjadi tempatnya.

Semuanya tidak boleh terlena dengan kemampuan akademik yang penyaringannya melalui kompetisi nasional seketika, misalnya SPMB atau SNMPTN. Akan  tetapi mari dilihat bagaimana yang bersangkutan berproses untuk menjadi pintar melalui pendidikan yang terstruktur. Jika anak didik disentuh dengan proses yang sangat baik, maka saya yakin mereka akan menjadi yang terbaik.

Oleh karena itu, selayaknya diniatkan bahwa menjadi UIN bukan untuk meminggirkan kajian ilmu keislaman, akan tetapi untuk memberikan akses yang lebih luas kepada anak bangsa yang memang membutuhkannya.

Wallahu a’lam bi al shawab. 

Categories: Opini