TUGAS ALUMNI IAIN SEKARANG DAN MASA DEPAN
Kemarin, Sabtu, 27/03/2010 adalah pelaksanaan wisuda IAIN Sunan Ampel (IAIN SA) yang ke 63. Bertepatan pada hari itu terdapat sebanyak 431 mahasiswa yang diwisuda menjadi sarjana IAIN SA dalam berbagai program studinya. Yang tentu membangggakan adalah ada sejumlah mahasiswa yang memiliki kemampuan hafal al Quran 30 juz. Serta ada yang berprestasi sebagai peserta program pertukaran mahasiswa internasional di Amerika Serikat. Dan ternyata ada juga wisudawan dengan IP tertinggi dari program akselerasi tafsir hadits yang usianya sudah di atas 30 tahun.
Wisuda sarjana merupakan prosesi ritual akademik yang sangat lazim bagi dunia perguruan tinggi. Wisuda merupakan penanda bagi prosesi penyelesaian studi yang dilakukan oleh mahasiswa. Bisa saja disebut wisuda sarjana adalah perayaan keberhasilan seseorang untuk menandai tingkatan atau fase akademis bagi seorang mahasiswa.
Tugas akademis tentu tidak berhenti dengan ditandainya dengan wisuda. Tugas akademis merupakan continuing process. Tanpa henti. Selama yang bersangkutan menyandang gelar akademis maka menjadi tugasnya untuk terus mengembangkan ilmu pengetahuan yang disandangnya. Makanya menyandang gelar akademis, baik strata satu, dua dan tiga mengandung konsekuensi keberlanjutan pengembangan ilmu pengetahuan yang digelutinya.
Seorang sarjana yang memiliki basis ilmu keislaman, maka dia memiliki tugas keilmuan, keislaman dan keindonesiaan. Pertama, tugas keilmuan dapat dilakukan melaui keterlibatan yang bersangktan dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan. Jika S1 maka yang bersangkutan belum secara maksimal berkeharuan untuk pengembangan keilmuan, namun bisa saja yang bersangkutan mengamalkan ilmunya secara praksis. Sedangkan bagi S2 dan S3 maka mereka harus terlibat di dalam proses pengembangan ilmu pengetahuan melaui riset yang serius.
Kedua, tugas keislaman dan keindonesiaan. Alumni IAIN sudah seharusnya menjadi bagian dari mendialogan keislaman dan keindonesiaan. Islam dan keindonesiaan bukanlah sesuatu yang berlawanan akan tetapi saling membutuhkan dalam posisi relasi simbiosis mutualisme. Makanya Islam yang cocok dan kompatible bagi Indonesia adalah Islam yang mengembangkan kerahmatan bagi semuanya. Bukanlah Islam yang mengembangkan kekerasan, kesewenangan dan tirani bagi lainnya. Puncak keislaman seseorang jika di dalam dirinya terdapat semangat untuk menyelamatkan seluruh alam, baik fisik maupun humanitas.
Ketiga, mengembangkan Indonesia yang adil dan sejahtera. Menyejaterakan masyarakat Indonesia bukan hanya kewajiban pemerintah saja akan tetapi juga menjadi tugas semua manusia Indonesia. Salah satu kelebihan alumni IAIN SA adalah yang bersangkutan memiliki kemampuan keilmuan agama akan tetapi juga memiliki keunggulan dalam tradisi pengabdian masyarakat. Melalui model participatory action research (PAR), yang dikuasai relatif baik, setidak-tidaknya mereka telah memiliki seperangkat pengetahuan da pengalaman pemberdayaan masyarakat. Modal ini sangat penting mengingat bahwa mereka akan kembali ke masyarakat. Jadi bisa diharapkan bahwa mereka akan menjadi agen pengembangan masyatrakat.
Di masa depan, sesungguhnya ada sebuah keinginan kuat agar para alumni memiliki keterikatan yang sangat kuat dengan kelembagaannya. Keterikatan itu diwujudkan dalam kerangka untuk menjadi kaum praktisi dalam bidang apa saja dengan selalu mengedepankan alumni mana dan perguruan tinggi apa. Bias juga melalui karya-karya akademik outstanding dan kemudian menuliskan namanya dengan alumni apa dan darimana. Semua ini merupakan bagian dari keterlibatan alumni dalam mengembangkan imaje tentang asal-usul perguruan tinggi yang membesarkannya. Oleh karena itu, saya merasa prihatin jika ada penulis atau siapapun yang kemudian tidak menuliskan namanya atau menyebutkan namanya bahwa yang bersangkutan adalah alumni atau bahkan civitas akademika IAIN SA di dalam aktivitas yang dilakukannya.
Di saat sekarang atau masa depan, tugas dan tanggungjawab civitas akademika IAIN adalah tetap berada di dalam kerangka mengembangkan Islam rahmatan lil alamin sebagai perwujudan dari apa yang sudah disumbangkan oleh para pendahulu kita di dalam kerangka memperjuangkan kemerdekaan bangsa ini.
Kita tetap ingin agar mereka yang dahulu pernah berjuang untuk Indonesia tidak melihat Indonesia yang sangat dicintainya itu porak poranda karena kelalaian kita untuk terus berjuang dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang plural dan multicultural berdasar atas Pancasila dan UUD 1945.
Wallahu a’lam bi al shawab.