• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

AHLAN WA SAHLAN OBAMA

Saya sangat menikmati perbincangan antara Ismail Yusanto dengan Ulil Abshar Abdalla tentang sikap dan tindakan bagaimana yang seharusnya dilakukan terkait dengan kedatangan Obama di Indonesia. Dan lagi-lagi bahwa TVOne memang bisa memadukan antara pro kontra Obama dengan sangat bagus. Artinya, bahwa pilihan narasumbernya memang tepat. Seperti  kita tahu bahwa Ismail Yusanto adalah orang yang sangat anti Amerika, sebagaimana kaum fundamentalis islam lain, sedangkan Ulil Abshar adalah orang yang sangat terbuka bahkan dilabel dengan liberal dalam pemikiran Islam. Perbincangan ini menarik karena tidak hanya isu kedatangan Obama yang dibidik tetapi juga tentang nasionalisme, keindonesiaan dan kebangsaan sebagai fondasi pro kontra Obama tersebut.

Seperti diketahui bahwa Obama akan datang ke Indonesia dalam rangka kunjungan resmi kenegaraan. Kunjungan ini tidak hanya sekedar persoalan politik, akan tetapi juga nostalgianya ke Indonesia. Obama ketika kecil pernah beberapa tahun hidup di Jakartan dan sekolah di Menteng. Makanya JP menulis tajuk hari ini, 18/03/10, “Selamat Datang Anak Menteng”. Menurut JP, “Barry akan bernostalgia . Anak Menteng yang kini menjadi orang nomor satu di Negara adidaya Amerika Serikat itu akan berkunjung e Indonesia pada 23-24 Maret mendatang. Banyak yang menganggap kedatangan Barack Obama bukan sekedar kunjungan kenegaraan, melainkan perjalanan pulang kampong”.

Obama pulang kampong? Pernyataan ini tentu saja adalah pernyataan khas orang Indonesia. Sama halnya ketika saya akan ke tempat kelahiran saya di Merakurak Tuban, maka sering saya ungkapkan dengan kata: “saya akan pulang kampong”. Cuma memang ada bedanya, jika saya adalah warga Negara Indonesia yang memang akan pulang kampong beneran, sedangkan untuk  Obama tentu tidak hal itu yang dimaksudkan. Dunia ini ibaratnya adalah sebuah desa global atau global village. Sehingga ketika seseorang  akan datang tempat yang dahulu pernah dihuni lalu disebut sebagai pulang kampong. Tetapi yang lebih mendasar adalah kata “pulang kampong” adalah kata sambutan yang hangat dari sebagian besar masyarakat Indonesia.

Saya sebut sebagai sebagian besar masyarakat Indonesia, sebab memang ada sekelompok kecil masyarakat Indonesia yang direpresentasikan oleh Ismail Yusanto dkk., yang selama ini mengusung bendera Islam fundamental, seperti HTI dan lain-lain yang ternyata memang menolak kedatangan Obama. Ada alasan ideologis yang digunakan untuk penolakan itu, misalnya tentang kekejaman Amerika, imperialism Amerika, Kapitalisme Amerika, state terorism Amerika dan sebagainya. Bagi Ismail Yusanto, Obama adalah symbol kekejaman dunia. Jutaan orang yang dibantai Amerika, penderitaan orang palestina di jalur Gaza, di Irak, Aghanistan dan juga ketidakseimbangan ekonomi dunia karena tindakan kapitalisme Amerika dan sebagainya. Bagi Ismail Yusanto, bahwa menolak Amerika adalah kewajiban secara syar’i.  Nabi Muhammad saw, pernah menolak Abu Sufyan untuk bertamu kepada Nabi Muhammad saw, bahkan ketika yang bersangkutan menggunakan jasa Abu Bakar, Umar dan lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa Nabi Muhammad saw melihat ada tamu yang bisa diterima dan ada yang bisa ditolak. Obama bagi umat Islam adalah termasuk tamu yang wajib ditolak.

Pernyataan ini lalu dikoreksi oleh Ulil yang dinyatakannya bahwa Nabi Muhammad saw menolak Abu Sufyan itu disebabkan oleh perasaan kemanusiaan, sebab pamannya Sayidina Hamzah yang tewas dalam peperangan ternyata dibelah dadanya oleh Istri Abu Sufyan dan dirusak organ dalamnya.  Akan tetapi ketika terjadi Fathu Makkah, maka Nabi Muhammad saw justru menyatakan bahwa siapapun yang masuk ke rumah Abu Sufyan maka orang itu akan selamat.  Hal ini tentu menggambarkan bahwa ternyata Nabi sangat menghormati terhadap orang lain, termasuk Abu Sufyan yang kala itu belum masuk Islam.     Dalil sejarah ini membuktikan bahwa Nabi Muhammad saw ternyata tidak menyimpan dendam di dalam dirinya, dan menerima siapa saja untuk menjadi sahabatnya. Termasuk mantan musuhnya yang sangat kejam. Jadi menerima Obama tentu dalam konteks beliau adalah tamu Negara yang harus diterima dengan tangan terbuka.

Penolakan HTI dan kawan-kawannya memang terkesan sangat ideologis. Sebagaimana kaum fundamentalis pada umumnya, bahwa prinsip utamanya adalah tolak segala yang berupa barat. Bisa produk barat, bisa budaya barat, bisa juga orangnya. Di dalam doktrinnya bahwa melalui tolak semua produk barat, maka akan memunculkan harga diri dan kemandirian. Meskipun hal ini juga bisa saja disangsikan, sebab tidak jarang mereka juga menggunakan produk barat dalam banyak hal. Salah satu yang sederhana adalah media komunikasi.

Jika sebagian besar umat Islam, sebagaimana direpresentasian oleh NU dan Muhammadiyah, menerima Obama tentu saja didasari oleh kenyataan bahwa di dalam pergaulan internasional sekarang tentu tidak ada Negara yang bisa dengan mudah hidup sendiri tanp relasinya dengan yang lain. Bayangkan jika kita memboikot produk barat, maka produk kita juga akan diboikot oleh banyak Negara yang tergolong barat dan efek yang diterima oleh Negara berkembang seperti kita jauh lebih berat ketimbang mereka. Makanya, di dalam relasi dengan dunia internasional, persoalannya tidak sesederhana yang dipikirkan oleh kaum fundamentalis. Tolak karena alasan ideology keagamaan.

Oleh karena itu, tetap saja menolak atau menerima harus dibaca di dalam relasi dengan dunia internasional. Jika dengan menolak ternyata madaratnya jauh lebih besar, maka harus menerimanya. Dan sebagai umat Islam terbesar di dunia, maka pantas kalau Indonesia menjadi contoh bagaimana Islam Indonesia yang besar ini ternyata bisa bersahabat dengan siapa saja dalam latar belakang apa saja sambil nantinya bisa menunjukkan hikmah yang benar dalam relasi dengan dunia mereka itu.

Jadi, menurut saya sebagai bangsa yang besar tentunya harus memiliki kebesaran hati untuk menerima tamu yang datang dengan tangan terbuka. Jika Mesir sebagai Negara Islam bisa menerima Obama dengan tangan terbuka, maka sudah sepantasnya kita juga menerimanya dengan tangan terbuka.

Wallahu a’lam bi al-shawab.

Categories: Opini