PERLU KEBIJAKAN BARU MELAWAN TERORISME
Kita sungguh tidak tahu kenapa para teroris itu senang bersembunyi di Indonesia. Apakah Indonesia memang tempat yang tepat untuk bersembunyi ataukah di Indonesia banyak yang melindungi. Atau bisa jadi karena jaringan terorisme di Indonesia sudah sangat kuat. Ada banyak pertanyaan yang memang tidak mudah dijawab.
Yang jelas banyak teroris klas kakap yang tewas di negeri ini. Yang tidak bisa dilupakan adalah Dr. Azahari Husein, Noordin M Top dan terakhir Dulmatin. Selain itu juga ada beberapa nama lain, seperti Imam Samodra, Amrozi, Syaifuddin Zuhri, Air Setiawan dan Eko Joko Sarjono dan sebagainya. Mereka ini adalah orang yang sudah mengharubirukan dunia terorisme di Asia, khususnya Asia Tenggara. Mereka telah melakukan serangkain tindakan teror di filipina, Thailand, Indonesia. Mereka adalah alumni camp-camp perjuangan Islam dalam konstruksi garis keras.
Karena keberhasilan dalam menumpas kaum teroris dalam jumlah dan kualita yang memadai, maka Indonesia dianggap sebagai negara yang sangat berhasil dalam menumpas gerakan terorisme. Keberhasilan menumpas kaum teroris di Aceh, dan Pamulang serta beberapa tempat lain, maka prestasi itu dianggap sangat fenomenal.
Memang hingga saat ini penumpasan kaum teroris masih menggunakan kekerasan. Penumpasan kaum teroris dengan kekerasan sudah menjadi bagian dari upaya Densus 88 Anti Teror dalam memberantas para teroris. Bisa jadi ada logika menggebuk atau digebuk. Dalam banyak hal pun juga harus diakui bahwa mereka adalah orang yang terbiasa menggunakan senjata api baik untuk mempertahankan diri maupun untuk melakukan penyerangan. Rata-rata mereka adalah ahli bom racikan. Sehingga jika tidak mendahuli pasti kedahuluan. Persoalannya adalah apakah model kekersan akan terus dipertahankan
Menurut saya, bahwa penumpasan teroris dengan tindakan kekerasan tentu masih bisa dilaksanakan sejauh cara lain yang lebih efektif belum atau tidak bisa digunakan. Logika ini tentu terkait dengan tindakan kaum teroris yang selalu menyimpan bahan peledak, senjata api dan bom rakitan yang tujuannya jelas untuk melakukan kekacauan. Terhafdap mereka yang seperti ini tentu saja tidak bisa menggunakan cara lemah lembut atau persuasif. Mereka yang berkategori ini tentu sudah memiliki ideologi kekerasan yang sangat kuat dan sangat kecil peluangnya untuk kembali ke konsepsi Islam pada umumnya.
Yang bisa dilakukan penyadaran melalui jalan persuasif adalah yang bukan agen. Mereka sdalah penganut awam yang belum menjadikan kekerasan sebagai ideologinya. Terhadap kelompok ini, maka membangun kesadaran melalui persuasif masih sangat dimungkiankan.
Memang juga harus disadari bahwa kekerasan akan memproduk kekerasan baru. Ada siklus kekerasan. Kekerasan yang dilakukan oleh para teroris menyebabkan tumbuhnya kekerasan yang dilakukan oleh aparat dan kekerasan aparat juga menimbulkan kekerasan baru. Begitulah seterusnya.
Oleh karena itu yang seharusnya dilakukan adalah bagaimana mencegah agar tidak terjadi kekerasan kontra kekerasan secara terus menerus. Inilah problem utama yang dialami oleh pemerintah Indonesia. Dan memang tidak mudah mengatasi persoalan ini. Jadi menghentikan kekerasan tentu tidak mudah. Perlu kearifan untuk memahami kekerasan kontra kekerasan itu.
Jika demikian halnya, maka siklus kekerasan tidak akan berhenti. Jadi yang menjadi tugas kita semua adalah bagaimana ke depan membangun relasi antar kelompok agama, pemerintah dan masyarakat dalam relasi yang saling memahami. Kita memahami bahwa problem utama kekerasan ini adalah problem penafsiran dan praksis kehidupan sosial dan politik dunia.
Dari aspek humanitas, tentu saja tidak akan ada orang yang membenarkan tindakan teror. Demikian pula tindakan kontra teror. Di dalam hal ini maka yang perlu dicari adalah penyebab utama gerakan terorisme, yaitu ketidakadilan yang terjadi di dunia ini. Jika masih terjadi ketidakadlan terhadap umat Islam di berbagai belahan dunia, maka ketika itu akan terus terjadi kekerasan tersebut.
Hanya saja masih ada sisa pertanyaan, sampai kapan ideologi kekerasan akan terus eksis. Kiranya hanya waktu yang menjawabnya.
Wallahu a’lam bi al shawab.