DEMONSTRASI SANTUN
Ketika terjadi demonstrasi yang anarkhis sebagaimana dilakukan oleh sejumlah mahasiswa di Makassar yang disebabkan oleh penyerangan polisi terhadap Kantor HMI, maka Mendiknas menghimbau agar di dalam melakukan demonstrasi hendaknya dilakukan dengan santun dan tidak anarkhis. Himbauan ini tentu saja menjadi penting di tengah keinginan bersama untuk membangun masyarakat Indonesia berbasis pada kesopanan dan keadaban.
Masyarakat Indonesia sesungguhnya dikenal sebagai masyarakat yang santun sebagaimana masyarakat timur pada umumnya. Masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai masyarakat yang religius. Masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai masyarakat yang anti kekerasan. Masyarakat Indonesia juga dikenal sebagai masyarakat yang ramah. Semua itu menggambarkan bahwa masyarakat Indonesia dikenal dalam pergaulan dunia sebagai masyarakat yang baik. Saya yakin bahwa hal ini bukan sekedar omong kosong. Tetapi di masa lalu, memang menjadi kenyataan. Jika di akhir-akhir ini kemudian terjadi sebaliknya, maka dipastikan ada sebab kualitatif –meminjam konsepsinya Schutz—bahwa ada because motives yang mengedepan.
Demonstrasi yang dilakukan di Makassar yang cenderung anarkhis justru dilakukan oleh mahasiswa. Selama ini ada sebuah adagium, bahwa mahasiswa adalah penggerak perubahan sosial (agent of social change). Mahasiswa adalah motivator perubahan sosial. Mahasiswa adalah kaum terpelajar. Mahasiswa adalah pemuda yang sangat rasional dan sebagainya. Gelar ini merupakan labeling yang diberikan oleh masyarakat tentang peran mahasiswa di berbagai era krusial bangsa ini.
Generasi 08, generasi 28, generasi 45, generasi 65, generasi 98 adalah gerakan massa yang dipicu oleh semangat dan keterlibatan mahasiswa dalam kerangka untuk mengembangkan dan meluruskan bangunan masyarakat yang dianggap tidak relevan dan cocok. Gerakan mahasiswa di tahun 1908 menghasilkan Kebangkitan Nasional. Gerakan mahasiswa tahun 1928 menghasilkan Sumpah Pemuda. Gerakan mahasiswa tahun 1945 menghasilkan Kemerdekaan. Gerakan mahasiswa tahun 65 menghasilkan Anti Komunisme, gerakan 1998 menghasilkan Reformasi. Torehan positif yang dilakukan oleh mahasiswa Indonesia bagi bangsa ini menyebabkan nama mahasiswa Indonesia menjadi harum dalam sejarah perjalanan bangsa.
Tetapi akhir-akhir ini kita sungguh prihatin, sebab banyak demonstrasi yang dilakukan oleh mahasiswa justru cenderung anarkhis. Mereka memblokade jalan, sehingga lalu lintas menjadi macet atau bahkan nyaris lumpuh total. Ketika mereka memblokade jalan, maka mereka membakar ban-ban bekas. Membakar gambar presiden, wakil presiden atau orang yang dianggapnya sebagai penyebab yang tidak diinginkan. Bahkan yang lebih keras lagi, mereka melakukan perusakan terhadap fasilitas umum yang ditemui.
Di dalam demonstrasi di Makassar, maka mereka juga merusak rambu-rambu lalu lintas, mobil pejabat, mobil dinas, bangunan-bangunan lain yang dianggap menjadi simbol negara atau polisi. Semua dilakukan atas nama balas dendam terhadap perilaku polisi yang melakukan perusakan terhadap atribut dan propertinya.
Sebagai akibat demonstrasi yang terjadi berhari-hari itu, maka roda ekonomi juga menjadi seret. Bahkan seorang pedagang di sekitar kejadian demonstrasi itu menyatakan bahwa omset penjualannya cenderung turun 30-40%. Jalan yang diblokade tentu menyebabkan pengalihan lalu lintas dan tentu berakibat terhadap ketiadaan orang yang membeli barang.
Sebagai negara yang mengembangkan sistem demokrasi, maka semuanya tidak harus alergi dengan demonstrasi. Salah satu di antara cara untuk artikulasi kepentingan di dalam sistem demokrasi adalah melalui demonstrasi. Biasanya demonstrasi dilakukan ketika saluran lewat instrumen politik sudah macet. Dan demonstrasi yang kemudian menjelma menjadi people power seringkali juga dapat memaksa para penguasa untuk melakukan negosiasi. Bahkan di beberapa tempat dapat menjatuhkan pemerintahan.
Akan tetapi benarkah jika demonstrasi dilakukan secara anarkhis. Jawabannya tentu tidak. Demonstrasi yang merusak fasilitas umum akan menyebabkan perubahan arus anggaran. Demikian seterusnya.
Ketika ada demonstrasi yang anarkhis, saya lalu menjadi teringat KH. Hasyim Muzadi di dalam acara pengukuhan gelar Doktor Honoris Causa (Dr.Hc) di IAIN Sunan Ampel. Beliau menyatakan bahwa: ”ketika para pemimpin ormas pada ikut demonstrasi di Jakarta dan saya tidak ikut, maka saya ditanya oleh wartawan, mengapa tidak ikut demo? Lalu saya nyatakan kalau demonstrasinya seperti di beberapa negara Barat yang tidak anarkhis, maka saya ikut”.
Wallahu a’lam bi al-shawab.