ALASAN STRATEGIS MENJADI UIN
Hari Ahad, 7/03/2010, segenap pimpinan IAIN Sunan Ampel memperoleh suntikan pemahaman yang sangat menarik dari Dr. Afandi Muchtar, MA, Sekretaris Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama Republik Indonesia. Kedatangan beliau terkait dengan kegiatan mencermati proposal konversi IAIN Sunan Ampel ke UIN Sunan Ampel. Untuk kepentingan merumuskan proposal yang perfect memang secara sengaja diundang beberapa ahli. Selain Dr. Afandi Muchtar, juga dilakukan konsultasi dengan Prof. Abu Amar dari Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Dr. Agus Zainal dkk dari ITS dan juga akan menyusul yang lain. Melalui beberapa kajian dan konsultasi diharapkan akan menghasilkan proposal yang memadai.
Menurut Afandi, bahwa ada beberapa isu strategis yang terkait dengan pengembangan IAIN ke UIN. Diantara isu strategis itu adalah: pertama, integrasi ilmu keislaman dengan ilmu umum. Jika hanya menjadi institusi keagamaan saja, maka akan menemui kesulitan dalam program islamisasi ilmu atau merumuskan integrasi antara ilmu keislaman dengan ilmu umum. Dikhotomi keilmuan ini adalah peninggalan zaman Balanda yang tetap dilestarikan hingga sekarang. Ada pembagian dan batas yang tegas antara ilmu agama dan ilmu umum.
Tugas UIN adalah melakukan integrai keilmuan dimaksud. Sudah ada beberapa model pengintegrasian ilmu agama dan umum yang dilakukan oleh beberapa UIN, misalnya UIN Sunan Kalijaga dengan model interkoneksi dan integrasi, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dengan model pohon ilmu, UIN Syarif Hidayatullah dengan model integrasi dan IAIN Sunan Ampel dengan model twin tower. Ini adalah bagian dari kekayaan akademik yang ke depan harus dikembangkan baik dari sisi ontologis, epistemologis san aksiologisnya. Sebagai catatan khusus, model twin tower masih menyisakan dikhotomi itu. Oleh karena itu menjadi tugas dari institusi ini dengan seluruh guru besar dan dosennya untuk mengembangkan islamic studies multudisipliner yang bermodel twin tower, sehingga kesan dikhotomi itu akan dapat dihilangkan.
Kedua, Tantangan yang tidak kalah penting adalah pendidikan untuk bangsa. Yang menjadi tantangan di era sekarang adalah pendidikan untuk pendidikan atau pendidikan untuk kepentingan diri. Padahal pendidikan adalah investasi manusia dan sekaligus investasi masyarakat. Pendidikan adalah untuk bangsa. Pendidikan harus mencetak manusia menjadi agen perubahan. Pendidikan harus diarahkan agar dapat menghailkan agen-agen pengembangan masyarakat untuk mencapai kesejahteraan yang lebih. Jadi, pendidikan tidak hanya menghasilkan manusia Indonesia yang pintar untuk kepentingan dirinya saja, akan tetapi juga untuk menjadi agen sosial.
Ketiga, pendidikan harus diarahkan kepada dan menjawab tentang keindonesiaan. Dan secara khusus untuk pendidikan Islam adalah untuk menjawab Keislaman dan keindonesiaan. Univesitas Islam harus memberi bukti bahwa keislaman tidak bertentangan secara diametral dengan keindonesiaan.
Universitas Islam harus menjadi pemberi “fatwa” tentang berbagai problem sosial yang dihadapi bangsa ini. Jangan sampai masalah konflik Ambon, Poso, Kalimantan dan sebagainya dimintakan fatwa ke Saudi Arabia. Padahal di Indonesia banyak sourches untuk memberikan penyelesaian tersebut dari sisi agama dan sosial.
Ke depan, yang diharapkan bisa menyelesaikan relasi pendidikan, keislaman dan keindonesiaan adalah insitusi yang memiliki seperangkat pengetahuan yang cukup untuk hal ini. Problem ini tidak bisa diselesaikan secara parsial, namun harus dilakukan melalui sistem integratif. Dan ini adalah tantangan untuk menjadi UIN. Melalui UIN maka pemecahan sistemik integratif akan bisa dilaksanakan.
Wallahu a’lam bi al shawab.