MEMBANGUN IAIN SA SETARA DENGAN LAINNYA
Tentu tidak salah, jika masih ada yang beranggapan bahwa dengan menjadi UIN maka ilmu-ilmu keislaman akan menjadi semakin terabaikan atau terpinggirkan, meskipun pemikiran tersebut masih harus dikaji lebih mendalam. Dalam rentang historis tentu masih dapat diingat tentang adanya beberapa perguruan tinggi yang semula merupakan perguruan tinggi agama, akan tetapi lambat laun ketika menjadi universitas dengan berbagai prodi umumnya, maka prodi agama kemudian menjadi tergerus pengembangan kuantitas mahasiwanya. Kekhawatiran inilah yang menyulut perdebatan tentang rencana konversi tersebut.
Hal ini, menurut saya justru pengalaman yang sangat menarik. Sekurang-kurangnya menjadi catatan yang harus dijadikan sebagai kaca benggala bagi siapa saja yang akan melakukan konversi dari suatu lembaga kepada lainnya. Tentu juga bagi IAIN Sunan Ampel yang akan berencana menjadi UIN.
Memang harus diakui, bahwa mengubah mindset seseorang memang sulit termasuk mengubah mindset dari berpikir horizontal ke vertikal. Biasanya seseorang memang berpikir linear. Dari sini ke sini atau dari situ ke situ. Jarang memang orang yang berpikir melompat. Sesungguhnya gagasan untuk mengubah IAIN SA menjadi UIN SA bukanlah berpikir vertikal atau lompatan. Sebab ini hanya sebuah fase yang berkesinambungan. Lain halnya jika dari STAIN ke UIN, maka inilah yang bisa disebut sebagai sebuah lompatan. Maka energi yang dibutuhkan pun tentu lebih berlipat. Jika IAIN menjadi UIN, maka hal ini merupakan proses wajar dalam kerangka pengembangan insitusional. Tentu saja akan terdapat implikasi terhadap perubahan dialogis keilmuan yang memang sangat wajar terjadi di era pengembangan ilmu pengetahuan ini.
Pengembangan kelmuan yang akan dilakukan ke depan adalah dalam coraknya yang saling menyapa antara ilmu sosial humaniora, saintek dan agama. Ilmu-ilmu ini akan saling berkolaborasi dengan saling menjadi obyek kajian dan pendekatan. Jika ilmu sosial humaniora dan saintek berada di dalam satu tower dan ilmu agama dalam tower lainnya, maka puncak menara yang saling berhubungan adalah keilmuan Islam yang saling menyapa yang disebut Islamic studies multidisipliner.
Proyek Islamisasi ilmu sudah lama dicanangkan, terutama oleh Ismail Raqi al Faruqi. Sampai akhir hayatnya, maka beliau sangat konsern untuk mengembangkan relasi ilmu Islam dengan ilmu umum. Sayangnya sebelum proyeknya berhasil, maka beliau dipanggil lebih dulu oleh Allah swt. Maka sudah selayaknya jika para akademisi Islam melanjutkan proyek dimaksud dengan cara dan metode yang berbeda. Dan yang sering saya ungkapkan bahwa menjadi UIN kiranya merupakan modal utama untuk membangun sinergi atau kolaborasi antara ilmu agama dan umum tersebut.
Mengembangkan islamic studies adalah bagian dari tugas ilmuwan Islam. Siapapun mereka. Hukum mengembangkan ilmu keislaman, seperti kajian tafsir, hadits, tasawuf, peradaban Islam, bahasa Arab, sastra Arab, dan sebagainya adalah wajib bagi akademisi Islam. Melalui ilmu-ilmu ini, maka kebesaran Islam akan dapat dipertahankan. Akan tetapi mengembangkan ilmu-ilmu yang menjadi instrumen bagi kehidupan manusia di dunia ini juga sangat penting sebab ilmu ini juga akan menjadi landasan bagi pengembangan kebesaran Islam. Bukankah “Para Penemu” sains dan teknologi di masa lalu adalah orang-orang Islam. ada Ibnu Sina yang ahli kedokteran, ada Al Farabi yang ahli filsafat, ada Ibnu Rusyd yang ahli filsafat, ada al-Khawarizmi yang ahli sains, ada Ibn Batutah yang ahli sejarah, ada ibn Khaldun yang ahli ilmu sosial dan ada Al Ghazali yang ahli ilmu agama. Mereka adalah ahli agama akan tetapi menjadi “Penemu Ilmu Pengetahuan”.
Cita-cita untuk itu tentu saja harus menjadi bagian dari para pemegang kendali pengembangan ilmu-ilmu pengetahuan, terutama mereka yang berada di garda depan institusi pendidikan tinggi Islam. Kita tidak bisa mengharapkan orang lain untuk memikirkan hal ini. Harus kita sendiri yang berusaha secara maksimal agar arah itu bisa dilalui. Dan inilah tugas kita membuat instrumen agar tujuan islamisasi ilmu itu bisa direalisasi, melalui bagan ilmu keislaman multidisipliner.
Tentu saja harus terus menerus ada upaya agar ilmu keislaman semakin menampakkan greget pengembangannya. Dan salah satu cara adalah dengan mengembangkan jaringan pengakuan internasional terhadap program studi Islamic studies, sehingga program ini akan menjadi andalan atau center of excellence di lingkungan PT dimaksud.
Wallahu a’lam bi al shawab.