GUS DUR PRESIDEN REPUBLIK AKHERAT
Kemarin saya menjadi moderator dan sekaligus nara sumber di dalam seminar dalam rangka bedah buku yang berjudul “Gus Dur Presiden Republik Akherat” karya Muhammad Zakki, akademisi muda yang selama ini menjadi dosen di Universitas Sunan Giri dan juga pengusaha muda yang cukup berhasil. Diskusi ini menjadi menarik karena dipadukan dengan Penandatanganan prasasti di atas kanvas tentang Gus Dur sebagai Pahlawan Nasional. Diskusi ini dihadiri oleh Gus Ipul (Wakil Gubernur Jawa Timur) dan Gus Umar Wahid, adik kandung Gus Dur sejumlah pengurus LSM, Organisasi Keagamaan, Sosial dan para pengusaha di Surabaya.
Sebagai pembawa pengantar diskusi, maka saya sampaikan bahwa Gus Dur itu manusia dengan dimensi yang sangat komplit. Karenanya Gus Dur itu menjadi inspirasi dari banyak orang untuk menciptakan sesuatu. Pertama, dari sisi fisik, Gus Dur juga mengilhami banyak orang untuk membuat karikatur tentang dirinya. Ada yang mengkarikaturkan sebagai semar. Tokoh pewayangan yang sangat jelek. Perut gendut, pantat besar, hidung pesek dan pendek. Tetapi tokoh ini adalah lambang kesederhanaan, kebijakan dan kepandaian, bahkan juga lambang rakyat jelata. Terkadang juga digambarkan dengan karikatur yang jelek, tetapi juga ada yang menggambarkannya secara tampan. Tetapi semuanya, menggambarkan sosok Gus Dur yang apa adanya. Gus Dur juga tidak pernah marah ketika sering diplesetkan tindakannya oleh Gus Pur di televisi. Gus Dur memang sering berpikir: EGP (emang gue pikirin). Bahkan juga cuek saja menanggapi apapun orang menggambarkan tentang dirinya. Gitu aja kok repot.
Kedua, dunia akademis sangat diinspirasikan oleh Gus Dur. Betapa banyak karya tulis yang diilhami oleh Gus Dur, baik yang bercerita tentang Gus Dur secara khusus atau cerita tentang Gus Dur dalam konteks yang lebih luas. Karya Greg barton, Greg Fealy, Douglas Ramage, Damien Dematra, dan juga tulisan Muhammad Zakki ini. Semuanya memperoleh inspirasi dari Gus Dur. Beliau seperti sebuah buku atau ensiklopedia yang bisa dibaca oleh siapa saja. Ribuan artikel, ribuan naskah jurnal, ratusan buku, ratusan novel dan sebagainya mengalir dari sosok Gus Dur.
Ketiga, dunia intelektual. Gus Dur termasuk intelektual yang tidak berpikir bahwa tempat para intelektual adalah di awang-awang, di langit atau di menara gading. Seagai seorang intelektual, Gus Dur justru bergelut dengan lumpur kehidupan, membumi dan merancang kehidupan di bumi ini. Beliau tidak hanya bergelut dengan konsep-konsep abstrak yang jauh dari dunia manusia. Akan tetapi bekerja dan kerkarya untuk manusia di bumi ini. Beliau tidak berumah di awan akan tetapi berumah di bumi ini. Beliau pimpin NU dan kemudian ditarik gerbongnya ke arah kemajuan dan modernitas. Beliau tarik PKB dalam kancah permainan politik yang sangat canggih dan mengantarkannya dalam pucuk pimpinan negeri ini, sebagai presiden.
Keempat, dunia religiositas. Siapapun tidak akan ada yang menyangkal tentang peran Gus Dur dalam perdamaian dunia lewat bengunan relasi antar agama yang mengagungkan pluralitas dan multikuturalitas. Beliau tidak hanya membangun co eksistensi dalam beragama tetapi juga pro eksistensi. Beliau tidak hanya mengakui keberadaan agama-agama lainnya, akan tetapi juga mengakui dan bisa bekerjasama dengan penganut agama-agama lain. Baginya proyek kemanusiaan menjadi sesuatu yang sangat pnting di dalam kehidupan ini. Kehidupan tersebut dirajut di dalam konteks membangun pemahaman beragama tanpa prasangka. Beliau kembangkan pluralisme sosial dalam relasi antar umat beragama dan bukan pluralisme teologis. Di dalam pluralisme sosial, maka Gus Dur mengembangkan sikap hidup yang mengedepankan keserasian dalam keragaman, kerukunan dalam keragaman atau disebut unity in diversity. Gus Dur memberi contoh bagaimana beliau dapat bergaul dengan pemeluk agama apapun, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Gus Dur juga bisa bekeja sama dengan mereka semua. Makanya, ketika Gus Dur tiada, maka doa bisa mengalir dari seluruh umat beragama karena Gus Dur memang bisa berada di tengah-tengah mereka.
Kelima, dunia politik dan demokrasi. Perpolitikan Indonesia juga sangat beruntung memiliki tokoh seperti Gus Dur. Beliau adalah pejuang demokrasi berbasis persatuan dan kesatuan bangsa. Tidak ada yang melebihi Gus Dur dalam memperjuangkan demokrasi dan nasionalisme. Dua sisi mata uang ini diperjuangkan secara maksimal tanpa mengenal lelah dan bosan. Bahkan ketika dipinggirkan oleh penguasa Orde Baru, maka Gus Dur pun tampil tanpa beban dan terus berupaya keras untuk mewujudkan gagasannya itu. Dalam memperjuangkan prinsip demokrasi Gus Dur itu sangat kokoh seperti tembok Cina. Itulah sebabnya Gus Dur bisa menjadi pahlawan demokrasi yang berbasis kesatuan dan persatuan bangsa.
Oleh karena itu, tentunya tidak salah jika rakyatlah yang mendorong agar kepahlawanan Gus Dur segara direalisasi oleh pemerintah, sebab rakyat memang menghendakinya. Rakyat sudah menobatkannya menjadi pahlawan rakyat dan pemerintah hanya memberinya cap supaya memiliki kekuatan hukum. Hanya itu.
Wallahu a’lam bi al shawab.