• May 2024
    M T W T F S S
    « Apr    
     12345
    6789101112
    13141516171819
    20212223242526
    2728293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENYEIMBANGKAN PRODI AGAMA DAN UMUM

 Hari ini,  saya  menulis tentang bagaimana menyeimbangkan program studi (prodi) agama dan umum atau secara lebih akademis menyeimbangkan ilmu agama dan umum. Mengapa tulisan ini saya buat,  tentu saja terkait dengan pertanyaan dari salah seorang yang menanggapi tulisan saya di blog, tentang mengapa perlu menjadi UIN dan kenapa tidak tetap menjadi IAIN saja. Tampaknya ada kekhawatiran jika menjadi UIN lantas prodi agama atau ilmu agama akan terpinggirkan. Pertanyaan ini tentu sangat wajar, mengingat bahwa setiap perubahan pasti akan menghasilkan sikap yang variatif. Ada yang mendukung secara langsung, ada yang mendukung tetapi kritis dan ada juga yang mungkin menolak. Ini merupakan sikap yang sangat wajar terkait dengan inovasi baru atau perubahan menuju sesuatu yang baru.

Jika kita petakan, ternyata ilmu keislaman murni di IAIN Sunan Ampel juga bisa dihitung dengan jari. Dari sebanyak 23 prodi, maka yang mengusung ilmu keislaman murni hanya 7 (tujuh) prodi saja, yaitu:  Prodi Tafsir Hadits, Prodi Muamalah, Prodi Siyasah Jinayah, Prodi Sastra Arab, Prodi Pendidikan Bahasa Arab, prodi Aqidah dan Filsafat serta Prodi Ahwalusy Syahsiyah. 

Prodi-prodi di IAIN Sunan Ampel dan juga di PTAIN lainnya ternyata yang lebih banyak adalah prodi  ilmu keislaman multidisipliner. Hal itu bisa dilihat dari prodi di Fakultas Dakwah, misalnya seluruh prodinya adalah bidang studi ilmu yang merupakan interkoneksi atau   interelasi antara ilmu-ilmu sosial dengan ilmu-ilmu agama. Coba jika diperhatikan, seperti  Prodi Pengembangan Masyarakat Islam (PMI), Prodi  Bimbingan Penyuluhan Islam (BPI), Prodi Manajemen Dakwah (MD), Prodi Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), maka seluruh prodi di Fakultas Dakwah bukanlah Islamic studies murni. Perspektif sosiologis, psikhologis dan komunikasi sangat kental dalam kajian keilmuan multidisiplinernya. Selain itu, juga terdapat prodi umum: sosiologi, psikhologi dan komunikasi.

Di Fakultas Tarbiyah hampir seluruh prodinya juga ilmu-ilmu keislaman yang multidisipliner. Coba kalau diperhatikan, misalnya Prodi Manajemen Pendidikan Islam, Pendidikan Agama Islam, Pendidikan Bahasa Inggris, Pendidikan Matematika, Pendidikan Guru MI, Pendidikan Bahasa Arab. Ini menandakan bahwa di Fakultas Tarbiyah hanya ada dua prodi Islamic Studies, sedangkan lainnya termasuk Islamic studies yang menggunakan pendekatan manajemen, dan pendidikan.

Di Fakultas Adab juga terdapat satu prodi yang termasuk Islamic studies, yaitu Prodi Sastra Arab. Sedangkan  lainnya,  prodi sastra Inggris masuk prodi umum. Prodi Sejarah Peradaban Islam termasuk prodi Islamic Studies multidisipliner. Di Fakultas Syariah terdapat Prodi Ekonomi Islam yang termasuk ilmu keislaman multidisipliner dan lainnya islamic studies murni. Di Fakultas Ushuluddin, maka terdapat satu prodi Islamic studies multidisipliner, yaitu Politik Islam dan lainnya ilmu keislaman murni.

Dengan demikian, jika dipetakan maka terdapat tiga disiplin, yaitu: ilmu keislaman murni, ilmu keislaman multidisipliner dan ilmu umum. Jika dipersentase maka perbandingannya adalah islamic studies murni 30%, Islamic studies multidisipliner  44% dan ilmu umum 26%. Jadi tanpa disadari, bahwa Islamic studies murni yang dikembangkan oleh IAIN Sunan Ampel ternyata menempati peringkat kedua dan yang pertama adalah Islamic studies multidisipliner. Jadi, sesungguhnya pengembangan ilmu keislaman by design memang ditempatkan dalam posisi yang kedua tersebut.

Bagaimana dengan UIN yang mengembangkan ilmu umum jauh lebih banyak. Untuk menjadi UIN maka sekurang-kurangnya memiliki enam prodi saintek dan beberapa prodi sosial dan humaniora. Dalam komposisi tersebut, maka akan ada sejumlah enam prodi ilmu sosial dan humaniora. Jadi, untuk ilmu umum akan terdapat sebanyak 12 prodi umum dan prodi Islamic studies murni/multidisipliner sebanyak 17 prodi.    Jika  IAIN Sunan Ampel menjadi UIN Sunan Ampel, maka komposisi prodi kira-kira akan seperti itu.

UIN harus tetap berada dalam posisi mengembangkan core ilmu keislaman, paling tidak ilmu keislaman multidisipliner. Di dalam kurikulum tentu harus tetap dikembangkan bagaimana menjadikan ilmu keislaman tetap menjadi andalan. Dalam kerangka penguatan kelembagaan atau prodi Islamic studies, maka mutlak diperlukan pengakuan internasional tentang prodi tersebut melalui review kurikulum dari prodi Islamic studies yang sudah mapan, misalnya Universitas al Azhar, Universitas Kairo  atau Universitas lain yang mengembangkan prodi Islamic studies. Sementara prodi yang umum juga harus memperoleh pengakuan nasional atau internasional tentang kurikulumnya. Muadalah atau pengakuan ini menjadi penting di tengah kompetisi prodi dewasa ini.

Menurut saya, melalui UIN, maka Islamisasi ilmu  akan semakin bisa diakselerasi. Ilmu-ilmu yang bercorak umum akan bisa saling menyapa dengan ilmu agama. Ada ilmu umum yang bisa didekati dengan ilmu agama dan sebaliknya. Jika selama ini dikotomi antara ilmu agama dan umum itu begitu ketat dan kuat, maka melalui UIN yang akan terjadi akselerasi islamisasi ilmu.

Oleh karena itu, maka kekhawatiran akan terjadinya peminggiran ilmu keislaman tidak sama sekali berdasar. Justru dengan menjadi UIN maka islamisasi ilmu yang selama ini telah menjadi idaman di kalangan ilmuwan Islam akan bisa lebih cepat direalisasi.

Wallahu a’lam bi al shawab. 

Categories: Opini