• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MA’ALLAH, ‘INDALLAH DAN MURAQABAH

MA’ALLAH, ‘INDALLAH DAN MURAQABAH

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Acara tahsinan di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency, bukan hanya untuk melakukan pembenahan atas bacaan Qur’an saja tetapi yang juga penting adalah mengenai penerjemahan dan pembahasan tentang ayat-ayat yang terkait dengan banyak hal, sesuai dengan yang akan dibaca. Seperti biasanya, Alief al Hafidz atau Syahwal Al Hafidz membacakan terjemahannya dan saya yang kebagian untuk memberikan penjelasan tambahan terkait dengan apa yang dibacanya. 19-20/11/2025.

Kali ini, kita sudah sampai pada Surat An Najm,  biasanya empat ayat yang ditasinkan dan kemudian dibahas. Kali ini kita membahas tentang bagaimana posisi manusia di dalam relasinya dengan Allah SWT. Maka dikenal ada ungkapan ma’allah, ‘indallah dan muraqabah. Ketiganya saya bahas dalam dua hari, karena keterbatasan waktu. Ada tiga penjelasan saya, yaitu:

Pertama, kata ma’allah itu sesungguhnya apa yang dimaksudkannya. Apakah bersama menyatu atau berada di dalam kerahmatan Allah. Sebagai orang awam dalam memahami agama, maka saya kira dapat menyatakan bahwa ma’allah itu adalah orang yang berada di dalam kerahmatan Allah SWT. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa manusia tentu sangat berbeda dengan Allah, baik Sifat Allah, Af’al Allah dan Dzat Allah tentu sangat berbeda dengan manusia. Laisa kamislihi syaiun. Sungguh Allah itu berbeda dengan segala sesuatu yang diciptakannya. Setinggi apapun derajad manusia, kecuali Kanjeng Nabi Muhammad SAW, maka tidak akan mungkin berada di dalam kebersamaan dengan Allah. Hanya Nabi Muhammad SAW yang bisa memasuki alam ketuhanan. Nabi Muhammad SAW bisa berbicara langsung dengan Allah, sebab Nabi Muhammad SAW memiliki gelombang atau energi yang dimiliki oleh Allah. Nabi Muhammad SAW diberikan kekuatan untuk masuk dalam energi kekuasaan Allah SWT, bisa bertemu dan berbicara dengan Allah SWT. Bahkan Nabi-Nabi lainnya tidak memiliki kemampuan menyatukan energinya dengan Allah SWT. Nabi Musa AS yang minta Allah SWT untuk bertemu dan kala cahaya Allah hadir, maka Gunung Thursina tidak mampu untuk menanggungnya sehingga meletus, maka pingsanlah Nabi Musa. Nabi Musa tidak memperoleh kekuatan dari Allah SWT. Satu-satunya makhluk Tuhan di bumi yang bisa ma’allah adalah Nabi Muhammad SAW.

Kedua, Kemudian indallah atau dalam Bahasa Indonesia disebut sebagai di samping Allah SWT. Orang tidak bisa berada di samping Allah SWT tanpa ada yang menjadi washilah untuk bisa berdampingan dengan Allah. Satu-satunya manusia yang diberi kekuatan untuk berada di samping Allah SWT adalah Nabi Muhammad SAW. Untuk berada di samping Allah SWT, maka persyaratannya harus ada orang yang telah berada di samping Allah SWT. Tanpa kehadiran orang tersebut, maka dipastikan orang tidak akan bisa berada di samping Allah SWT. Jika ma’allah itu berada di dalam kerahmatan Allah SWT, maka indallah itu berada di samping kerahmatan Allah SWT. Dan sekali lagi yang bisa berada di samping Allah SWT hanyalah Nabi Muhammad SAW. Nabi-lain tentu saja bisa, dan manusia yang bisa berada di sisi Allah sesuai dengan Nabi yang diturunkan-Nya,  yaitu  orang yang bersama dengan Nabi yang bersangkutan. Jadi, umat Muhammad SAW bisa berada di samping Allah karena telah bersama dengan Nabi Muhammad SAW. Lalu, apa yang menjadi persyaratan utama umat Muhammad SAW untuk bisa bersama Nabi Muhammad SAW dan kemudian berada di samping Allah SWT adalah karena bacaan shalawat yang selalu menjadi bacaannya.  Bacaan shalawat dapat menjadi washilah kita untuk bersama Rasulullah. Jika menjadi ma’allah itu bagi seseorang tidaklah mungkin dan yang mungkin adalah ma’arasulullah. Bahkan untuk berada di samping Allah SAW juga tidak mungkin, maka yang mungkin adalah inda Rasulullah. Jadi untuk di samping Allah atau mungkin bersama Allah, maka syaratnya adalah ma’a Rasulullah dan inda Rasulullah dan untuk keduanya maka persyaratannya adalah membaca shalawat kepada Rasulullah. Maka, orang yang banyak membaca shalawat tentu besar peluangnya untuk ma’a Rasulullah dan berada di dalam inda Rasulullah.

Ketiga, muraqabah atau mendekati Allah SWT atau juga disebut taqarrub ilallah adalah upaya yang dilakukan oleh manusia untuk mendekati Allah SWT. Di dalam Bahasa Jawa disebut ndepe-ndepe atau ndempel-ndempel. Sebuah posisi yang sangat dekat dengan Allah SWT. Apakah manusia bisa bertaqarrub kepada Allah, maka jawabannya bisa dengan catatan harus berwashilah kepada orang yang sudah berada dalam kerahmatan Allah atau ma’allah dan sudah berada di sisi Allah atau disisi kerahmatan Allah SWT. Orang tersebut adalah Nabi Muhammad SAW. Sekali lagi harus menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai perantara manusia. Jadi yang menjadi washilahnya adalah membaca shalawat kepada Nabi dan mengikuti apa yang diajarkan oleh  Nabi Muhammad SAW. “Ya ayyuhal ladzina amanu wa ‘amilush shalihati falahum ajrun ghairu mamnun”  yang artinya “wahai orang yang beriman dan beramal shaleh, maka akan diganjar oleh Allah dengan kerahmatan dan kerahiman yang luar biasa atau yang tidak terkirakan”.

Konsep muraqabah digunakan oleh para ahli tasawuf, yang memiliki upaya lebih serius dalam mendekati Allah SWT. Mereka melakukan banyak ibadah baik yang wajib,  yang sunnah dan juga melakukan kebaikan bagi orang lain. Ahli tasawuf seperti Imam Ghazali adalah contoh bagaimana upaya yang dilakukannya untuk mendekat kepada Allah lewat dzikir dan amal perbuatannya. Imam Asy Syadzili adalah orang yang melakukan pendekatan kepada Allah dengan harta benda dan ibadah-ibadah yang dilakukannya.

Kita yang amal ibadahnya masih terbatas, tentu harus tetap optimis bahwa kerahmatan dan kerahiman Allah SWT juga akan diberikan kepada kita. Yang penting tetap ada istiqamah di dalam ibadah yang kita lakukan dan juga perbuatan baik untuk manusia dan alam semesta.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..