UANGPUN PUNYA SPIRITUALITAS
UANGPUN PUNYA SPIRITUALITAS
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Selasa, 7/10/2025, jamaah pengajian Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency mendapatkan asupan ilmu yang luar biasa dari Pak Sahid Sumitro, trainer Pengembangan SDM di berbagai instansi pemerintah maupun swasta. Sebuah tema yang menarik yaitu; “Cinta Uang”. Ceramah ini mengupas tentang bagaimana caranya kita mencintai uang sebagai piranti untuk tukar menukar barang atau jasa. Kajian ini termasuk bagian dari “The Psychology of Money”. Saya ingin membahasnya dalam tiga hal, yaitu:
Pertama, uang memang hanyalah benda, sebagaimana benda lainnya. Tidak lebih sebagaimana kertas yang bisa dilipat, bisa digulung, bisa sobek dan bahkan bisa dibakar. Uang hanyalah kertas, Cuma bedanya bahwa uang memiliki nilai sebagaimana tertera di dalam uang kertas tersebut atau uang logam lainnya.
Pandangan orang atau kaum positivistic, bahwa uang adalah kertas yang bernilai sesuai denga nominal ternyata tidak sepenuhnya benar. Ada sebuah pengalaman yang disampaikan oleh Pak Sahid tentang uang dimaksud. Orang Jepang memiliki budaya yang sangat tinggi dalam menghargai uang. Uang tidak hanya dianggap kertas yang bergambar dan bernilai sesuai dengan tulisan di dalamnya, akan tetapi mangandung makna yang luar biasa. Dinyatakan oleh orang Jepang, bahwa di dalam uang terdapat gambar Perdana Menteri maka uang itu berarti memiliki status yang tidak sama dengan kertas-kertas lainnya. Foto Perdana Menteri itu harus dihormati. Perdana Menteri adalah pimpinan negara, maka harus dihormati sebagaimana layaknya kita menghormati para pimpinan negara. Bayangkan seandainya di dalam dompet kita ada foto orang tua atau kakek kita dan sebagainya, maka foto itu tidak akan dilipat, tetapi ditempatkan pada tempat yang layak. Melipat foro orang tua adalah sebuah kesalahan.
Bagi orang Jepang, budaya menghormat kepada pimpinan negara, orang tua atau leluhuradalah mutlak baginya. Oleh karena itu orang jepang akan menempatkan uang dalam makna yang tinggi. Rasanya ini berbeda dengan orang Indonesia, yang kelihatannya kurang menghargai terhadap uang. Uang itu ditaruh di dompet dengan ditekuk atau dilipat sesuai dengan dompetnya. Ini tidak berlaku bagi orang Jepang. Pak Sahid menegaskan: “Makanya, semenjak saya bertemu Orang Jepang tersebut, saya tidak pernah melipat uang. Uang saya taruh di dompet memanjang supaya uang tidak terlipat”.
Uang itu memiliki energi yang bisa positif ata negative. Jika kita menempatkannya secara baik, maka uang itu akan merasakah “senang”, dan jika uang itu ditempatkan dengan cara yang tidak baik, maka uang akan merasa “tidak senang”. Karena uang itu energi, maka dia akan bisa menarik lainnya. Atau dia bisa juga mengeluarkan lainnya. Uang akan menarik atau menolak kehadiran uang lainnya. Energi ini begitu kuat dan sangat tergantung kepada perilaku kita terhadap uang.
Ada lima larangan untuk perlakuan kita terhadap uang, yaitu: jangan dilipat, jangan disobek, jangan dikucek-kucek, jangan dirusak, dan jangan diinjak-injak. Jika kita melakukannya, berarti kita bersyukur dan mencintai atas uang yang kita miliki. Uang memiliki energi, dan jika hal itu dilakukan, maka akan keluar energi negative dari uang, sehingga uang itu tidak akan menguntungkan atau tidak bermanfaat.
Kedua, para leluhur kita sesungguhnya sudah memiliki ujaran yang bagus. Uang itu mencari kawannya. Artinya bahwa uang yang berada di seseorang dengan banyak, maka uang lainnya akan masuk ke orang tersebut Bersama uang-uang lainnya. Sebuah ujaran yang memberikan Gambaran bahwa uang berkecenderunga. Berkumpul dengan kawannya. Padahal terkadang kita sinis melihat orang mencium uang. Dianggapnya sebagai perilaku materialistis. Padahal mencium uang itu adalah bagian dari rasa Syukur kita atas kenikmatan Allah kepada diri kita melalui washilah uang. Mencium uang sebagai tanda Syukur tentu sangat baik dan itulah bentuk penghargaan kita atas uang dan nilai yang ada di dalamnya.
Mencium uang dianggap sebagai Tindakan yang tidak terpuji bahkan dicibir sebagai tanda orang yang metarialistis. Padahal itulah ekspresi kebergamaan yang sangat dianjurkan oleh Islam. Mencium sebagai tanda Syukur adalah ekspresi orang beragama, sebagaimana kita mencium yang kita cintai di dalam kehidupan. di kala kita melewati makam Rasulullah, maka kita melambaikan tangan atau membungkuk sebagai tanda cinta kita kepada Rasulullah. Ketika kita thawaf, maka di rukun Yamani kita melambaikan tangan sambil berdoa. Tidak lain adalah symbol kecintaan kita kepada Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW.
Ketiga, saya memberikan garis bawah atas ceramah Pak Sahid yang sangat menarik. Hari kamis, 2/10/25, saya menjadi narasumber dalam acara ekoteologi untuk Pendidikan pesantren, dan di dalam forum yang diikuti oleh para kyai dan pimpinan pondok pesan tren se Indonesia itu saya sampaikan bahwa agar tidak terjadi kerusakan lingkungan, sebagai akibat prilaku permissiveness, maka diperlukan Upaya memahami konsep “spiritualitas alam”. Alam itu tidak semata-mata fisik akan tetapi ada spiritualitasnya. Alam dan manusia sebagai sesama ciptaan Allah tidak hanya terdiri dari fisik semata, akan tetapi ada jiwa dan rohnya. Artinya, bahwa alam dan manusia sama-sama bertasbih kepada Allah SWT. Di dalam Alqur’an surat Jumu’ah, ayat 1, dinyatakan: “yusabbihu lillahi ma fis samai wal ardh”. Artinya: “senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada dilangit dan apa yang ada di bumi”.
Hal ini memberikan Gambaran bahwa semua makhluk Allah sesungguhnya bertasbih atau menyucikan Allah SWT. Tentu saja kita tidak tahu bagaimana alam itu bertasbih, tetapi mari kita Yakini bahwa semua ciptaan Allah itu menyucikan Allah SWT.
Nabi Sulaiman AS yang bisa memahami bahasa makhluk Allah. Hanya Beliau yang memahami bagaimana alam itu bertasbih. Tetapi juga tidak menutup kemungkinan ada manusia yang karena izin Allah diberikan kekuasaan untuk memahaminya. Seperti halnya ada orang yang bisa memasuki alam kegaiban dari Makhluk Allah selain manusia.
Dengan meyakini bahwa alam itu memiliki dunia spiritual, maka aka dapat menjadi sarana untuk saling menghargai antara manusia dan alam. Dan ini bukan hal yang tidak bisa dilakukan.
Wallahu a’lam bi al shawab.
