KASIH SAYANG ALLAH KEPADA HAMBANYA
KASIH SAYANG ALLAH KEPADA HAMBANYA
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Dalam dua hari, 19 dan 20/09/2025, secara berturut-turut saya sempatkan untuk memberikan siraman rohani bagi jamaah shalat shubuh di Mushalla Raudlatul Jannah di desa tempat kelahiran saya. Di Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban. Ada urusan di desa untuk mengambil sertifikat tanah yang sudah dibaliknamakan atas nama anak-anak. Saya berkesempatan untuk bertemu dengan kawan-kawan saya yang pada waktu kecil bermain bersama-sama. Saya bersyukur karena kawan-kawan saya termasuk yang rajin shalat subuh berjamaah di Mushalla di depan rumah saya.
Memang saya sengaja memberikan asupan rohani sebagai pengetahuan spiritual yang tentu juga penting di dalam kehidupan. Jamaahnya tidak banyak tetapi yang shalat adalah orang-orang yang nyaris setiap shubuh berjamaah. Lelaki dan Perempuan. Saya mengenal secara pribadi dengan para jamaah, karena kebanyakan adalah kawan-kawan saya dan ada beberapa yang usianya relative lebih muda. Lelaki dan Perempuan saya mengenalnya dengan baik.
Ada tiga hal yang saya sampaikan di Mushalla Raudhatul Athfal, 20/09/2025, yaitu: pertama, kasih sayang Allah itu tergambar di dalam kata Rahman dan Rahim. Jika kita membaca Surat Alfatihah pastilah didahului dengan ucapan: “Bismillahir rahmanir Rahim”, yang artinya: “Dengan menyebut Nama Allah yang Maha Pengasih dan Penyayang”. Kitab Suci Alqur’an dimulai dengan menyebut hakikat sifat Allah yang sangat agung, yaitu sifat Rahman dan Rahim, Maha Penyayang dan Pengasih”. Allah sebagaimana pandangan para ahli ilmu kalam atau teologi dinyatakan memiliki sifat-safat yang wajib bagi Allah, sifat yang dipastikan menyatu dengan Allah. Bagi kaum Mutakallimin yang sepaham dengan Imam Asy’ari, maka sifat Allah itu ada sebanyak 20, dimulai dari sifat wujud, qidam, baqa’ dan seterusnya sampai mutakalliman. Sementara itu bagi pengikut Imam Maturidi, maka sifat Allah itu sebanyak 13 saja, sama dimulai dari sifat wujud, qidam, baqa’ dan seterusnya. Yang membedakannya adalah kata aliman, hayyan, sami’an, bashiran, mutakalliman termasuk dalam sifat Allah menurut Imam Asy’ari, sedangkan kata tersebut tidak dimasukkan dalam sifat Allah oleh Imam Maturidi. Tetapi keduanya termasuk aliran Ahli Sunnah wal jamaah.
Kedua, Rahman adalah hakikat sifat Allah yang menyayangi pada semua makhluknya di alam ciptaannya. Alam dunia maupun alam gaib. Semuanya mendapat limpahan sayang Allah atau Rahman Allah SWT. Jika manusia tidak dibedakan. Siapapun akan mendapatkan sayang Allah tersebut. Etnis China, Amerika, Eropa, Negro, Indian dan sebagainya, semua mendapatkan Rahman Allah SWT. Tidak dibedakan satu dengan lainnya. Semuanya mendapatkan sayang Allah. Semua diberi peluang untuk makan, minum dan memenuhi kebutuhan fisikal lainnya. Tentang kualitas makan itu hal yang berbeda. Semua diberikan kekayaan sesuai dengan takarannya. Ada yang kaya, miskin atau fakir tentu semuanya mendapatkan jatahnya masing-masing. Hakikatnya semua mendapatkan sayang Allah, hanya kualitas dan kuantitasnya yang bisa saja berbeda. Jadi sifat sayang Allah itu bercorak umum, bagi siapa saja dan di mana saja. Tidak terkecuali.
Ketiga, Rahim adalah hakikat sifat Allah yang mengasihi pada umatnya yang beriman kepadanya. Jika Rahman Allah bercorak umum maka Rahim Allah bercorak khusus. Rahman diberikan kepada semua manusia dan makhluk hidup lainnya, sedangkan Rahim Allah hanya diberikan kepada orang yang meyakini keberadaan Allah. Orang yang memiliki iman kepada Allah SWT. Umat Islam yang telah memiliki iman kepada Allah dan meyakini kenabian Muhammad SAW adalah orang yang potensial mendapatkan kasih sayang Allah SWT. Rahim Allah itu ujung akhirnya adalah kehidupan di surga sebagaimana dijanjikan oleh Allah sebagaimana di dalam Surat An Naba’, ayat 31: “inna lil muttaqina mafaza” yang artinya “sungguh orang-orang yang beriman mendapatkan kemenangan”. Orang yang beriman atau bertaqwa merupakan orang yang akan memperoleh kemenangan yaitu kemenangan melawan kekafiran, kemusyrikan atau kemunafikan. Mereka adalah orang yang dijanjikan oleh Allah untuk menjadi penghuni surganya. Pada ayat lain, Surat Al Bayyinah, ayat 7, dinyatakan: “ulaika hum khairul bariyyah” atau artinya: “mereka itu adalah yang sebaik-baik makhluk”. Artinya bahwa orang yang beriman adalah orang yang memperoleh status sebagai sebaik-baik manusia.
Allah SWT sudah memberikan contoh tentang sebaik-baik manusia yang merupakan representasi atas sifat Rahman dan Rahim Allah SWT. Rahman dan Rahim Allah itu sangat abstrak atau sangat hakiki, makanya agar sifat Allah itu bisa dipahami oleh manusia, maka Allah memberikan sifat Rahman dan Rahim tersebut ke dalam diri Nabi Muhammad SAW. Nabi Muhammad SAW adalah contoh realistis atas sifat Allah SWT tersebut. Nabi Muhammad SAW yang di dalam dirinya terdapat sifat kemanusiaan selain sifat kenabian dapat menjadi contoh atas kasih sayang Allah SWT kepada umat manusia.
Kita sungguh bersyukur sebab dapat menjadi umat Islam. Meskipun kita tidak sezaman dengan Nabi Muhammad SAW, akan tetapi kita dapat membaca, memahami dan menghayati tabiat Kanjeng Nabi Muhammad SAW yang berupa sifat Rahman dan Rahimnya Allah SWT. Nabi Muhammad SAW adalah contoh manusia dengan perilaku yang mengajarkan kasih sayang kepada manusia dan perilaku kasih sayang tersebut dilakukannya. Memang Nabi Muhammad SAW adalah teladan kebaikan.
Wallahu a’lam bi al shawab.
