TRADISI AMALAN SHALIHAN BA’DA SHALAT
TRADISI AMALAN SHALIHAN BA’DA SHALAT
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Akhir pekan ini saya berada di Tuban, di rumah saya di Tuban. Tepatnya di Dusun Semampir, Desa Sembungrejo, Kecamatan Merakurak, Tuban. Sebagaimana biasanya, maka saya memberikan ceramah singkat, tidak lebih dari 15 menit kepada para jamaah shalat shubuh di Mushalla Raudlatul Jannah, yang bertepatan berada di depan rumah. Jamaah lelaki dan Perempuan, pada Jum’at, 19/09/2025.
Kali ini, saya membahas tiga hal tentang amalan thayyiban yang sangat terbiasa kita lakukan setelah shalat berjamaah. Pertama, amal shalih itu terbagi menjadi tiga hal yaitu amalan shalih kepada Allah SWT dan Rasulnya, amal shalih kepada sesama umat manusia dan amal shalih terhadap alam di lingkungan kita. Saya menjelaskan tentang amalan shalihan yang terkait dengan Allah dan Rasulnya, dan amalan ini sangat lazim dilakukan di masjid atau mushalla yang dijadikan sebagai wiridan ba’da shalat. Amalan ini adalah membaca surat Al Fatihah. Kita ini banyak membaca Surat Al Fatihah yang dinyatakan sebagai Ummul Qur’an dan juga Ummul Kitab. Kalau Ummul Qur’an itu jelas, yaitu kitab suci Al Qur’an. Induknya Alqur’an itu adalah Surat Al Fatihah. Siapa yang membaca Surat Al Fatihah, maka telah membaca induknya AlQur’an.
Tetapi jika disebut sebagai induknya Kitab atau Ummul Kitab, maka bisa bermakna luas. Artinya tidak hanya membaca induknya Alqur’an sebagai kitab sucinya orang Islam, akan tetapi juga membaca induknya Kitab Suci Allah lainnya, seperti Kitab Injil, Kitab Taurat dan Kitab Zabur. Kita tidak tahu apa itu Kitab-Kitab Suci Allah SWT tetapi kita sudah membaca induknya kitab-kitab tersebut, dan induknya adalah Surat Al Fatihah. Kita tidak bisa membaca Kitab Injil yang asli karena menggunakan Bahasa Ibrani, kita tidak bisa membaca Kitab Taurat atau Kitab Zabur, tetapi kita meyakini kitab-kitab tersebut adalah kitab Suci yang diturunkan kepada Nabi-Nabinya. Kitab Zabur diturunkan kepada Nabi Dawud AS, Kitab Taurat diturunkan kepada Nabi Musa AS, kitab Injil diturunkan kepada Nabi Isa AS, dan Alqur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Semua kita Yakini kebenarannya merupakan wahyu Allah SWT. Di kala kita membaca Surat Al Fatihah sebagai Ummul Kitab, maka seakan-akan kita telah membaca semua kitab-kitab suci Allah SWT. Subhanallah.
Kita ini orang yang patuh pada apa yang sudah diajarkan oleh orang-orang tua kita, guru-guru kita dan ulama-ulama kita. Tradisi membaca Surat Al Fatihah bada shalat itu dilakukan oleh para leluhur kita dan kita tidak bertanya apa dasarnya, apa manfaatnya, apa efeknya bagi kehidupan kita. Tetapi kita lakukan dengan keyakinan bahwa wirid itu pasti amal shalih. Kita lakukan tanpa tanya, tanpa memperdebatkan apa dasarnya dan sebagainya tetapi kita lakukan dan akhirnya menjadi tradisi. Membaca Surat Al Fatihah baik sebelum dan sesudah shalat itu perbuatan yang tidak bertentangan dengan syariat Allah SWT. Membaca Surat Al Fatihah untuk memulai segala sesuatu diperbolehkan oleh syariat Islam. Jumhur ulama menyatakan sebagai amalan shalihan atau sesuai dengan sunnah. Jadi hukumnya adalah sunnah.
Kedua, membaca Ayat Kursi. Berkat kita membaca dengan jahr atau keras, maka semua jamaah menjadi hafal. Rasanya jika orang sering berjamaah dalam shalat dipastikan hafal ayat kursi ini. Tidak usah dihafalkan. Bisa hafal dengan sendirinya. Rasanya banyak masjid dan mushallah yang melantunkan ayat Kursi ini. Mereka membaca dipimpin oleh imam shalat jamaahnya. Mereka bersama-sama membacanya. Iramanya jelas dan bacaannya tegas. Di masa lalu kita membaca ayat Kursi ba’da shalat tanpa bertanya kepada para imam shalat yang membacanya. Kita tidak mendiskusikan dengan para ahli agama. Yang penting dilakukan dan menjadi tradisi. Dan sekarang membaca Ayat Kursi adalah tradisi tentang kebaikan yang tidak ada taranya. Saya menjadi teringat dengan sahabat saya, D. Zawawi Imron, penyair Madura, yang pernah menyampaikan bahwa membaca wirid dengan suara keras itu untuk membersihkan udara dan lingkungan. Dengan wirid yang kita baca, maka alam akan mendengarkannya dan Allah SWT serta Nabi Muhammad SAW juga sangat senang mendengarnya. Di media social dengan mudah kita dapatkan penjelasan tentang bacaan Ayat Kursi, baik dilakukan sendiri maupun berjamaah dan di manapun dibacanya.
Ketiga, bacaan kalimat tauhid ba’da shalat juga sangat penting. Bukankah kalimat tauhid, la ilaha illallah adalah kuncinya surga. Miftahul Jannah la ilaha illallah. Siapa yang membaca la ilaha illallah sesungguhnya telah menggegam kuncinya surga. Kalimat yang menafikan atau tidak ada Tuhan selain Allah adalah tanda iman. Tidak mungkin orang beriman tanpa membaca kalimat tauhid. Tidak mungkin orang menjadi muslim tanpa didahului dengan iman kepada Allah dan Muhammad sebagai rasulnya. Jadi, untuk menjadi muslim atau orang yang berserah diri kepada Allah syaratnya adalah mengucapkan kalimat tauhid di lisannya dan di hatinya. Jika orang mengucpkan dilisannya tidak diikuti dengan hatinya juga membenarkannya, maka dia akan menjadi orang yang munafiq. Kita ini sama sekali tidak ada kemunafikan dalam keyakinan kita tentang eksistensi Allah SWT.
Kita patut bersyukur bahwa hingga hari ini kita masih menggenggam kuncinya surga dan membaca kalimat-kalimat thayyibah lainnya, yang insyaallah hal tersebut akan mengantarkan kita semua untuk menjadi hambanya Allah yang akan dimasukkan ke dalam surganya.
Wallahu a’lam bi al shawab.
