INDIKATOR PENGHUNI SURGA: ORANG MUTTAQIN
INDIKATOR PENGHUNI SURGA: ORANG MUTTAQIN
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Salah satu kebahagiaan di dalam acara Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) adalah bisa belajar Alqur’an, bisa memperoleh pemahaman tentang ayat yang dibaca dan tentu saja adalah bisa tertawa atau tersenyum dengan kebahagiaan. Di antara yang mengikat para jamaah adalah ketiga hal tersebut.
Pada Selasa, 09/09/2025, tahsinan Alqur’an sudah masuk Surat Adz Dzariyat, ayat yang terkait dengan tandzir bagi orang kafir dan tabsyir bagi orang mukmin. Surat ini menjelaskan tentang angin dahsyat, angin yang dapat menerbangkan apa saja, yang dapat menjadi penanda bagi orang-orang yang mendustakan agama, tetapi tidak berpengaruh terhadap orang mukmin.
Ada di dalam ayat, 15, yang berbunyi: “innal muttaqina fi Jannati wa ‘uyun, yang artinya: “sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa berada di dalam taman-taman surga dan mata air”. Dan sebagai kelanjutan atas indicator orang yang muttaqin tersebut adalah: pertama, orang-orang yang muhsinin, yaitu orang Ikhlas beribadah kepada Allah atau beribadah dengan keyakinan penuh bahwa Allah adalah sesembahan atau rabb bagi seluruh alam dan isinya. Tidak hanya sesembahan manusia, akan tetapi juga binatang, tetumbuhan, jin dan seluruh apa yang ada di alam ini. Mereka adalah orang yang berada di dalam jalan Tuhan dan mengambilnya sebagai jalan kehidupannya.
Kedua, orang yang menyedikitkan tidur malam, artinya menjadikan malamnya sebagai wahana untuk beribadah. Orang yang melakukan qiyamul lail. Menjalankan shalat tahajjud atau shalat hajad, melakukan shalat taubat, berdzikir sesuai dengan kemampuan. Lebih baik jika dzikir yang dibaca itu berdasarkan atas tuntunan guru spiritual. Berbeda rasanya menjalan wirid atas sepengetahuan para ulama ahli agama dengan menjalankan sendiri tanpa bimbingan guru spiritual. Bacalah kalimat thayyibah yang dapat menjadi jaminan agar bisa menjadi hamba Allah yang muttaqin. Shalat qabliyah shubuh dan shalat shubuh berjamaah. Subhanallah. jika kita dapat melakukannya maka kita akan memperoleh kebahagiaan.
Ketiga, di dalam waktu malam itu, sepertiga malam, digunakan untuk beristighfar kepada Allah, memohon ampun kepada Allah. Jika kita dapat melakukannya, maka ini juga merupakan kebahagiaan. Doa seperti “Allahumma inni as’alukal ‘afwa wal ‘afiyah fi ddini wad dunya wal akhirah” atau doa sebagaimana dibaca oleh Nabi Adam AS “Rabbana dhalamna ‘anfusana wa in lam taghfirlana wa tarhamna lanakunanna minal khasirin” atau doa Nabi Yunus, “la ilaha illa anta subhanaka inni kuntu minadh dhalimin”. Atau doa “Allahumma inni as’aluka ridhaka wal Jannah wa na’udzu bika min sakhatika wan nar”. Atau doa: “Allahumma innaka ‘afwun karim tuhibbul a’fwa wa’fu’anna ya karim”.
Keempat, memberikan sebagian kecil hartanya kepada kaum fakir, miskin atau kaum dhu’afa. Mereka itu adalah orang yang menyadari bahwa sebagian kecil hartanya itu adalah hak orang lain. Orang mukmin harus memberikan haknya kepada orang yang miskin, faqir dan kaum dhu’afa. Hak mereka harus dipenuhi dan itu menandakan diri sebagai orang-orang yang muttaqin.
Ada banyak orang yang memiliki kekayaan, misalnya Elon Mask dengan hartanya sebanyak Rp6.813,69 Triliun, Jeff Bezoss dengan harta Rp3.792 triliun. Jika itu 2,5 persennya saja yang akan dijadikan sebagai hak orang mustadh’afin. Philantropinya seharusnya dikeluarkan oleh Jeff Bezoss, kurang lebih Rp92,500 milyar. Sayangnya kita tidak tahu berapa Zeff Bezoss mengelurkan philantropinya. Andikan banyak orang yang memiliki kekeyaan seperti ini dan didarmabhaktikan kepada kaum mustadh’afin maka inilah hakikat ajaran agama itu di dalam kehidupan manusia.
Contoh yang paling nyata adalah penebusan dosa karena melupakan shalat pada waktu ashar yang disebabkan oleh kelalaiannya merawat kuda-kudanya, maka Nabi Sulaiman mengorbankan kuda-kudanya untuk disembelih dan dagingnya diberikan kepada kaum fakir dan miskin. Tidak tanggung-tanggung 1000 unta sekaligus. Agama sesungguhnya sudah mengajarkan philantropi tersebut dalam bentuk zakat, infaq, sedekah dan wakaf. Keempatnya adalah ajaran Islam yang luar biasa. Dari semua agama memiliki ajaran philantropi itu. Misalnya di dalam Kristen dan Katolik ada dana kolekte, di dalam agama Hindu ada dana punia, dan di dalam agama Buddha ada ajaran darma yang wujudnya adalah memberikan dana philantropi untuk orang lain.
Dari indicator-indikator ini, rasanya jamaah Ngaji Bahagia sudah melakukannya meskipun dalam kadar yang belum maksimal. Bukankah kita sudah amantu billahi tsummas taqim. Sudah beriman kepada Allah dan telah melakukan amal ibadah sesuai dengan ajarannya, sudah melakukan shalat, puasa, zakat dan juga melakukan kebaikan kepada orang lain, sesama manusia. Kita juga sudah melaksanakan qiyamul lail dalam kapasitas yang kita mampu, kita juga sudah melakukan mohon ampun kepada Allah, baik langsung maupun melalui washilah Kanjeng Nabi Muhammad SAW, dan kita juga sudah melakukan perbuatan yang terbaik untuk Allah, manusia dam juga alam. Hablum minallah, hablum minan nas dan hablum minal alam.
Mari kita jaga ketiganya agar kita menjadi hamba Allah yang pada akhirnya akan memperoleh kebahagiaan fi dini, wad dunya wal akhirah. Innal muttaqina fi jannatiw wa’uyun.
Wallahu a’lam bi al shawab.
