TWIN TOWERS BUKAN SEKEDAR IMPIAN
Membaca Jawa Pos, 28 Januari 2010, tentang “Bangun Tower Asmaul Husna” hati rasanya melambung. Sebab jika itu terealisir, maka kampus IAIN Sunan Ampel yang terletak di wilayah Surabaya Selatan itu akan memiliki ikon baru. Ada dua gedung lantai sembilan yang akan menghiasi kemegahan bangunan di wilayah Surabaya Selatan sebagai pintu masuk ke Surabaya. Saya sebut melengkapi kemegahan, sebab selama ini orang hanya melihat bangunan Graha Pena yang menjadi simbol bangunan mentereng di pintu masuk Surabaya dari arah selatan.
Menurut saya, bangunan Twin Towers itu sangat orisinal. Bangunan kembar itu dihubungkan antara satu dengan yang lain, dengan bangunan yang diberi asesori lafadz-lafadz Asmaul Husna. Itulah filosofi yang mendasari kenapa bangunan tersebut disebut Twin Tower Asmaul Husna. Gedung yang direncanakan berlantai sembilan tersebut, juga mengandung makna angka sembilan puluh sembilan, sebagai pengejawantahan asmaul husna, dan angka sembilan juga merujuk kepada jumlah wali di Jawa yang jumlahnya diyakini sebanyak sembilan orang.
Membangun gedung Twin Towers adalah mimpi yang insyaallah bisa direalisasi. Sudah sering saya nyatakan mimpi adalah sebagian cita-cita, sebagian cita-cita adalah sebagian usaha, sebagian usaha adalah sebagian keberhasilan. Jadi kalau kita punya mimpi berarti kita telah punya sebagian keberhasilan. Ada sebuah ungkapan baik juga yang bisa dijadikan sebagai pegangan mengapa kita harus melakukan sesuatu untuk sebuah keinginan. Jika kita membuat proposal untuk mencapai keinginan itu, maka ada dua kemungkinan, yaitu berhasil atau gagal, akan tetapi kalau kita tidak membuat proposal, maka hanya ada satu kemungkinan, gagal.
Menurut saya, kita harus melakukan sesuatu. Sebab kalau kita melakukan sesuatu, maka akan ada dua kemungkinan, berhasil atau gagal. Akan tetapi jika tidak melakukan sesuatu, maka hanya ada satu kemungkinan, gagal. Inilah filosofi di dalam kehidupan yang kiranya perlu menjadi bagian penting di dalam kehidupan ini. Saya juga memiliki keyakinan, bahwa tidak ada orang yang tidak memiliki need for achievement. Siapapun orangnya. Hanya saja terkadang untuk merealisasikan potensi atau keinginan itu ternyata ada sekian banyak variabel yang sering menghambat. Salah satunya adalah lingkungan.
Menurut kaum behavioris, bahwa perilaku manusia memang ditentukan lebih banyak oleh lingkungan sosial. Jadi perilaku manusia tergantung berada di mana manusia tersebut. Jika kita berada di dalam ruang sosial yang memberi kesempatan untuk berkembang secara maksimal, maka saya yakin bahwa potensi terpendam yang dimiliki oleh setiap individu akan bisa berkembang secara maksimal. Jadi, mengapa kita tidak berkembang menjadi the exelence, jawabannya tentu karena banyak di antara kita yang berpikir horizontal bukan berpikir vertikal atau lateral dalam pengembangan kampus ini.
Oleh karena itu, harus ada satu kata yang sama, yaitu perubahan.
Saya selalu menggunakan kata-kata Presiden Amerika Serikat, Barack Hussein Obama, yang ketika kampanye menggunakan kata Change, secara lebih lengkap: ”Change, we can believe ini”. Kata change inilah yang kemudian mengilhami masyarakat Amerika Serikat untuk memilihnya. Sebab dinilainya bahwa Amerika Serikat tertinggal dari lainnya karena selama ini kata Change agak lemah di tangan kaum Republiken. Kebijakan luar negeri yang militeristik, misalnya. Makanya, sekarang adalah saatnya untuk melakukan perubahan. Jika tidak, maka kita akan terus tertinggal dengan lainnya yang juga terus memacu untuk berlari sekencang-kencangnya. Better late than never.
Suatu kesempatan saya pernah bertemu dengan Prof. Dr. Muhammad Nuh, yang saat itu masih menjadi Menkominfo, saya utarakan keinginan saya untuk mengembangkan IAIN Sunan Ampel melalui dana Islamic Development Bank (IDB) dan mohon dukungan. Maka beliau menyatakan: ”dulu gedung Fakultas Syariah itu yang paling megah di Jalan A. Yani. Tetapi sekarang sudah tidak kelihatan bagusnya, sebab sudah tertinggal dengan gedung-gedung lain di sekitarnya”. Kata-kata ini selalu saya ingat. Bukan untuk apa-apa, tetapi untuk memacu semangat, bahwa kita memang harus berubah.
Oleh karena itu, gambar di Jawa Pos adalah pemberi semangat bukan untuk menjadi pajangan tentang keinginan kita yang melambung. Gambar itu harus menjadi inspirasi bahwa semua harus berubah untuk menjemput masa depan IAIN Sunan Ampel yang lebih baik.
Wallahu a’lam bi al shawab.