SEKALI LAGI KONSEP “DIAM” DALAM ISLAM
SEKALI LAGI KONSEP “DIAM” DALAM ISLAM
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Diam tentu konsep yang sangat penting di dalam Islam. Begitu pentingnya maka mendapatkan perhatian yang sangat mendasar di dalam berbagai kitab, salah satunya adalah Kitab yang dikaji oleh Pak Dr. Cholil, Nashaihul ‘Ibad, karya Imam Nawawi Al Bantani. Saya ingin membahas sekali lagi konsep ini, setelah kemarin saya bahas mengenai “Diam Sebagai Tindakan Kearifan”.
Sebagaimana Nabi Muhammad SAW telah menyatakan di dalam haditsnya bahwa: “Barang siapa mempercayai Allah dan hari kiamat, maka hendaknya berkata yang baik atau lebih baik diam”. Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori. Jadi yang dikehendaki oleh Allah adalah berkata yang baik, dan diam jika tidak dapat berkata yang baik. Tentunya ada kriteria perkataan yang baik dan ada perkataan yang jelek, atau ada kriteria dalam berkata dan ada kriteria diam. Hal ini agar kita tidak jatuh pada generalisasi bahwa semua perkataan jelek dan diam itu baik. Ada perkataan yang baik yang harus dilakukan dan ada perkataan jelek yang lebih baik diam.
Marilah kita bahas persoalan ini dalam tiga hal, yaitu: pertama, perkataan yang baik atau perkataan yang amar ma’ruf dan nahyi mungkar. Di sinilah tempat bagi kaum da’I dalam menyebarkan Islam. Tetapi harus tetap berada di dalam konteks menyatakan yang perlu dan yang perlu dinyatakan. Jangan sampai para da’I juga melakukan Tindakan menyebarkan ujaran kebencian, hoaks atau berkata yang berkepatutan sesuai dengan prinsip komunikasi di dalam Islam. Prinsip misalnya qaulan layyinan atau berbicara dengan lemah lembut atau berkata qaulan kariman atau perkataan yang memuliakan manusia.
Perkataan atau pernyataan yang mengandung nilai-nilai keagamaan, seperti menjelaskan tentang keadilan, kesamaan, toleransi, kerukunan, dan keselamatan dan nilai kesopanan, keutamaan ajaran Islam dan sebagainya tentu dianjurkan, akan tetapi perkataan atau pernyataan yang mengandung kebencian, permusuhan, kebohongan, pembunuhan karakter, ghibah, mengumpat atau perkataan dan pernyataan yang bertentangan dengan kemualiaan Islam tentu dilarang oleh Islam. Beragama berarti mengusung bagaimana membangun relasi dengan sesama manusia dalam coraknya yang bisa membahagiakan orang lain. Jangan sampai kit aitu beragama tetapi kehidupan kit aitu menyusahkan orang lain. Saya sangat suka dengan konsep doa di dalam agama Buddha yang menyatakan “semoga semua makhluk Bahagia”. Konsep ini sama dengan doa di dalam agama Islam: Wahai Tuhan kami berikan kepada kami keselamatan di dunia dan akherat”. Jadi tekanannya kepada kami, kita semua, bukan aku.
Kedua, diam di dalam ajaran Islam ini bermakna jangan menyatakan atau mengatakan sesuatu ucapan atau tulisan yang bisa melukai manusia atau pemeluk agama lain, suku lain dan golongan social lain. Prinsip utamanya adalah bagaimana membangun relasi social melalui pernyataan atau perkataan yang membuat orang lain senang dan Bahagia. Bahkan Islam mengajarkan bahwa “senyuman itu sedekah”. Kalau kita berkata dan membuat pernyataan yang membuat orang lain tertawa dan Bahagia, maka hal itu adalah sedekah yang murah tetapi bermanfaat. Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) di Masjid Al Ihsan Ketintang Surabaya itu memiliki visi “mewujudkan komunitas Ngaji yang berbahagia”. Oleh karena itu tema-temanya ajaran Islam yang dikemas dengan konten kebahagiaan. Dengan tertawa maka akan muncul parasaan Bahagia.
Bagi saya, bahwa selama seseorang masih bisa tertawa maka peluang kebahagiaan itu masih ada. Bandingkan dengan orang yang ketagihan narkoba, maka dipastikan bahwa hidupnya akan penuh dengan kesulitan, dan untuk memenuhi kebutuhan atas zat adiktif dimaksud, maka terpaksa harus menyayat tubuhnya sendiri, dan menghisap darahnya untuk memenuhi kebutuhan perasaannya. Mereka merasakan tidak ada lagi kesusahan atau kesedihan tetapi semu. Berbeda dengan orang yang bisa tertawa yang bisa menghasilkan kebahagiaan.
Ketiga, sekali lagi diam itu tidak dimaksudkan dalam kebaikan dan Upaya untuk melakukan kebaikan. Misalnya kita ngaji bareng-bareng bada subuh Surat Al Waqiah yang dibaca Bersama maka itu bukan menghasilkan kebisingan akan tetapi menghasilkan rasa damai sesudah membacanya. Bacaan keras ayat Al Qur’an itu akan turut serta didengarkan oleh alam sekeliling kita, sehingga alam pun merasa berbahagian. Sayang belum ada penelitian bahwa alam sekitar yang ikut mendengarkan bacaan alqur’an juga marasakan kebahagiaan. Terhadap tumbuhan saya kira sudah ada hasil penelitiannya. Demikian pula mengenai keajaiban air yang didoakan.
Oleh karena itu jangan khawatir bagi orang yang sering membaca Surat Yasin atau membaa kalimat thayibah bersama-sama, dipastikan bahwa apa yang kita baca tersebut akan lebih dapat didengarkan oleh alam sekeliling kita. Coba kita pikirkan, bagaimana orang kesurupan makhluk halus lalu dirukyah tiba-tiba menjerit dan merasakan kehadiran bacaan ayat-ayat Alqur’an atau doa-doa lainnya. Hal itu berarti makhluk selain manusia itu mendengarkannya.
Jadi adakalanya, kita berdoa dengan diam dan ada kalanya kita berdoa dengan suara lantang. Keduanya sama pentingnya di Tengah kehidupan social yang sekarang sedang terjadi. Dan mari kita berkeyakinan bahwa keduanya akan sampai kepada Allah SWT asal kita berada di atas garis kehidupan yang berisi syukur, sabar, tawakkal dan yang baik-baik, dan bukan di bawah garis tersebut, misalnya tidak bersyukur, suka marah, egois, merasa paling hebat dan seabrek pemikiran, sikap dan Tindakan yang mendegradasi makna doa.
Wallahu a’lam bi al shawab.
