• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MEMAHAMI PENGALAMAN RELIGIUS

MEMAHAMI PENGALAMAN RELIGIUS

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Artikel  ini merupakan tulisan lanjutan atas tulisan saya sebelumnya yang membahas tentang mati suri atau koma dengan judul “Pak Harun Dalam Pengalaman Religius Selama 11 Hari”.  Di dalam tulisan itu saya jelaskan tentang pengalaman religious yang bercorak individual. Ceramah ini saya sampaikan dalam pengajian Selasanan pada Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency yang diikuti oleh jamaah Masjid Ar Raudhah dan masjid Al ihsan, 29/04/2025. Ada tiga aspek yang saya jelaskan, yaitu:

Pertama, pengalaman religious merupakan bagian dari kajian psikhologi agama yang menekankan pada aspek pengalaman individual dalam konteks the experience of the holy atau pengalaman beragama.  Artinya bahwa pengalaman itu tidak bisa diduplikasi bahkan oleh yang empunya pengalaman. Sangat individual. Kebanyakan orang yang memiliki pengalaman adalah orang yang memiliki “kedekatan” khusus dengan Dzat Yang Maha Gaib. Pengalaman religious hanya dapat diperoleh melalui “kesamaan” gelombang antara manusia dengan kekuatan gaib. Sama seperti Peter Carey kala ditanya adakah Kanjeng Nyai Roro Kidul, maka jawabannya bahwa tergantung pada gelombang yang sama. Jika gelombangnya sama maka akan merasakan kehadirannya. Tetapi yang tidak memiliki gelombang yang sama dipastikan tidak akan memperoleh pengalaman dimaksud.

Mati suri merupakan bentuk pengalaman religious yang unik. Pengalaman pribadi seseorang yang telah meninggal secara klinis dan  akhirnya hidup kembali. Orang bisa berada di dalam naunsa mati, belum titik, di dalam kehidupan dan merasakan berbagai pengalaman di masa lalu yang diputar ulang. Semua dipertunjukkan dan semua diputar seperti memutar film tentang masa lalu. Pengalaman tersebut berupa pengalaman yang menyenangkan dan bisa juga pengalaman yang menyesakkan. Dalam kasus Pak Harun, sebagaimana tulisan sebelumnya maka didapati pengalaman yang menyenangkan yaitu di kala melakukan relasi social yang baik, dan merasakan penyiksaan di kala melakukan relasi social yang jelek.

Kedua, berdasarkan realitas empiris, maka ada beberapa pendekatan dalam memahami pengalaman religious, termasuk mati suri. Pandangan kaum atheis atau gnostis. Di dalam pendangan filsafat materialism atau positivism ini, maka yang tidak bisa diinderakan tentu bukanlah sesuatu yang bisa dinyatakan sebagai kebenaran. Jadi mereka tidak percaya ada kekuatan yang berbasis pada pengalaman religious. Tuhan tidak ada, dan kegaiban juga tidak ada. Yang ada hanya materi. Jadi jika manusia mati, maka disebabkan oleh rusaknya bagian tubuh manusia, misalnya jantung, paru-paru, otak, dan sebagainya. Kerusakan pada salah satu dari organ tersebut menyebabkan kematian. jadi gak ada dimensi roh atau bahkan jiwa. Yang ada hanya fisik belaka.

Lalu pandangan kaum agamawan. Di dalam pandangan ini, bahwa manusia terdiri dari sekurang-kurangnya jiwa dan raga. Jiwa itu abstrak sedangkan raga itu fisikal. Saya menyatakan bahwa manusia memiliki tiga dimensi, yaitu fisik atau raga, jiwa atau nafsu dan roh. Orang dinyatakan mati jika rohnya, bukan jiawanya, yang meninggalkan fisik atau raganya. Roh itu datang dari Tuhan dan akan Kembali kepada Tuhan. Roh itu bagian dari Tuhan, saya tidak berani menyatakan secara lebih tegas, karena Roh adalah tiupan Tuhan di kala manusia masih berada di dalam Rahim ibundanya. Sebagai tiupan Tuhan maka ada yang ditiupkan dan itulah yang disebut sebagai roh. Orang yang kemampuan paru-parunya di bawah 30 persen, maka peluangnya untuk mati lebih besar. Bisa tetap hidup jika dilakukan Upaya untuk membantu pernafasan dan mempertahankan organ tubuh lainnya. Bahkan ada orang yang bertahun-tahun berada di dalam nuansa koma, tetapi hidupnya tergantung pada alat-alat yang dipergunakan untuk mempertahankan hidupnya.

Di dalam ajaran Islam, bahwa kematian adalah haq atau kepastian, kapan datangnya kematian tidak ada yang tahu. Kapan ajal akan datang tidak ada yang memgetahuinya. Itu adalah hak Allah yang bersifat azali. Bahkan kala Nabi Muhammad SAW ditanya tentang Roh, maka Nabi menyatakan bahwa Roh adalah urusan Tuhan, dan kita hanya dibekali ilmu yang sangat sedikit. Bagaimana dengan suntik mati untuk orang yang sudah tidak berpeluang hidup dengan baik, maka disitulah takdir itu berlaku. Sesuai dengan takdir Tuhan, maka instrument kematian itu terjadi.

Ketiga, tentang mati suri sebagaimana diceritakan oleh Pak Harun, kiranya bisa diambil Pelajaran bahwa ternyata manusia yang beriman atau tidak beriman sesungguhnya akan mengalami “kehidupan” sesudah kematian. di kala seseorang mati suri itu ditunjukkan bahwa ada pengalaman kehidupan yang bisa diputar ulang oleh alam gaibnya, dan hal tersebut nyata atau fakta empiris transcendental. Bukan hasil rekayasa seseorang tetapi benar-benar sebuah fakta yang meyakinkan tentang keberadaan kehidupan sesudah kematian.

Jika keyakinan kita seperti itu, maka saya menjadi teringat akan lagunya Ebiet G. Ade, yang berjudul “Masih ada Waktu”. (nursyamcentre 06/03/23). Sebuah lagu yang perlu untuk direnungkan. Mumpung masih ada waktu hendaknya kita “…mumpung masih ada lesempatan buat kita,  mengumpulkan bekal perjalanan abadi, kita mesti bersyukur bahwa kita masih diberi waktu entah sampai kapan tak ada bakal yang dapat menghitung… Yang terbaik hanyalah  segera bersujud mumpung kita masih diberi waktu”.

Wallahu a’lam bi shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..