• December 2025
    M T W T F S S
    « Nov    
    1234567
    891011121314
    15161718192021
    22232425262728
    293031  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

BERTERIMA KASIH KEPADA NON MUSLIM, BAGAIMANAKAH?

BERTERIMA KASIH KEPADA NON MUSLIM, BAGAIMANAKAH?

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Di dalam pengajian ini (Selasa, 22/04/2025), saya juga sempat menyampaikan bahwa berterima kasih itu tentu tidak hanya dikaitkan sengan sesama agama, yang tentu saja jawabannya sudah jelas. Harus dilakukan. Berterima kasih kepada sesama manusia, umat Islam, tentu perbuatan yang sangat terpuji di hadapan Allah SWT. Jika kita berterima kasih kepada manusia, khususnya kepada sesama umat Islam, tentu Allah sangat menyukainya.

Akan tetapi bagaimana dengan terima kasih kepada umat non muslim. Apakah juga harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan. Maka menurut saya, bahwa konteks Hadits Nabi Muhammad SAW tersebut sangat umum. Konteksnya bersyukur kepada manusia, bukan hanya bersyukur kepada umat Islam saja. “Fa man lam yaskurin nas lam yaskurillah”. Khitab hadits ini adalah kepada manusia dan tidak hanya kepada umat Islam. Jadi bersyukur kepada umat non muslim diperbolehkan. Jika ada umat non muslim yang berbuat baik kepada kita maka kita harus mengucapkan terima kasih.

Di dalam pengajian yang diselenggarakan oleh Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya, terdapat sebuah pertanyaan menarik dari jamaah, Pak Suryanto, terkait dengan  apakah mendoakan kepada non-muslim itu boleh atau tidak, sebab saya pernah mendengarkan pengajian bahwa mendoakan orang non muslim itu tidak diperbolehkan. Sebuah pertanyaan yang tidak mudah untuk menjawabnya.

Saya akan mencoba memberikan jawaban sesuai dengan nalar keagamaan yang saya miliki. Jangan dibayangkan saya akan menggunakan dalil-dalil agama yang tentu tidak mudah didapatkan. Setelah saya merenung sampailah saya pada jawaban, bahwa berdoa untuk orang non muslim itu boleh. Dengan catatan, yaitu mendoakan keselamatan untuk kehidupan yang bersifat duniawi tentu tidak ada halangan. Misalnya, selamat ulang tahun, selamat jalan, salam Bahagia, selamat menunaikan pernikahan, selamat memiliki putra atau putri, bahkan selamat beribadah. Yang bisa debatable adalah mengucapkan doa keselamatan untuk akherat, karena di sini ada masalah teologis yang jelas. Jadi misalnya mendoakan agar mereka mendapatkan keselamatan di akherat. Ini bisa jadi sebuah paradoks, sebab muslim dan non  muslim memiliki dimensi teologis yang membatasi dengan tegas, ini agamaku dan itu agamamu. Ini keyakinanku dan itu keyakinanmu. Lakum dinukum waliyadin.

Di dalam relasi antar umat beragama tentu yang dijadikan patokan adalah saling menghargai. Saya menghargai umat yang beragama lain dan umat beragama lain juga menghargai saya. Ini prinsipnya. Melalui cara penghormatan satu dengan lainnya, maka akan terbentuk sikap untuk tidak saling menyalahkan dan membenarkan diri sendiri. Beragama itu urusan keyakinan dan prinsip ini yang harus dipahami. Ada ruang secara internal membenarkan agamanya sendiri atau truth claimed, dan ada ruang eksternal yang kita harus bernegosiasi tentang kebenaran masing-masing. Di dalam ruang internum kita dapat  meyakini dan bahkan harus meyakini keyakinan kita secara bulat, akan tetapi di ruang eksternum maka kita dapat menghargai keyakinan orang lain.

Dengan cara seperti ini, maka kita dapat berkawan dengan siapa saja dan bisa bersahabat dengan siapa saja. Kita akan dapat membangun kehidupan dalam lintas agama, tanpa prasangka dan sikap yang berlebihan. Saya terbiasa untuk saling mengucapkan selamat hari raya, dan saya menjalaninya dengan enjoy saja. Tidak ada perasaan saya berkurang keimanan saya, dan saya juga merasa hal ini sebagai kewajiban kemasyarakatan kewajiban ijtima’iyah.

Mungkin ada di antara kita yang tidak setuju dengan pandangan ini. Bagi sekelompok orang tertentu yang beranggapan keabsolutan relasi social, maka hal seperti ini pasti merupakan kekeliruan berpikir. Tetapi bagi saya yang absolut itu dimensi teologis dan ritual, tetapi di dalam relasi social kemanusiaan tidak mutlak berlaku absoluditas keyakinan tersebut. Bagi saya bahwa umat Islam boleh berhubungan dengan sesama muslim dan tentu juga boleh berhubungan social dengan umat non muslim. Ada ukhuwah insaniyah atau persaudaraan sesama manusia yang  menjadi kewajiban kita.

Dimensi internum memang mutlak atau absolut, tidak boleh bergeser sedikitpun, akan tetapi di dalam relasi eksternum bisa plus dan minus. Ada ruang hablum minallah yang pasti tidak bisa digeser, dan ada ruang hablum minan nas yang bisa dilakukan negosiasi antar manusia. Orang bisa saling menghormati, orang bisa saling berterima kasih dan orang bisa saling berbagi kebaikan untuk kepentingan duniawi.

Inilah prinsip yang sebaiknya digunakan di dalam membangun persaudaraan sesama umat manusia. Islam  sudah mengajarkannya dengan sangat baik. Saya yakin bahwa dengan cara seperti ini, maka kehidupan di dunia akan penuh dengan kebaikan, kebahagiaan dan keselamatan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..