MEMBANGUN RUMAH INDAH DI SURGA, MUNGKINKAH?
MEMBANGUN RUMAH INDAH DI SURGA, MUNGKINKAH?
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Keberadaan surga sebagai tempat untuk membalas atas orang yang berprilaku baik atau beramal yang shaleh saja masih diragukan orang. Begitulah kira-kira “keraguan” tentang kemungkinan orang beriman dan beramal shaleh dapat membangun rumah indah di surga. Bagi orang atheis atau agnostic, jawabannya pasti tidak dapat. Tetapi bagi umat Islam, maka jawabannya yakin bahwa umat Islam yang menjalankan ajaran Islam dipastikan bisa.
Surga memang bagian dari kegaiban di antara kegaiban-kegaiban lainnya di dalam ajaran Islam. Selain itu juga terdapat neraka, alam kubur, dan alam akherat. Semuanya ini termasuk misteri di dalam agama yang manusia harus meyakini dengan tidak mempertanyakannya. Ini merupakan wilayah doktrin agama yang mutlak. Wilayah iman, yaitu wilayah yang manusia hanya bisa percaya dan tidak menolaknya. Yang diharapkan adalah iman sebagaimana yang dilakukan oleh Abu Bakar As Shddiq, sosok pelaku iman yang tidak diragukan.
Sebagaimana diceritakan oleh Prof. Nasaruddin Umar, Menag, bahwa Nabi Muhammad SAW memiliki sahabat-sahabat yang hebat. Ada sahabat Abu Bakar yang beriman dengan segenap rasa keberagamaannya, ada sahabat Umar yang beragama secara rasional, ada sahabat Usman yang beragama dengan kedermawanaanya dan keikhlasannya dan ada sahabat Ali yang beriman dengan kecerdasannya. Oleh karena itu, mereka mengawali imannya yang sesuai dengan pendekatannya, tetapi pada ujung akhirnya semua meyakini secara total akan Ketuhanan Allah SWT dan Kenabian Muhammad SAW.
Ada tiga alasan mengapa manusia akan bisa mendapatkan rumah indah di surga, yaitu: pertama, alasan teologis. Semua teks suci dalam agama-agama menyatakan bahwa nanti akan terdapat kehidupan di akherat. Agama-agama Semitis, Yahudi, Nasrani dan Islam, semuanya mengabarkan hal tersebut. Artinya berdasar atas kajian intertext, maka semua agama membenarkan keberadaan surga. Agama Hindu dan Budha juga menggambarkan hal yang sama. Dengan demikian agama-agama yang dipeluk oleh umat manusia mengakui akan keberadaan surga dengan nama yang berbeda-beda sesuai dengan Bahasa kitab sucinya.
Islam memberikan gambaran bahwa surga atau Jannah di dalam Bahasa Arab merupakan tempat yang dijanjikan oleh Allah SWT kepada umat Islam yang patuh dan taat kepada ajaran agamanya. Mereka meyakini akan kebenaran rukun iman dan juga menjalankan rukun Islam serta berakhlak yang baik kepada sesama umat manusia. Di dalam Surat Al Kahfi ayat 110, dijelaskan sebagai berikut: “Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya, maka hendaklah dia mengerjakan Kebajikan dan janganlah dia menyekutukan dengan sesuatupun dalam beribadah kepada Tuhannya”.
Ayat ini memberikan kabar gembira kepada umat Islam, bahwa manusia kelak di alam akherat, bagi yang masuk surga, maka akan bertemu dengan Allah, Dzat Rabbul izzati, dengan catatan orang tersebut berbuat Kebajikan dan tidak menyekutukan Tuhannya. Mereka adalah ahli surga, sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah SWT. Makanya umat Islam yang melakukan amal kebaikan dijanjikan untuk masuk surga dari berbagai macam pintu yang disediakannya.
Salah satu kegembiraan bagi umat Islam adalah Allah SWT akan membangunkan rumah di surga. Nabi Muhammad SAW menyatakan “barang siapa yang membangun masjid maka Allah akan membangunkan rumah baginya di surga”. Jadi manusia akan memiliki rumah di surga, khususnya bagi yang bisa membangun masjid. Oleh karena itu jika ada banyak umat Islam yang memiliki harta yang lebih, maka yang diutamakan adalah membangun masjid. Orang Arab Saudi yang kaya banyak membangun masjid di Indonesia. Tentu diilhami oleh pernyataan Nabi Muhammad SAW tersebut.
Kedua, secara sosiologis, manusia mengakui bahwa ada orang yang baik dan ada orang yang jahat. Pengakuan tersebut tentu didasari oleh realitas yang dihadapinya. Ada sebuah peribahasa: “macan mati meninggalkan belang, gajah mati meninggalkan gading, dan manusia mati meninggalkan nama”. Jadi orang baik itu ada secara sosiologis. Tentu saja kebaikan tersebut tergantung dari cara pandang masing-masing. Ada yang menggunakan ukuran agama dan ada yang menggunakan ukuran lainnya.
Manusia memang hidup dalam suatu komunitas dan suatu Masyarakat, sehingga kebaikan atau keburukan tersebut tentu saja dapat diketahui oleh orang lain. Dalam hal yang sangat realistis, misalnya ada orang yang dermawan dan ada orang yang pelit. Ada orang yang sabar dan ada orang yang pemarah. Ada orang yang keras dan ada orang yang lemah lembut dan sebagainya. Semua dapat diukur oleh ukuran manusia.
Diyakini oleh Masyarakat beragama bahwa orang yang baik nanti akan mendapatkan balasan di surga dan orang yang jahat akan mendapatkan balasan di neraka. Masyarakat meyakini hal itu. Pengetahuan seperti itu bisa didapatkan dari berbagai penjelasan para ulama yang tersebar di berbagai platform. Baik platform digital maupun platform konvensional lainnya. Semua menggambarkan betapa orang baik itu akan memperoleh kebaikan dan orang yang jahat juga akan berakibat bagi dirinya. Di dalam filsafat Jawa dikenal konsep “ngunduh wohing pakarti” yang di dalam Bahasa Indonesia dapat diterjemahkan: “memanen atas usaha yang dilakukannya”.
Ketiga, Dari uraian secara teologis maupun sosiologis ini menggambarkan bahwa kebaikan akan berbuah kebaikan dan kejahatan akan berbuah kejahatan. Oleh karena itu manusia akan bisa memilih, apakah akan menjadi orang yang baik atau menjadi orang yang jahat. Orang yang baik, berdasarkan atas pandangan teologis maupun sosiologis akan mendapatkan balasan di surga, dan orang yang berbuat jahat akan menjadi penghuni neraka. Dari sinilah akan bisa dipahami makna manusia memiliki rumah di surga atau bahkan secara provokatif dapat disebut bahwa manusia dapat mendirikan rumah di surga. Mendirikan tentu dalam makna simbolik, sebab Tuhan memang sudah menyediakan rumah-rumah indah di surga.
Wallahu a’lam bi al shawab.
