BUKAN SEKEDAR SUPORTER BONEK
Ternyata kerugian PT Kereta Api yang harus mengangkut bonekmania Persebaya jumlahnya cukup banyak, menurut perhitungan mencapai Rp. 600 juta. Kerusakan tersebut disebabkan oleh lemparan batu, kayu, botol atau lainnya yang mengenai kaca dan body kereta api, selain kerusakan di dalam kereta api yang disebabkan oleh tindakan bonekmania. Memang sepanjang perjalanan dari Bandung ke Surabaya, kereta api tersebut mendapatkan serangan dari masyarakat di sepanjang perjalanan. Tampaknya, ada kebencian yang terpendam di kalangan masyarakat. Bisa jadi, hal itu disebabkan oleh perilaku bonekmania yang sering anarkhis.
Secara teoretik, bahwa kekerasan akan menimbulkan kekerasan baru atau yang disebut sebagai siklus kekerasan. Pembalasan demi pembalasan yang dilakukan oleh masyarakat terhadap para suporter bola ini, tentu saja disebabkan oleh tindakan anarkhis yang pernah dilakukannya. Melihat perilakunya yang memang mengandung kekerasan, maka bisa jadi ada orang lain yang menjadi terusik. Dan jika kemudian, tidak hanya sekedar terusik karena kekerasan simbolik, akan tetapi “terluka” yang disebabkan oleh kekerasan aktual yang pernah mengenainya, maka dapat dipastikan bahwa hal ini akan menimbulkan kekerasan balasan jika ada kesempatan. Lemparan batu, kayu, botol atau lainnya ke kereta api pembawa bonekmania adalah bentuk siklus kekerasan aktual balasan.
Menghentikan terhadap bonekmania tentu juga tidak mungkin. Mereka telah memiliki perasaan in group yang sangat kuat. Mereka telah memasuki “alam tak sadar” atau tindakan “mekanik” yang bisa muncul sewaktu-waktu, jika tim yang didukungnya kalah atau anggapan ada kesalahan wasit atau pemihakan wasit terhadap lawan timnya. Inilah yang mungkin disebut sebagai deviasi moral. Artinya, bahwa mereka mengalami gangguan dilihat dari moralitas yang semestinya menjadi pegangan kehidupannya.
Bisa jadi, mereka menjadi senang melihat ada orang yang ketakutan karena perilakunya. Bisa jadi, mereka merasa bangga jika bisa membuat orang lari terbirit-birit karena tindakannya. Dan bisa jadi, mereka merasa puas melihat ada orang lain sengsara. Bahkan yang menyedihkan, jika mereka merasa bangga melihat kerusakan yang diakibatkan oleh perilakunya. Di dalam hal ini, maka mereka mengalami deviasi moral yang mengkhawatirkan.
Tentu saja kita tidak bisa menyalahkan semuanya pada mereka. Jika kita menggunakan konsepsi fenomenologis, tentu ada faktor eksternal yang menyebabkannya. Dengan menggunakan dugaan ”kasar”, maka para bonekmania ini kebanyakan adalah anak-anak lulusan SLTA yang secara terstruktur belum bekerja. Mereka ini kemudian membentuk gang-gang motor yang sering bersama-sama. Kemudian mereka menemukan dunia kesamaan sebagai suporter bola. Mengapa suporter bola yang dipilih? Sebab dunia suporter bola identik dengan ”kepahlawan” bagi orang-orang yang selama ini terpinggirkan dari dunia kerja, karya dan dunia sekelilingnya.
Cobalah jika dilihat yang dilakukannya dengan bersepeda motor. Sepeda motornya rata-rata dimodifikasi, rambutnya rata-rata panjang, anting-antingnya bervariasi, kemudian ikat kepala, kalung, gelang dan asesori lainnya yang menggambarkan sebagai orang pinggiran. Mereka secara sengaja membedakan diri dari kelompok stable lainnya. Jika bersepeda motor bersama, maka mereka kuasai jalan seakan-akan jalan raya itu hanya milik kelompoknya. Oleh karena itu, mereka bisa dinyatakan sebagai ”Orang Yang Ingin Menjadi Raja Sehari.” Semua ingin ditundukkannya.
Jadi, jika dipahami secara mendasar, bahwa perilaku mereka sebenarnya adalah ungkapan kekecewaan karena keterbatasan dunia kerja yang tidak mampu menampungnya, sehingga mereka menjadi penganggur. Akibat ketiadaan pekerjaan itu, maka mereka bisa menjadi suporter bonek yang bisa kemana saja dan melakukan apa saja. Sesungguhnya perilaku suporter bukan karena ketiadaan penyebab, tetapi dipastikan ada penyebab terutama penyebab external. Ketiadaan pekerjaan, pergaulan dan keinginan menyalurkan aspirasi diri, dan fanatisme kelompok tentu menjadi faktor penting di dalam tingkah laku suporter bola.
Dengan demikian, kita tidak bisa melihat perilaku suporter bola sebagai kelakuan tunggal akan tetapi adalah akumulasi kelakuan yang saling memicu dan menghasilkan tindakan yang terkadang di luar kontrol dirinya.
Maka, penyelesaian terhadap kasus suporter bola bonek juga tidak bisa hanya dengan mengekang mereka agar berhenti menjadi bonek, akan tetapi juga harus menyeluruh. Masyarakat, pihak swasta, pemerintah dan badan-badan usaha harus melibatkan diri agar mereka menjadi anggota yang masyarakat seperti lainnya.
Wallahu a’lam bi al shawab.