TRAGEDI LOS ANGELES: KAUM TEOLOGIAN, SEKULARIS DAN HUMANIS
TRAGEDI LOS ANGELES: KAUM TEOLOGIAN, SEKULARIS DAN HUMANIS
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Berita tentang kebakaran super hebat yang menimpa Los Angeles di Amerika Serikat sungguh menarik untuk dicermati. Ada yang bisa dikategorikan hoaks dan ada yang diperkirakan benar dan ada yang memang benar-benar apa adanya. Saya tentu tidak menilai secara lebih mendalam tentang macam-macam berita tersebut, akan tetapi saya kira juga pantas kalau saya juga terlibat dalam jagat meramaikan tentang media social tentang kebakaran di Amerika Serikat yang menyedot pemberitaan dan respon yang luar biasa dimaksud.
Ide tulisan ini sesungguhnya muncul dari jamaah yang tergabung dalam Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) yang menyelenggarakan pengajian pada Hari Selasa yang lalu. Tepatnya pada tanggal 14 Januari 2024. Sebagaimana biasa bahwa ngaji ini bercorak interaktif, yaitu tidak hanya melulu dari penceramah tetapi juga terdapat pembahasan dari audience. Setelah Ustadz Sahid Sumitro, trainer Pengembangan SDM, lalu saya memberikan ulasan sekenanya, maka Pak Mulyanta menanyakan tentang kebakaran di Los Angeles yang memantik banyak respon dari netizen, baik yang bercorak memberikan gambaran tentang balasan Tuhan, atau yang tidak menganggap bahwa kebakaran tersebut bukan punishment dari Allah SWT.
Di dalam penjelasan saya, kemudian saya sampaikan ada tiga kelompok masyarakat atau netizen yang memberikan respon atas peristiwa dimaksud. Kebakaran ini memang peristiwa yang luar biasa baik dalam cakupan peristiwanya, tingkat keparahannya dan daya kerusakan yang diakibatkannya. Bisa dibayangkan bahwa kerugian yang ditimbulkan oleh kebakaran ini mencapai angka Rp2400 trilyun. Lebih besar dari APBN Pemerintah Indonesia, yang hanya Rp2.300 trilyun. Belum lagi hilangnya nyawa yang makin bertambah, dan yang terparah adalah rusaknya insfrastruktur sejarah Los Angeles sebagai kota peradaban dan maju di Amerika. Banyak orang kaya, artis, pesohor dan tokoh-tokoh dunia yang berada dan hidup di kota yang bersejarah dimaksud.
Pertama, respon kaum theologian yang menyatakan bahwa kebakaran hebat di Los Angeles merupakan azab Tuhan kepada Presiden terpilih Donald Trump yang akan menjadikan Gaza sebagai neraka. Selama ini dukungan Amerika atas Israel memang luar biasa. Tidak hanya kebijakan double standart atau double speaks, akan tetapi juga bantuan militer yang nilainya sangat luar biasa. Amerika selama ini memperlakukan Israel dengan kebijakan yang memihaknya. Nyaris tidak ada kesalahan dalam semua Tindakan Israel atas pendudukan Jalur Gaza, sementara tidak ada benarnya sedikitpun atas Tindakan Palestina untuk mempertahankan wilayahnya. Yang dilakukan Israel dalam kerangka untuk memburu dan menihilkan terorisme. Bangsa Palestina sama dengan kaum teroris. Yang dilakukan oleh Israel adalah Tindakan de-terorisme. Inilah yang disebut sebagai state terrorism.
Kebakaran di Los Angeles adalah kutukan Tuhan atas kesombongan seorang Donald Trump yang akan menghancurkan bangsa Palestina. Sebuah genosida yang direncanakan. Di dalam media social dapat diketahui tentang unggahan yang menggambarkan pandangan tersebut. Ada yang memang realistis dan ada yang hoaks. Keduanya bercampurbaur dalam tayangan media. Tayangan di media social tersebut menggambarkan kegeraman atas prilaku Amerika yang arogan. Di dalam pidato dinyatakan akan membangun peacefull jihad, akan tetapi di tangannya menggenggam bom yang siap diledakkan. Di tengah media social yang deras seperti sekarang, maka masyarakat tidak lagi dapat diperbodoh oleh ucapan-ucapan yang retorikanya seakan-akan melakukan kebaikan, padahal sesungguhnya hal tersebut hanyalah ungkapan belaka.
Kedua, respon kaum sekularis bahwa tragedy Los Angeles tidak ada hubungannya dengan agama atau teologi. Peristiwa ini merupakan peristiwa alam yang memang terjadi dan tidak ada campur tangan agama. Hanya sebuah peristiwa alam yang terjadi sebagaimana peristiwa-peristiwa alam yang terjadi di tempat lainnya. Jika kemudian tragedy ini menjadi semakin membesar dan meluas, maka penjelasannya adalah karena factor alam yang memang seperti itu. Dipastikan ada penyebab alam dan akibat yang ditimbulkannya. Berdasarkan hukum alam, bahwa di mana terjadi kebakaran, maka akan menimbulkan angin kencang dan itu akan menjadi penyebab mengapa terjdi perluasan wilayah yang terbakar. Pernyataan Trump itu berdiri sendiri dan peristiwa kebakan juga berdiri sendiri-sendiri. Di sini tidak terdapat keterkaitan antara peristiwa alam tersebut dengan kutukan atas nama Tuhan.
Sebagaimana pandangan kaum sekularis dalam melihat relasi antara agama dan realitas social, maka mereka berpandangan bahwa agama memiliki otoritasnya sendiri dan realitas social juga memiliki realitasnya sendiri. Masing-masing berdiri sendiri-sendiri dan tidak saling berhubungan. Manusia dewasa ini hidup dalam dunia realitas social dan bukan hidup di era metafisika apalagi teologia. Bagi kaum kesularis bahwa setiap peristiwa aalam akan dapat dijelaskan dengan hukum alam. Jadi tidak bisa djelaskan dengan pandangan metafisi atau dibalik peristiwa apalagi pandangan teologis yang menyandarkan semuanya pada Tuhan.
Ketiga, respon kaum humanis yang secara prinsip memadang bahwa musibah tentu tetap sebagai musibah dan yang sesungguhnya menderita adalah manusia yang terkena musibah dimaksud. Makanya, merekalah yang sesungguhnya perlu untuk diperhatikan di dalam musibah ini. Tidak perduli apakah yang terkena musibah tersebut orang yang beragama dengan varian agamanya, atau bahkan orang atheis, akan tetapi dipastikan bahwa musibh merupakan penderitaan yang tidak terkira. Kepada merekalah manusia harus memberikan simpatinya dengan harapan ketabahan akan tetap menjadi bagian dari kehidupannya.
Wallahu a’lam bi al shawab.