DAKWAH RASULULLAH YANG INDAH
DAKWAH RASULULLAH YANG INDAH
Prof. Dr. Nur Syam, MSi
Banyak ahli orientalis yang menyatakan bahwa Islam itu disebarkan dengan pedang. Islam itu berkembang dengan melalui peperangan. Seakademis-akademisnya seseorang ternyata memang tidak bisa menempatkan dirinya dalam konteks obyektivitas secara ilmiah. Selalu ada muatan subyektivitas di dalam menganalisis atau menjelaskan dan menggambarkan fenomena atau fakta yang dikajinya.
Hal ini juga berlaku bagi para orientalis, yang selalu menempatkan Nabi Muhammad SAW sebagai sosok orang yang dianggap haus kekuasaan, haus darah, pathologis dan bahkan maniak seks dan berbagai sebutan yang mendegradasi posisinya sebagai Rasulullah yang agung akhlaknya yang tidak memiliki cela di dalam kehidupannya. Mereka tetap saja menganggap bahwa Nabi Muhammad SAW adalah manusia yang dianggapnya tidak sempurna. Tujuannya adalah melakukan down grade atas kehebatan, kebaikan dan akhlak mulia Rasulullah Muhammad SAW.
Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai seorang Nabi yang sangat penyabar. Di kala berdakwah di Thaif dan dilempari dengan kotoran hewan bahkan dilempari dengan batu hingga berdarah, maka Beliau tetap sabar. Tidak ada kemarahan sedikitpun. Bahkan di kala ditawari oleh Malaikat Jibril untuk menghancurkan penduduk Thaif dengan menjepitnya dengan dua gunung di sana, maka Nabi Muhammad SAW menolaknya dan menyatakan bahwa Beliau diutus untuk menyadarkan mereka agar mau menjadi muslim dan bukan menghancurkannya. Jika mereka melakukan tindakan kekerasan semata-mata karena mereka belum memahami Islam.
Di kala mengharuskannya untuk berperang terhadap para musuh Islam, maka pesannya kepada pasukannya agar jangan merusak tanaman, jangan merusak kebun kurma, jangan menyakiti orang tua, perempuan dan anak-anak. Jangan menyiksa orang yang lemah dan jangan merusak tempat ibadah. Sungguh suatu fenomena yang sangat luar biasa. Adakah orang yang seperti ini di zaman sekarang. Saya nyatakan tidak ada. Perang adalah pemusnahan. Lihatlah perang di Wilayah Gaza, perang di wilayah Ukraina dan lainnya. Mereka menggunakan senjata pemusnah masal. Merusak tempat ibadah, rumah sakit, lembaga pendidikan, dan merusak perumahan sipil. Sungguh luar biasa daya rusaknya.
Nabi Muhammad melakukan perjanjian dengan suku, pemeluk agama dan pemimpin kabilah-kabilah di dalam dan sekitar Madinah. Inti dari perjanjian itu adalah perjanjian damai. Mereka semua setuju atas perjanjian damai dimaksud. Tak ada satupun yang menolak.
Namun ada di antara mereka yang menyalahi perjanjian tersebut. Mereka mencederai atas perjanjian damai. Ada yang melakukan tindakan untuk memusuhi dan merancang kekuatan untuk melawan terhadap umat Islam. Pada saat seperti itu maka Nabi Muhammad SAW melakukan tabayyun untuk mengetahui apakah memang benar mereka akan melakukan pencideraan kesepakatan dan jika memang benar-benar seperti itu, maka Nabi Muhammad SAW barulah memutuskan untuk melakukan tindakan peperangan. Jika masih memungkinkan ada celah untuk melakukan negosiasi agar tidak berperang maka hal tersebut yang akan dilakukan. Jika benar-benar sudah tidak ada jalan lain, barulah Nabi Muhammad SAW meresponnya dengan kekuatan pasukan yang cukup.
Saya membuat dua tipologi dakwah Rasulullah, yaitu: pertama, dakwah soft power, yaitu dakwah yang mengedepankan kerahmatan bagi alam semesta. Nabi Muhammad SAW menggunakan cara dakwah yang lemah lembut dengan mengedepankan hikmah atau kebijaksanaan. Tercakup di sini adalah dakwah dengan nasehat atau mauidzah hasanah dan mujadalah atau perdebatan yang terbaik. Perdebatan yang tidak melukai perasaan akan tetapi dengan menggunakan kekuatan ratio untuk mencari dan menemukan kebenaran. Agama itu persoalan akal, sehingga adakalanya harus menggunakan akal untuk menemukan kebenaran. Selain menggunakan mauidzah hasanah juga menggunakan wajadilhum billati hiya ahsan. Cara berdakwah dengan menggunakan hati dan rasio adalah cara dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dan diteruskan oleh para ulama yang saleh.
Kedua, dakwah menggunakan hard power atau kekuatan senjata dan pasukan yang memadai. Dakwah dengan cara ini merupakan jalan terakhir, bukan jalan pertama. Jika melacak kesejarahan dakwah Islam terutama di Madinah, maka peperangan yang dilakukan atas lawan-lawannya adalah dengan prinsip tidak memulai memerangi tetapi merupakan respon atas ancaman yang dilakukan oleh umat non-muslim. Dengan demikian, dakwah yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW bukanlah menggunakan cara kekerasan semata. Tetapi yang lebih utama adalah dakwah dengan perdamaian atau peacefull jihad.
Cara dakwah seperti ini juga dijumpai di dalam Islamisasi di Nusantara. Islam berkembang bukan melalui pedang tetapi melalui dakwah dengan cara-cara yang damai. Yang dilakukan bukanlah melakukan penyerangan atas umat beragama lain, tetapi menggunakan cara tasawuf, melalui jalan penyadaran atas pemahaman beragama dan kemudian baru mengubah prilakunya. Dakwah yang dilakukan oleh para Walisanga menggunakan cara-cara yang sangat beradab dan penuh dengan kasih sayang, toleransi dan penghargaan atas tradisi yang sudah berurat-akar pada masyarakat Nusantara. Mereka menerapkan prinsip hangajawi atau menjadi Orang Jawa dan bukan hangarabi atau menjadi Orang Arab.
Wallahu a’lam bi al shawab.