Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MU DAN BOMBING DI INDONESIA

Siapa kira bahwa kedatangan Manchester United ke Indonesia ternyata berharga sangat mahal. Menurut koran Warta Kota Jakarta, Jumat 17 Juli 2009  bahwa hanya untuk menjamu Manchester United (MU) dibutuhkan dana 30 milyard rupiah. Rombongan tim Setan Merah itu sebanyak 96 orang dan dilayani nyaris selevel dengan Presiden Amerika Serikat.

Sepakbola memang bukan sekedar olahraga. Football sudah menjadi sebuah seni, olahraga dan bisnis. Makanya dunia sepakbola nyaris sebagai lahan bisnis yang dapat memantik laba atau rugi layaknya dunia bisnis lainnya. Club pun bisa diperjualbelikan. Orang Arab kaya pun tertarik membeli club sepakbola. Club Manchester City pun dibeli seorang bangsawan Uni Emirat Arab, Syeikh Mansour Bin Zayed Al- Nahyan. Dan itu dianggap sebagai investasi.  

Mereka yang menjadi penggemar bola pun memperoleh sebutan macam-macam. Bolamania, gibol sampai fans berat yang disebut holigans. Bahkan mereka juga membikin asosiasi fans sepakbola. Untuk klub Indonesia misalnya Aremania, dan sebagainya. Mereka membentuk ikatan solidaritas sebagai dukungan atas klubnya masing-masing. Sebagai perwujudan kecintaan dan dukungan terhadap clubnya maka mereka juga mengusung simbol-simbol club. Jadi sepakbola sudah menjadi ikon bagi sebagian masyarakat yang menjadi penggemarnya.

Sebagai sportainment sepakbola memiliki magnet luar biasa. Kita bisa melihat bagaimana anak-anak muda memelototi layar televisi semalaman bahkan melupakan tugas belajarnya. Mereka semua hafal nama-nama pemain MU bahkan juga WAGs (isteri atau pendamping wanitanya).

Kita, para pendidik bahkan terkadang memiliki kekhawatiran bahwa dengan gencarnya siaran televisi yang berupa penayangan sepakbola akan menyebabkan generasi yang  akan datang adalah generasi yang tidak memiliki keahlian  dan tidak mampu merespon masa depan. Tentu kita berharap dugaan ini salah. Kita tetap berharap bahwa harus ada pembatasan tentang siaran sepakbola bahkan lainnya yang dirasa akan dapat menjadikan generasi muda atau siapa saja kemudian tidak memiliki kemampuan responsip terhaap diri dan masyarakatnya. Permainan sepakbola yang dikemas dalam sportainment sungguh-sungguh telah menjadi bagian dari kebutuhan.

Bola itu bundar tetapi punya daya sihir luar biasa. Ada yang menjadi penggila, ada yang mendamba tetapi juga ada yang membencinya. MU adalah dunia barat. Gemerlap bisnis barat, dunia pasar bebas dan pembawa budaya permissiveness. Makanya ketika MU datang ke Indonesia untuk bersparing partner dengan Tim Indonesia selection dan akan menginap di Hotel Ritz Carlton sebuah hotel berkelas internasional, maka hotel tersebut dibom. Bahkan juga Hotel JW. Mariott yang bersebelahan. Korbannya juga tidak sedikit sebanyak sembilan orang meninggal dan 60-an yang terluka.

 Tentu saja tudingan pun segera mengarah kepada kelompok yang selama ini sangat membenci barat. Dan tudingan itu pasti kepada kelompok Islam garis keras. Khususnya Noor Din M. Top yang dinyatakan sebagai gembong teroris yang hingga sekarang belum tertangkap. Terorisme memang terus membayangi kehidupan damai masyarakat di banyak negara.

Kita sungguh tidak tahu apa motif mereka melakukanya tetapi yang jelas bahwa genealogi kekerasan agama akan terus ada. Entah sampai kapan kelompok seperti ini akan terus melakukan teror atas nama agama.

Wallahu a’lam bi al-shawab. 

Categories: Opini