• November 2024
    M T W T F S S
    « Oct    
     123
    45678910
    11121314151617
    18192021222324
    252627282930  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

MENGKAJI AGAMA-AGAMA UNTUK MEMPERKUAT IMAN

MENGKAJI AGAMA-AGAMA UNTUK MEMPERKUAT IMAN

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Akhir-akhir ini perbincangan mengenai ilmu perbandingan agama atau bisa disebut sebagai studi agama-agama mulai menghangat kembali. Ilmu ini cukup lama terlelap dalam tidurnya. Semenjak digaungkan oleh Prof. Dr. Mukti Ali, mantan Menteri Agama RI, maka seakan-akan ilmu ini mati suri. Makanya lalu diubah menjadi program studi ilmu agama-agama. Nyaris di seluruh Perguruan Tinggi Islam, maka tidak lagi menggunakan nomenklatur Ilmu Perbandingan Agama,  tetapi menggunakan nomenklatur Studi Agama-Agama.

Nama itu tidak penting. Begitulah Shakespeare, menyatakannya. Perubahan nama ini tentu dimaksudkan agar kajian atas agama dan beragama tersebut tidak dalam kerangka membandingkan mana yang lebih benar dibanding dengan lainnya, akan tetapi memberikan gambaran bahwa ada agama-agama yang bisa dikaji dari berbagai perspektif sesuai dengan agama dan pemeluk agamanya. Melalui nomenklatur baru diharapkan program studi ini lebih memberikan peluang untuk berkembang.

Dalam acara ngaji di Masjid Al Ihsan, Perumahan Lotus Regency, 03/04/2024, maka saya sampaikan kepada Komunitas Ngaji Bahagia (KNB) bahwa mempelajari agama-agama itu penting di dalam kerangka untuk memperkuat iman dan pengamalan beragama kita. Melalui pengkajian agama lain dalam konteks keimanan dan pengamalan beragama akan menyebabkan iman dan pengamalan atas agama kita akan semakin kuat dan bukan untuk melemahkan iman dan ibadah ritual kita. Di sisi lain juga untuk memahami agama orang lain dan menghormati pemeluk agama lain.

Mengkaji agama dapat dilakukan dengan cara membandingkan agama-agama dalam aspek teologisnya, ritualnya, pengetahuan agamanya, konsekuensi beragamanya, dan bahkan juga pengalaman beragamanya. Kita bandingkan untuk bisa memahami agama-agama dimaksud dengan harapan kita dapat memperkuat keyakian keberagamaan yang kita miliki.  Dalam kaitan ini, maka perbandingan agama atau studi agama-agama mengalami tiga fase, yang saya sebut sebagai madzhab studi agama-agama atau madzhab dalam perbandingan agama.

Pertama, memahami agama dengan membandingkan satu agama dengan lainnya. Misalnya mengkaji ketuhanan agama Kristen dikaji dari dimensi keyakinan dalam agama Islam. Mengkaji ritual agama Katolik dikaji dari perspektif ajaran ritual dalam Islam, atau mengkaji konsekuensi beragama umat Buddha dengan tinjauan agama Islam, dan sebagainya. Kajian ini akan menghadirkan perbedaan yang berujung, bahwa keyakinan, ritual dan konsekuensi beragama pengaut agama lain salah dan yang benar adalah keyakinan, ritual dan konsekuensi beragama dalam agama saya.

Studi agama atau perbandingan agama di dalam konteks seperti ini kira-kira didapati tahun 1960-1970-an. Jika kita baca tulisan-tulisan, skripsi atau makalah,  di berbagai Perguruan Tinggi Agama Islam, maka akan didapati kajian misalnya Yesus Kristus dalam Tinjauan Alqur’an atau Trimurti dalam Tinjauan Alqur’an atau Maryam dalam Bibel perspektif Alqur’an. Intinya bahwa studi ini membahas tentang dunia keyakinan dan ritual dalam Agama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha atau Konghucu dalam pandangan Islam. Berakhir pada “menyalahkan” agama lain.

Kedua,  memahami agama sebagai penganut agamanya. Madzhab ini muncul kira-kia tahun 1980-2000-an. Madzab studi agama atau perbandingan agama yang baru ini dikemukan oleh Prof. Dr. Mukti Ali, mantan Menteri Agama RI, di dalam berbagai perkuliahannya di IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pada masa Prof.  Mukti Ali, maka ilmu perbandingan agama menuai masa kejayaannya. Studi agama ini menjadi ikon di kalangan dosen yang mengambil program studi Islamic studies. Kajian perbandingan agama merupakan part of Islamic studies. Muridnya   banyak yang kemudian menjadi pakar dalam bidang ini. Hanya sayangnya bahwa kajian ini kemudian meredup atau nyaris tidak terdengar suaranya. Studi agama-agama kalah pamor dengan studi pemikiran Islam karena kehadiran Gus Dur, Cak Nur, Johan Effendi dan sebagainya. Dan jangan lupa bahwa dedengkotnya adalah Prof. Harun Nasution, yang kemudian menjadi ikon bagi pengembangan studi pemikiran Islam di IAIN Jakarta dan juga di Indonesia.

Ketiga, kajian studi agama dalam perspektif teks atau manuscript. Studi perbandingan agama dalam kajian teks yang menghadirkan bukti-bukti akurat dari berbagai teks atau manuskrip kuno yang dapat dipertanggungjawabkan. Periode ketiga ini sangat menarik disebabkan tingkat kesahihannya  dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah atau akademis. Melalui kajian-kajian yang dilakukan oleh Menachem Ali, maka kebenaran teks dengan cara mengkomparasikan dengan teks sezaman dalam tema yang sama, maka akan dihasilkan sebuah kesimpulan bahwa teks tertentu itu sahih. Teks tersebut memiliki keakuratan dan keabsahan karena terdapat bukti lain yang membenarkannya.

Madzab ketiga ini memang berat, sebab seseorang yang melakukan kajian harus memahami berbagai bahasa di dalam teks yang dikaji. Misalnya mengkaji tentang kesahihan bahwa Nabi Ibrahim pernah dibakar oleh Namrud, maka harus dihadirkan teks yang sezaman dalam berbagai teks lainnya. Jika tidak ditemukan di dalam Injil Kanonik, maka dapat dilacak dari Injil Aposkrif. Jika tidak didapatkan maka harus dicari di dalam teks Talmud atau Zabur. Jika tidak didapatkan maka dapat dilacak di dalam Teks Taurat. Jika di dalam teks Taurat Yahudi tidak didapatkan maka dapat dilacak di Taurat Samariyah. Begitulah rumitnya madzhab ketiga.

Jadi bagi yang tidak memiliki kemampuan tersebut, maka kita tinggal mendengarkan berbagai tayangan di Youtube sambil nyerufut qahwah. Minum kopi sambil mendengarkan youtube akan dapat dua manfaat, ilmu dan kenikmatan.

Wallahu a’lam bi al shawab.

Categories: Opini
Comment form currently closed..