• September 2024
    M T W T F S S
    « Aug    
     1
    2345678
    9101112131415
    16171819202122
    23242526272829
    30  

Prof. Dr. Nur Syam, M.Si

(My Official Site)

ANTARA WASHILAH DAN TAWASSUL

ANTARA WASHILAH DAN TAWASSUL

Prof. Dr. Nur Syam, MSi

Tema yang cukup berat dibahas di dalam Kamunitas Ngaji Bahagia (KNB) karena temanya menyangkut ajaran yang debatable di kalangan ahli dan kelompok agama. Ada pro-kontra tentang ajaran washilah dan tawassul. Tetapi menjadi relative lebih mudah karena saya tidak mengkajinya dari perspektif fiqih atau teologis akan tetapi dari dimensi sosiologisnya. Hal ini tentu karena  kapasitas saya bukan ahli fiqih yang rumit atau teologis yang sophisticated. Dari aspek sosiologis tentunya akan melihat pemahaman atau penjelasan yang bersifat pandangan dalam penggolongan social tentang washilah atau tawassul.

Ngaji Bersama itu dilaksanakan pada hari Selasa pagi Ba’da Shubuh, 06/08/2024, di Masjid Al Ihsan Perumahan Lotus Regency Ketintang Surabaya. Pengajian ini diikuti oleh sejumlah jamaah Masjid dari Masjid Al Ihsan dan Masjid Ar Raudhah yang setiap hari Selasa ba’da Shubuh ngaji bareng. Tema ini dibahas untuk memberikan penjelasan tentang kata washilah dan tawassul yang selama ini sudah menjadi khazanah di dalam ilmu keislaman. Ada tiga hal yang saya jelaskan.

Pertama,  washilah berasal dari Bahasa Arab dalam akar kata washala dan kemudian menjadi isim washilah yang artinya adalah perantaraan atau jalan. Di dalam Al qur’an dijelaskan tentang kata washilah tersebut di dalam Surat Al Maidah 35, dengan ungkapan, yaitu: “ya ayyuhal ladzina amanut taqullaha  wabtgahu ilaihil washilata wa jahidu fi sabilihi la’allakum tuflihun”, yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah, carilah wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya agar kamu beruntung.

Kata washilah juga bisa dinyatakan sebagai perantara, misalnya terdapat di dalam doa yang dibaca setelah adzan dikumandangkan. “Allahuma rabba hadzihid da’watit tammah, wash shalatil qaimah, ati sayyidana Muhammadanil washilata wal fadhilah…”.  Yang artinya: “Ya Allah telah hadir berkumandang panggilan yang sempurna, dan  shalat yang didirikan, hadirkan junjungan Nabi Muhammad sebagai perantara dan keutamaan..”. Nabi Muhammad SAW adalah perantara untuk membangun relasi dengan Allah atau hablum minallah. Nabi Muhammad adalah perantara agung atau washilatul ‘udzma. Lewat perantaraan Nabi Muhammad maka kita dapat  menjadi hamba Allah yang bertaqwa.

Agar kita dapat berhubungan dengan benar kepada Allah,  maka sebaiknya memang relasi atau hablum minallah itu melalui Nabi Muhammad SAW. Kita menjadikan Nabi Muhammad SAW sebagai perantara kita kepada Allah. Ada pendapat yang menyatakan, bahwa Allah itu maha Gaib dengan kegaiban yang tiada taranya, maka yang memungkinkan kita dapat  berhubungan dengan Yang Maha Gaib adalah melalui utusannya. Nabi Muhammad SAW yang memiliki otoritas untuk berhubungan langsung dengan Allah SWT. Jika kita berhablum minallah melalui Nabi Muhammad, maka “peluang” untuk sampai kepada Allah itu lebih besar.

Kedua, tawassul berasal dari kata wassala atau berarti taqarrub atau mendekat kepada Allah. Dari kata wassala kemudian menjadi tawassul atau dapat diartikan sebagai pendekatan diri kepada sesuatu melalui perantaraan. Secara maknawi, tawassul berarti mendekatkan diri kepada orang agar mendapatkan kemudahan dalam sesuatu yang diinginkan. Jadi ada keinginan di dalam upaya pendekatan tersebut. Di dalam tradisi sebagian umat Islam, khususnya ahli tarekat, maka washilah diartikan sebagai mendekatkan diri kepada Allah melalui para guru atau mursyid tarekat agar apa yang dilakukannya itu menjadi jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kala berdzikir, misalnya dzikir tahlil baik sirri atau jahri, tersembunyi atau terucapkan, maka harus bertawassul kepada para guru atau mursyid tarekat. Diasumsikan bahwa para guru atau mursyid tarekat tersebut merupakan individu yang sangat dekat kepada Allah SWT sehingga apa yang dilakukannya itu menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bisa juga dzikir yang dibacanya itu cepat sampai kepada Allah melewati para guru atau mursyidnya. Jika dilakukannya sendiri akan lama sampainya, akan tetapi dengan perantaraan gurunya, maka doa atau dzikir itu akan lebih cepat sampai kepada Allah SWT.

Di dalam washilah yang utama adalah orangnya atau perantaranya atau benda yang digunakan untuk menjadi perantaranya, sedangkan di dalam tawassul yang penting adalah apa yang akan diperlukan untuk diantarkan. Sebagai contoh yang paling sederhana adalah jika kita mendapatkan rezeki, maka perantaranya adalah pekerjaan yang kita lakukan. Jadi pekerjaan itulah yang menjadi washilah kita mendapatkan gaji atau rezeki. Hakikat pemberi rezeki adalah Allah SWT tetapi pekerjaan itulah yang mengantarkan kita mendapatkan rezeki dimaksud. Sementara itu tawassul adalah upaya untuk mendapatkan sesuatu sesuai dengan keinginannya melalui perantaraan lainnya.

Sebagai contoh lainnya, jika kita membaca Surat Alfatihah dengan harapan kita memperoleh berkahnya bacaan tersebut, maka ini dinamakan  tawassul dengan Alqur’an. Jika kita berkeinginan memperoleh keselamatan di yaumil qiyamah dengan membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW, maka hal ini juga tawassul. Jadi di dalam tawassul dipastikan ada washilah, tetapi tidak semua washilah adalah tawassul.

Ketiga, di dalam Islam ada dua yang bisa menjadi washilah dengan otonomi memberikan syafaat kepada umat Islam, yaitu Nabi Muhammad SAW dan kitab suci Alqur’an.  Dengan demikian orang yang dapat menjadikan Nabi Muhammad dan Alqur’an sebagai penolongnya adalah orang yang mencintai Rasulullah, misalnya membaca shalawat kepada-Nya. Semakin banyak shalawat yang dibaca dengan keikhlasan dan kesungguhan, maka akan besar peluangnya untuk mendapatkan syafaat Rasulullah SAW. Itulah sebabnya ada orang yang melazimkan membaca shalawat dalam jumlah yang sangat banyak dengan tujuan mendapatkam syafaat Rasulullah SAW.

Kemudian juga membaca Alqur’an. Ada umat Islam yang hafal Alqur’an dan orang tersebut dijanjikan akan masuk surga dengan para Nabi-Nabi. Di dalam sebuah cerita yang disampaikan oleh Ustadz Abdul Shomad (UAS) dinyatakan bahwa ibunya ditanya oleh seseorang, apa doa yang dibacanya sehingga memiliki putra yang hebat, maka Ibunya menjawab bahwa setiap hari dibacakan surat Alfatihah 100 kali untuk anaknya tersebut. Hal ini menandakan bahwa bacaan Alqur’an bisa memiliki efek yang hebat, yang dapat diterima dampaknya di dunia dan juga kelak di akherat.

Wallahu a’lam bi al shawab.

 

Categories: Opini
Comment form currently closed..